Hari ini Krist pulang dari Bali karena besok orangtuanya pulang. Dia tidak sabar bertemu dengan keduanya dan pulang ke New York secepatnya. Setelah tiba di rumah Singto, tidak ada satupun yang ada di rumah. Suasana hening. Mereka pulang dari Bali malam.
"Sepi banget rumah ini, Opa," kata Krist saat merasakan sunyinya rumah mewah ini.
"Ployphach pulang ke apartemennya. Drake pergi nginap di rumah temannya. Keempat kakak kamu lagi clubbing." Singto memberitahu.
"Clubbing? Kok aku nggak diajak sih? Ngeselin banget!"
Krist mengambil ponselnya dari dalam saku celana. Mengamati waktu masih menunjukkan pukul sebelas malam, dia ingin ikut dengan kakak-kakaknya. Tanpa pikir panjang dia mengirimkan pesan di dalam grup yang diisi keempat kakaknya.
"Parah banget sih mereka. Giliran aku selalu ngajak andai mereka mau clubbing. Kenapa aku dicuekin dan nggak diajak sekalian?"
"Saya bilang jangan ajak kamu. Soalnya Mama kamu melarang," kata Singto.
Krist memutar bola matanya.
"Opa selalu seenaknya ya. Sebel!"
"Mama kamu khawatir kamu melakukan hal yang..."
"Cukup. Jangan dibahas." Krist memotong kalimat Singto dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir pria itu.
"Kalau begini caranya, Opa temenin aku clubbing. Aku mau happy-happy!"
"Saya rasa ada banyak cara untuk happy-happy selain clubbing. Kenapa nggak..."
Krist kembali memotong kalimat Singto dengan jari telunjuknya.
"Cukup. Jangan kolot-kolot banget, Opa. Mungkin Opa lebih suka aku berakhir meluk laki-laki lain ya?"
Satu alis Singto terangkat.
Krist melanjutkan, "Kalo Opa lebih suka aku meluk laki-laki lain, nggak usah ikut. Kalo Opa nggak suka, wajib banget temenin aku."
Singto mendesah kasar.
"Kamu sengaja ya bilang gini biar saya ikut?"
"Bilang apa? Saya cuma kasih opsi." Krist nyengir.
Dia sangat yakin Singto tidak mau dirinya dipeluk laki-laki lain. Dia harus menggunakan siasat ini untuk mengajak Singto supaya diperbolehkan clubbing.
"Terserah kamu aja. Saya suruh sopir antar kamu ke tempat clubbing."
"Beneran? Oke, kalo gitu. Aku pergi dulu, Opa!"
Krist berbalik badan dan melenggang pergi. Selagi melangkah menuju pintu utama, Krist melepas jaket kulitnya yang menampilkan kaus V necknya membuat dada putih dan mulusnya terlihat jelas. Singto menyusul dari belakang dan menahan pergelangan tangan Krist. Bola matanya bergerak mengamati pakaian Krist yang kelihatan lebih terbuka.
"Saya ikut."
Krist tersenyum penuh kemenangan.
"Oke, Opa. Let's having fun together!"
"Kamu ini animal party banget ya. Selalu clubbing setiap malam."
"Yes, i am! Setiap malam saya suka party sama teman-teman di New York. Gun nggak suka, tapi saya suka. Biar happy terus."
Singto geleng-geleng kepala. Ada hal yang dia ketahui tentang Krist sekarang. Lelaki manis itu senang bersenang-senang dengan cara clubbing atau party every night.
.
.
Singto tidak pernah clubbing di sepanjang hidupnya. Dia lebih memilih datang mengunjungi bar dari pada clubbing di tempat yang bisingnya luar biasa. Baru kali ini dia melihat isi kelab malam dan mendengarkan musik yang mengalun kencang. Dulu waktu kakaknya mengajak senang-senang dengan cara seperti ini, dia selalu menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of Destiny [On Going]
RomanceKrist Sangpotirat adalah seorang pria metropolitan. Dengan gaya kehidupan malam yang bebas, Krist sudah sangat sering melakukan one night stand dengan pria-pria tampan incarannya. Krist pikir melakukan one night stand dengan Singto Prachaya Ruangroj...