THRETEEN

16.1K 749 22
                                    

Maaf lama lagi, maklum ya namanya kerjaan g cuma nulis aja.. jadi harap di tunggu ya.

Letiza (POV)

Aku menatap semua keluargaku dengan perasaan berdebar-debar, ini bukan berdebar-debar karena aku jatuh cinta tetapi ini karena aku tidak tahu apa yang harus ku katakan mengingat semua sudah berkumpul disini. Aku menatap wajah Papi dengan perasaan yang sangat takut.

Aku melihat Dika yang masih berlutut di kakinya Papi, aku menatapnya iba. Dan aku entahlah rasa peduli itu tiba-tiba saja muncul di hatiku. Bagaimanapun juga dia tetaplah suamiku meski kami tidak pernah menjalin hubungan layaknya suami dan istri.
"Papi benar-benar tidak tahu apa yang kalian inginkan. Jika kalian tidak menyukai pernikahan ini katakan. Dan Papi bisa mengurus surat perceraian kalian jika kalian memang hanya ingin menorehkan rasa malu saja pada kami," Aku terpaku dengan airmata yang tidak bisa lagi ku bendung. Selama 26th aku hidup baru kali ini aku melihat kesedihan yang nyata di mata Papi.
"Papi, ini bukan hanya salahnya Dika, Dita ikut salah. Karena Dita istrinya Dika," Ujarku pada akhirnya.
"Kau sadar jika kau seorang istri, lalu apa yang sudah kau perbuat sebagai seorang istri?" Seperti dadaku ditusuk ribuan jarum mendengar pertanyaan Papi. Aku hampir saja menyerahkan hidupku jika saja suamiku orang yang memiliki hati batinku menjawab.
"Ini bukan salah Dita, Papi. Ini salah Dika. Dika yang terlalu pengecut menjadi pria," Aku menatap Dika.
"Sudah terlalu sering aku menyakiti Dita, baik fisik maupun batin. Aku bukanlah pria yang bertanggung jawab. Bahkan aku tidak hanya menyakitinya, melainkan aku telah menyiksanya. Aku, akulah yang pantas disalahkan Papi, bukan putri Papi," Dika menatap Papi dan.

Bugh, bugh, bugh

Tiga kali, tinju Papi melayang kerahang Dika, dan semua yang diruangan ini menjerit termasuk aku.
"Berhenti Papi, Dika bisa mati jika Papi memperlakukannya demikian." Ujarku memohon pada Papi.
"Kau membela pria brengsek ini, jelas-jelas dia sudah merusak hidupmu," Ujar Papi dengan marah.
"Dia tetap suaminya Dita, Papi." Ujarku lagi.
"Mas, urus anakmu. Jika tidak aku tidak yakin dia bisa hidup setelah semua ini," Papi seorang pria yang lembut jika dia tidak bermasalah dengan orang. Tetapi kalian akan tahu seperti apa aslinya Papi jika dia sudah marah.

Papi membawa Mami keluar dari rumahku, tinggal aku dan Papa mertua dan Mama saja disini. Dika menatap Papa memohon dan,

Bughh
"Papa tidak mengajarkanmu menjadi pria pengecut, Papa tidak mengajarkanmu menjadi pria brengsek. Dan Papa tidak mengajarkanmu menjadi pria yang menindas wanita," Aku semakin terisak menatap Dika.
"Kalian pikirkan, apa mau kalian dalam pernikahan ini, jika sudah menemukan titik terang, temui kami semua," Ujar Papa dan berlalu tanpa satu patah katapun.

Aku menatap Dika dan segera meraih tubuhnya, memindahkannya diatas sofa.
"Aku akan mengambil air kompres sebentar," Ujarku hendak berlalu kedapur.
"Aku tidak butuh sembuh jika kau tidak bisa bersamaku Dita, aku tahu pernyataanku ini mungkin tidak akan membuatmu merubah pemikiranmu tentangku. Yang jelas aku jatuh cinta padamu" Aku meneteskan airmataku lagi.
"Aku jatuh cinta padamu, kemarin sekarang dan nanti. Aku mohon jangan meminta Papi untuk menggugat cerai aku," Rasanya kakiku lemas mendengar ucapan lirih Dika. Apakah kau tahu Dika, aku mengharapkan sikapmu seperti ini saat dulu. Tetapi, aku juga tidak bisa mengatur apa yang sudah di takdirkan Tuhan.
"Berhentilah membicarakan itu, kau harus memikirkan wajahmu sebelum akhirnya kita menemui mereka semua," Aku dengan paksa melepaskan genggaman tangannya dan berlalu menuju dapur.

Aku menekan dadaku kencang, saat sesak masih kurasakan. Apakah aku menyesali semua yang terjadi, atau aku sebaliknya.?
"Apa kau tidak mengerti, aku tidak ingin sembuh jika nantinya kau akan meninggalkanku, aku mencintainmu. Bisakah kau percaya itu,?" Aku menatap Dika frustasi.
"Percaya, apakah kau tidak bisa melihat apa yang ku alami hidup bersamamu, apakah kau memaksaku untuk mempercayai perasaanmu setelah berulang kali kau goreskan luka dihatiku, apakah aku harus percaya jika kau ingin memulai semuanya denganku? Lihat aku Dika, aku berharap kemarin semua akan baik-baik saja dan kita bisa memulainya dari awal. Tetapi, apakah kau ingat bahkan kau menganggapku tidak ada saat tepat aku berniat meminta maaf padamu." Aku menatapnya sedih sekaligus marah.
"Aku,"
"Kita akan bicara setelah kau sembuh, aku butuh menyiapkan mental yang kuat untuk menghadapimu," Aku melangkah menuju dapur tanpa memperdulikan teriakan-teriakan Dika.

Dangerous WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang