Chapter 20

452 63 28
                                    

Krist berada di depan ruang operasi. Ibunya dan Toy sudah diberitahu. Polisi sudah menanyai Krist tentang insiden itu. Tangan Krist masih gemetaran. Darah di tangannya belum dibersihkan. Darah Singto juga mewarnai kaus putih yang dia pakai. Krist tak berhenti menyematkan doa, berharap Singto baik-baik saja.

"Krist! Oh, My God!"

Mook menatap histeris. Kedua tangannya sikap meraih kedua sisi pundak putranya.

"Siapa yang melakukan ini sama Opa Singto?" tanyanya.

Krist meraih kedua lengan ibunya, meremas dengan kuat sambil menangis sesegukan.

"I-i-itu. Papa muncul, Ma. Dia mau bunuh aku..."

"Apa?! Bajingan itu muncul lagi?" tanya Mook tak percaya dengan pupil mata melebar.

Sambil tetap menangis, meremas lengan ibunya dengan gemetaran yang kuat, Krist menjawab, "I-i-iya, Ma... Papa muncul lagi. Terus Opa Singto nolongin aku. Mama... aku takut.. aku takut Opa Singto kenapa-kenapa..."

Toy mengepal tangannya kuat. Dia sudah mengetahui tentang mantan suami Mook yang psikopat itu. Dia tahu bagaimana perlakuan mantan suaminya pada Mook, terutama pada Krist. Cerita itu belum dia sampaikan pada ayahnya. Toy bersumpah akan mencari manusia sialan itu dan menebus perbuatannya hari ini.

"Kok bisa ada Opa di sana? Bukannya kamu bawa mobil sendiri?" tanya Mook bingung.

Kehadiran Singto yang kini sedang di dalam ruangan, membuat Mook heran. Untuk apa mertuanya ada di tempat Krist? Toy segera menyadari raut wajah bingung yang ditampilkan Mook.

Toy langsung mengambil alih dengan cepat, dia menyela, "Aku nyuruh Papa untuk jemput Krist, Sayang. Konvoi gitu. Soalnya udah pagi bahaya."

Toy tidak tahu apa yang sebenarnya ayahnya lakukan, tapi setidaknya dia tahu ayahnya berhasil melindungi orang yang dicintainya.

"Mama. gimana kalo Papa muncul lagi?"

Suara Krist bergetar, menunjukkan ketakutan yang tak hilang. Mook menarik outra bungsunya dalam pelukan, membiarkan rasa takutnya diredam olehnya.

"Tenang, Sayang. Mama akan lindungi kamu apa pun yang terjadi. Mama nggak akan biarin setan itu mencelakai kamu. Jangan khawatir. Opa pasti baik-baik aja."

Krist mengharapkan hal yang sama. Semoga Singto baik-baik saja.

.

.

Krist memasuki kamar inap yang ditempati Singto. Orangtuanya sedang mencari makan, sedangkan dia mengatakan akan menyusul. Setelah insiden semalam, Krist tidak bisa tidur dan tak berhenti berdoa. Krist menggamit tangan Singto dan menggenggamnya dengan erat. Krist tetap berdiri saat memandangi Singto yang masih tidur. Setetes air mata Krist jatuh menyentuh pipinya.

"Cepat sembuh, Singto," ucapnya pelan.

Selama beberapa menit Krist hanya memandangi Singto. Malam ini Krist harus pulang ke New York. Dia tidak membatalkan niatnya untuk pulang meskipun Singto sedang sakit.

"I think it's time to say goodbye."

Krist mengecup kening Singto cukup lama. Dia menarik diri dan menatap Singto sekali lagi sambil menyeka air matanya. Lalu, dia beranjak keluar dari sana. Pada saat Krist menutup pintu, dia melihat Toy. Ini saat yang tepat untuknya membicarakan sesuatu yang penting.

"Papa kok balik lagi?" tanya Krist.

"Dompet ketinggalan," jawab Toy.

"Kamu mau nyusul Mama? Mama ada di restoran seberang rumah sakit. Kamu duluan aja, nanti Papa susul."

Tales of Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang