Chapter 22

438 65 12
                                    

Kencan pertama diawali dengan hari Sabtu. Krist mengajak Singto ke taman Central Park. Krist ingin menghirup udara segar sekaligus menikmati langit biru yang cerah.

"Ini termasuk kencan? Bukan jalan-jalan cantik?" tanya Singto.

Dia pikir mereka akan pergi ke museum melihat pameran atau tempat-tempat yang sering dikunjungi wisatawan asing. Ternyata perkiraannya salah. Mereka malah pergi ke taman.

"Jalan-jalan cantik cuma di sekitaran apartemen aku. Ini namanya kencan manis. Lumayan gratis dan bisa lihat langit indah," jawab Krist.

Singto terkekeh. "Oke, oke. Kebetulan udah lama saya nggak datang ke sini."

"Opa bisa..."

"Singto. Panggil saya Singto kalo kita lagi kencan," potong Singto.

"Kayak waktu pertama ketemu?"

"Iya. Masa kencan gini tetap dipanggil Opa? Kalo Oppa bahasa Korea, sih, nggak apa-apa. Lucu dengarnya."

Krist memutar bola matanya. "Oppa itu cuma untuk yang muda. Kalo Opa cocoknya Ahjussi."

"Saya juga masih muda. Belum nyentuh kepala lima."

"Intinya tua. Titik. Jangan didebatin."

Singto tertawa kecil menikmati obrolan yang didominasi sifat tidak mau mengalah Krist. Sambil berjalan Singto memerhatikan wajah Krist. Walau tidak ada senyum, Krist tetap menarik di matanya.

"Krist!"

Krist menggigit bibir bawahnya.

"Sialan! Kenapa ketemu monyet-monyet itu di sini?" umpatnya pelan.

"Monyet?" ulang Singto.

Tidak ada tanggapan dari Krist, dia mengamati ekspresinya. Krist tampak kesal.

"Ya, ampun... nggak nyangka bisa ketemu kamu di sini, Kit. Apa kabar?" sapa perempuan itu dengan tersenyum.

Bodohnya Krist lupa kalau apartemen Jay, mantan calon suaminya, berada di kawasan dekat Central Park. Sudah pasti setiap hari libur mereka pergi ke taman. Perempuan genit itu sahabat Krist waktu zaman kuliah dulu, namanya Alice. Kedua orang yang Krist benci. Meskipun rasa benci itu sudah hilang, tapi Krist masih tetap mengingat betapa kejamnya kata-kata yang dikeluarkan Jay. Krist memaksakan senyum.

"Baik. Gue nggak perlu nanya kabar lo karena kelihatan baik-baik aja. Belum meninggal."

Alice tertawa kecil. "Ah, Kit. Bisa aja."

"Hai, Kit. Long time no see, ya," sapa Jay.

"Iya." Hanya itu yang Krist ucapkan.

"Ini siapa, Kit?" tanya Alice.

Krist menyentuh dada Singto sambil tersenyum. "Ini pacarku yang setia, namanya Singto," sindirnya dengan lantang.

"Hai," sapa Singto dengan tersenyum.

"Hai, Singto," balas Alice.

Kemudian pandangannya beralih pada Krist.

"Aku pikir dia om kamu, Kit. Rupanya pacar kamu."

"Selera aku udah bukan seumuran, sih. Soalnya kalo seumuran banyak yang berengsek. Kalo lebih tua pikirannya udah matang, buat selingkuh juga mungkin pikir-pikir dulu. Meskipun nggak semuanya begitu," sindir Krist habis-habisan.

Biar saja dia dikira masih cinta, yang penting kekesalannya bisa dituangkan dalam kata-kata. Suasana pun berubah menjadi tidak bersahabat. Sindiran demi sindiran yang dilontarkan Krist mulai berdampak pada raut wajah kedua orang itu.

Tales of Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang