"Bukan gila. Saya serius. Saya nggak akan bahas pernikahan, tapi seenggaknya mereka harus tau kalo kita..."
"Cukup. Aku nggak mau denger apa pun. Kita nggak bisa bilang tentang itu. Aku nggak mau," potong Krist.
"Krist, come on. Kamu mau bersikap seolah kita nggak ada apa-apa? Oke, kita nggak pacaran atau punya status untuk saat ini. Tapi kita udah menghabiskan malam berulang kali."
"Cukup. Jangan bahas lagi."
Krist melenggang pergi meninggalkan Singto di belakang sana. Singto yang ditinggalkan menjadi kesal. Tak lama kemudian Singto menyusul Krist dan beranjak menuju halaman belakang. Tempat duduk Krist ditempati Ployphach sehingga mau tidak mau Krist duduk menempati tempat Ployphach yang berada di depan Singto. Hal itu dilakukan karena Ployphach ingin mengobrol dengan Mook dan membahas mengenai gaun pengantin.
Singto menatap Krist yang tak berhenti melengos setiap kali menangkap tatapannya. Merasa diabaikan, Singto menggesek kaki Krist dengan telapak kakinya. Meja yang menjadi tempat mereka makan tidak begitu panjang sehingga Singto bisa dengan mudahnya meluruskan kaki dan mencapai kaki Krist.
Krist tersentak kaget dan nyaris memelototi Singto kalau dia tidak pura-pura tersenyum saat melihat yang lain. Dia melihat tatapan nakal Singto. Entah ada yang sadar atau tidak dengan tatapan itu, tapi dia melihat Jannine untuk memastikan tidak melihat interaksi mereka. Mendengar Jannine sudah tahu, dia was-was sendiri.
"Pa, tadi aku sama Mama bahas untuk liburan bareng minggu depan sama sekeluarga kita begini. Sekalian Krist pulang ke New York jadi kita mau main ke sana. Menurut Papa gimana?" mulai Toy.
Singto berhenti dari kegiatannya dan fokus melihat putranya. Dia takut hilang fokus dan memberi jawaban melantur.
"Papa setuju kok. Soalnya..."
Singto seketika menahan bibirnya ketika ujung kaki Krist menyentuh miliknya. Krist menggesek miliknya berulang kali dengan kakinya.
"Soalnya kenapa, Pa?" tanya Toy. Bingung ketika ayahnya berhenti bicara.
"Soalnya seru kalo.. ehem!"
Singto berdeham kencang saat Krist semakin aktif menggesek kakinya di bagian sensitifnya. Tidak mau ketahuan sedang menahan kenikmatan gerakan kaki di bawah sana, Singto mengambil gelasnya dan meneguk red wine miliknya.
Selama meneguk red wine, Singto semakin tak sanggup menahan hasratnya yang kian melambung. Gerakan handal itu berakhir membangkitkan miliknya. Tegang dan keras. Seperti itulah miliknya sekarang. Sial! Krist benar-benar tahu cara memberi footjob yang memusingkan kepala.
"Seru kalo kita pergi ramai-ramai gini," lanjut Singto.
Suaranya sengaja diberatkan supaya dia tidak mendesah. Di depan sana ada Krist yang memamerkan senyum dengan sengaja, mengoda Singto sebagai balasan sebelumnya. Begitu menyadari raut wajah Singto semakin menikmati permainan kakinya, dia menarik kakinya dan merapikan posisi duduknya.
Detik itu pula Singto memelototi seolah menunjukkan protes karena dia menghentikan kegiatannya. Jannine berpura-pura tidak tahu interaksi antara Singto dan Krist yang dia lihat saat ini. Melihat bagaimana urat-urat di sekitar kepala Singto terlihat rasanya ada hal yang tidak biasa.
"Aku setuju lebih ramai, lebih seru," sahut Drake.
"Omong-omong, udah ada yang bawain puding belum?" tanya Singto.
"Belum, Pa. Papa mau makan puding?" tanya Ployphach.
"Kalo mau, biar aku ambilin."
"Nggak usah, biar Papa aja yang ambilin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of Destiny [On Going]
RomanceKrist Sangpotirat adalah seorang pria metropolitan. Dengan gaya kehidupan malam yang bebas, Krist sudah sangat sering melakukan one night stand dengan pria-pria tampan incarannya. Krist pikir melakukan one night stand dengan Singto Prachaya Ruangroj...