FIFETEEN

13.9K 654 34
                                    


Selamat membaca jangan lupa voment, kalau belum 30 coment g aku next hehhe becanda.

Radika (POV)

Disinilah aku sendiri di rumah ku dengan Dita, aku tidak menyangka istriku itu benar-benar menuruti Ayah mertua, ya Tuhan jika begini aku merasa seperti di buang ke dalam hutan yang tak berpenghuni, aku menatap Dapur mini milik Dita, mengingat setiap detik saat dia sedang berexperimen dengan beberapa jenis makanan yang baru belakangan ini kusadari sangat nikmat dan lezat.

Aku memang sudah terlalu lama membuang kesempatan untuk merasakan semuanya, termasuk merasakan perhatian istri sexyku. Ya Tuhan jika ingat kata Sexy, aku rasa aku mulai tidak bisa mengendalikan diriku sebagai laki-laki normal, aku meremas rambutku frustasi. Seandainya Arghhh

Meri nindhe ye curale.

Aku menatap alat canggih itu yang sejak tadi menyanyikan lagu india favorit ku.
"Iya sayang," Ujarku penuh dengan kebahagian saat melihat my lovely wife di layar iphoneku.
"Apa kau sudah bersiap, aku tidak mau telat ya. Ini hari pernikahan Felicia dan Peter," Ujarnya membuatku terlonjak. Bagaimana bisa aku lupa jika Dita berpesan siang tadi aku harus bersiap menemaninya ke pernikahan Felicia,.
"Aku akan segera siap sayang, tunggulah di rumah Papa." Ujarku dengan pelan.
"Aku tahu pasti kau melupakannya makanya aku menghubungimu. Arghh bagaimana bisa aku percaya jika janjimu saja kau lupa," Ujarnya dari sebrang telephone.
"Sayang aku benar-benar minta maaf," Aku mendengarnya menarik nafas cepat.
"Aku tidak mau tahu, kau harus tiba dirumah Papa dalam waktu 15 menit jika ingin ku maafkan," Balasnya menutup telephone sepihak.

Tanpa berpikir panjang aku langsung berlari ke kamar dan menarik apapun yang pantas untuk kupakai, aku tidak akan tahu apa yang terjadi jika aku melewati 15 menit milik Dita, dan aku tidak akan membuat kesempatanku semakin tipis jika Dita tidak percaya lagi padaku.

Aku menarik panel rem dan langsung melesat secepat kilat. Aku terus-terusan memencet klakson saat pengguna jalan tidak mau minggir, tidak tahu apa ini antara kelangsungan hidupku, aku keluar secepat kilat dari dalam mobil saat tiba di depan rumahku dulu.
"Nona ada di dalam tuan," Ujar salah satu Pekerja. Aku mengangguk dan setengah berlari memasuki rumah, aku tiba di ruang keluarga dan menghempaskan bokongku diatas sofa.
"Tuan muda, mau bibi buatkan minum?" Tanya bi Inah, pekerja dari Indonesia yang di rekrut Papa.
"Orange juss Bi," Ujarku menetralkan pernapasanku yang terasa sesak karena sejak tadi terburu-buru.
"Salah siapa hanya janji begitu saja lupa," Aku menatapnya takjub, aku tidak salah dengan memutuskan untuk melanjutkan pernikahan kami. Dia bahkan lebih indah dari bayangan tentang dewi yunani yang bernama Afrodit itu.
"Maafkan aku sayang," Ujarku masih menatapnya penuh dengan pemujaan.
"Tuan ini minumnya, silahkan," Aku menerima minumku dari Bi Inah.
"Makasih bi," Aku menenggak orange jus buatan bi Inah sampai tandas setengah.
"Haus banget Den," Ujarnya. Aku hanya senyum menanggapi Bibi, tidak tahu saja bukan hanya mulutku yang haus naluriku sebagai laki-laki juga sudah mulai memberontak.
"Bagaimana mau ke pesta Felicia jika penampilanmu berantakan begini," Ujarnya dengan raut wajah kesal.

Dia perlahan membenahi penampilanku mulai dari kemejaku yang memang aku akui juga terlihat berantakan dan kini dia merapikan rambutku yang sudah mulai memanjang.
"Ish seandainya saja kau mengingat pesta Felicia, kau bisa lebih dulu memotong rambutmu," Ujarnya lagi.
"Aku tidak menyuruhmu mengiyakan apa yang menjadi persyaratan Papi sayang, lihatlah aku bahkan tidak bisa mengurus diriku sendiri," Ujarku.
"Aduh sayang sakit," Ujarku saat dengan sengaja Dita mencekikkan Dasiku di leher.
"Masih mau ngoceh terus?" Tanyanya dengan wajah yang di buat kesal. Aku seketika terdiam saat melihatnya yang menatapku tajam, haruskah ku katakan jika aku sedikit takut di buatnya?
"Kau sudah datang rupanya, Kemana saja, tidakkah kau tahu menantu Mama sejak tadi menunggumu?" Jika tadi aku masih sedikit takut tapi kali ini aku bener-bener takut. Sepertinya anaknya Mama itu bukan aku lagi,.
"Aku minta maaf, lagian suruh siapa istri Dika main bawa aja," Ujarku tak mau kalah.
"Aku tidak akan pulang-pulang baru kau tahu rasa," Aku menatapnya syok, apa katanya.
"Yank,"
"Berangkat sekarang, Mam Dita pamit ya, Dita pasti pulang tepat waktu," Aku hanya bisa mendengus sebal saat Mama yang melahirkanku lebih membela menantunya, daripada aku yang jelas-jelas dia yang melahirkanku.

Dangerous WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang