EIGHTEEN

10.3K 502 34
                                    


LAGI LAGI HANYA BISA MINTA MAAF SAMA PARA READERS, AND SORRY YA UNTUK YANG BILANG INI TERLALU CEPAT ALURNYA, AKU EMANG G PERNAH BUAT CERITA SAMPAI BERPULUH-PULUH PART, KARENA TAKUT BOSAN, dan karena ini sudah hampir 20 part, maka g lama lagi cerita ini akan end juga.

Langsung aja deh ke TKP,

Author (POV)

Dita beberapa kali membolak-balikkan tubuhnya diatas kasur empuknya, entah kenapa dia tidak bisa terlelap malam ini, dan entah kenapa pula dia terus-terusan memikirkan Dika. Sebelum ini dia tidak pernah seresah ini, dan baru kali ini dia memikirkan Dika sampai selarut ini.

Dita bangun dari tidurnya dan langsung duduk menyender di kepala tempat tidur. Dia meraih gelas berisi air putihnya dan langsung meminumnya. Dita menatap iphone miliknya, apakah dia harus menghubungi Dika?

Entah kenapa pikirannya malam ini dipenuhi oleh Dika, Dika dan Dika. Apakah dia merindukan pria itu? Ya Tuhan tidak mungkin aku merindukannya, tetapi apa yang membuatku memikirkannya sampai selarut ini? Batinnya merutuk, dia meremas rambutnya frustasi saat Dika tidak mau beralih dari pemikirannya.

Aku harus menghubunginya, aku tidak bisa berdiam seperti ini. Jika tidak, maka aku tidak akan bisa tidur sampai esok hari. Batinnya langsung mengutak atik handphone terbaru miliknya,, V5 menjadi pilihannya. dia menatap cemas pada handphonenya ketika seseorang di sebrang sana belum juga menerima telephonenya.

apa yang dia lakukan sampai tidak mengangkat telephone ku,? Dita menatap ponselnya sebal, seketika dia langsung membanting handPhonenya di atas kasur, ini tidak bisa dibiarkan? lagi-lagi batinnya berucap.

Dia bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari kamarnya, rasanya tenggorokannya tiba-tiba kering dan dia butuh minum untuk membasahi tenggorokannya. Dia berjalan gontai saat lagi-lagi Pikirannya dipenuhi dengan Dika.

Dia membuka pintu kulkas dan meneguk satu gelas air penuh, setelah itu dia langsung duduk diatas kursi meja makan dengan kepala di tidurkan diatas meja. Sungguh baru kali ini dia begitu mengkhawatirkan Dika, dan dia tidak tahu apa penyebab kekhawatirannya itu, apakah karena pria itu yang hampir satu minggu ini tidak datang kerumah orang tuanya atau? Dia sibuk memikirkan segalanya dan tidak jauh dari tempatnya seorang wanita cantik tengah menatapnya dengan aneh. Pasalnya baru kali ini dia melihat gadis itu di meja makan di jam seperti ini.
"Sayang, apa yang kau lakukan disini di jam seperti ini?" Wanita itu menghampirinya dan mengelus rambut panjangnya dengan sayang.
"Mama," Balas Dita menatap Ibu mertuanya.
"Apa ada yang mengganggu pikiranmu, tidak biasanya Mama menemukanmu disini,?" Wanita paruh baya yang tidak lain Mamanya Dika menarik kursi di sebelah Dita.
"Mama, apa salah jika Dita memikirkan Dika,?" Perlahan Dita menatap Mama mertuanya dan Tia menatap Dita dengan senyuman tipis yang tertarik disudut bibirnya.
"Tidak ada salahnya sayang, bahkan Mama sangat sering merindukan Papa," Tia tersenyum dengan ucapan Dita. Sementara itu Dita menatap Tia tidak percaya, Apa benar dia merindukan Dika, dan jika ya itu artinya. Tidak dia tidak mau memikirkan apapun yang bersangkutan dengan hatinya, untuk saat ini.
"Mama tahu mungkin sulit bagimu untuk menerima anaknya Mama, setelah apa yang dia perbuat selama ini. Mama meminta maaf atas nama putranya Mama sayang," Dita menatap Tia dengan tatapan Sendu.
"Aku hanya belum bisa menerima semua ini Mah, tetapi bukan berarti aku tidak akan berusaha untuk menerima Dika sepenuh hati," Dita tersenyum kepada Tia.
"Ya, dan karena itu Mama meyakinkan Mamimu untuk perjodohan kalian," Tia mengelus lembut rambut coklat milik Dita.
"Dita akan sangat merindukan Mama, jika Dita pulang kerumah," Dita memeluk Tia dengan begitu sayang, ya hampir 5 bulan sudah dia tinggal bersama Ayah dan Ibu mertuanya.
"Mama juga akan sangat merindukanmu, kehadiranmu seperti mengobati rasa rindu Mama akan anak perempuan," Tia mengecup kening Dita sayang.
"Sekarang tidurlah, ini sudah sangat larut," Tia mengelus kening Dita.
"Terimakasih untuk ketenangan yang Mama kasih, aku merasa jauh lebih baik sekarang," Dita beranjak menuju kamarnya di lantai atas, Tia menatap kepergian Dita dengan perasaan sesal. Dia tahu gadis itu pernah begitu terpuruk akibat putranya, dan sungguh dia tidak pernah menginginkan itu terjadi. Tia mendidik Dika seperti yang seharusnya seorang Ibu lakukan, dan dia juga tidak pernah mendidik Dika untuk bertingkah tidak jantan. Tetapi, dia berharap untuk kedepannya agar putranya mendapatkan kebahagian.

Dangerous WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang