Chapter 8

587 70 10
                                    

Krist baru saja tiba di Bali pada sore hari. Baru bernapas sebentar, dia sudah disuruh berdandan yang rapih. Singto tidak sebatas menyuruh saja karena pria itu sudah memesan jasa make up artist ternama, hair stylist, dan fashion stylist.
Krist tidak tahu kenapa sampai Singto menggunakan jasa sedetail ini.

Krist tidak membantah dan menuruti semua keinginan Singto, termasuk menggunakan setelan kemeja belahan V neck yang cukup rendah. Dia yakin pemilihan kemeja dengan model V neck seperti ini supaya Singto bisa menyentuh atau meraba-raba dada indahnya. Setelah cukup lama berkutat di dalam ruang khusus merias, akhirnya Krist keluar dari ruangan itu. Tempat yang mereka pijaki sekarang ada vila mewah yang dimiliki Singto.

Ketika Krist keluar dengan tampilan seksi nan menawan, Singto terpaku selama beberapa menit mengamati keindahan ciptaan Tuhan yang nyata.

"Gimana, Opa? Cocok nih pakai warna merah?"

Krist bertanya seraya memutar tubuhnya supaya Singto dapat melihat dengan jelas. Melihat tak ada respons apa-apa, Krist memanggil lagi.

"Opa?"

Singto tersentak dan segera tersadar dari lamunannya. Dia terpesona. Krist cocok mengenakan setelah kemeja berwarna merah terang. Bagian leher kemejanya berbentuk huruf V sehingga dia bisa melihat dada bidang Krist. Kulit putihnya yang indah terekspos sempurna. Sepertinya dia salah memilih kemeja karena semua orang akan menikmati betapa sempurnanya tubuh Krist, terlebih dadanya yang bidang.

"Bagus kok, tapi baru sadar terlalu terbuka," komentar Singto.

"Mau nggak terbuka? Pakai gamis," cetus Krist.

Singto tertawa dibuatnya. Tanpa banyak bicara Singto mendekati Krist seraya melepas jasnya. Setelah itu, dia menyampirkan jasnya di bagian pundak Krist sembari memasangkan kancing depan jas itu sampai dada bidang yang putih itu tertutup dengan sempurna.

"Saya nggak mungkin beli setelan baru pada jam ini. Jadi jasnya jangan dilepas sampai acara selesai." Singto mengingatkan.

Krist sempat tertegun memandangi Singto ketika mengatakan kalimat itu. Suaranya yang berat dan mendominasi rasanya siap menelannya dalam lautan pesona pria itu. Untung saja Krist buru-buru sadar dan mengangguk.

"Ayo, kita pergi."

Singto mengulas senyum sembari mengulurkan tangannya pada Krist. Tidak membutuhkan waktu lama karena Krist segera menyambut uluran tangannya. Mereka berdua pergi meninggalkan rumah dengan diantar sopir pribadi yang biasa mengantar Singto ke mana-mana selagi di Bali.

Setelah dua puluh menit, mereka tiba di salah satu hotel bintang lima. Mereka turun dan berjalan santai menuju ballroom. Pesta yang dihadiri adalah pesta resepsi pernikahan anak dari salah satu rekan bisnis Singto yang akan ditemui esok hari. Singto tidak mungkin absen karena dia menghargai rekannya itu.

"Pestanya meriah banget. Ini siapa yang nikah, Opa?" tanya Krist ingin tahu.

"Iya, banyak artis yang diundang." Singto memberitahu. Krist tampak terkejut.

"Kamu udah nggak pernah mengikuti perkembangan artis yang mengisi pertelevisian Thailand? Yang menikah adalah anak dari rekan bisnis saya. Kenalan anaknya artis-artis."

Krist menggeleng.

"Aku cuma ikuti Chris Evans, Brad Pitt, ya begitu. Kalau artis Thailand udah jarang banget. Nonton filmnya aja udah hampir nggak pernah. Dengar lagunya juga. Terkecuali Miss Thailand atau Puteri Thailand gitu. Aku masih mengikuti perkembangannya."

"Tapi kamu nggak tau anak saya mantan Puteri Thailand."

"Hah? Ployphach?" Krist melongo.

"Kamu yakin mengikuti perkembangan kontes kecantikan itu?"

Tales of Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang