Krist terkejut setengah mati. Kakinya langsung lemas. Detak jantungnya seakan berhenti selama beberapa detik. Habislah dia sekarang. Mook terkaget-kaget. Melihat dua orang itu jantungnya hampir lepas. Dia tidak pernah membayangkan mertuanya berciuman dengan putranya sendiri.
Toy mendesah kasar. Niat hati mengunjungi Krist bersama sang istri karena Mook terus mengeluh khawatir Krist pulang begitu saja, tapi dia justru menyaksikan pemandangan yang pernah dia lihat di perpustakaan rumah. Toy sudah terbiasa. Hanya saja tahu kalau Mook tidak terbiasa.
"Kalian kalo mau ciuman tuh lihat tempat dong," tegur Toy dengan spontan, tak sadar jika ucapannya berhasil membangkitkan sesuatu dalam diri Mook.
"Kamu bilang apa?" Mook melotot saat menatap Toy.
"Apa maksud kamu ngomong gitu? Kamu nggak kaget lihat mereka ciuman?"
Belum ada satu menit, Mook langsung mengerti. Toy mengatup mulut rapat-rapat. Mook mengalihkan pandangan pada Krist dan Singto.
"Kalian pacaran?"
"Kita nggak..."
Singto mengambil alih jawaban dengan menggenggam tangan Krist dan menatap Mook mantap.
"Saya sama Krist lagi tahap kencan."
"Apa?!"
Mook memekik semakin tidak percaya. Dia mengalihkan pandangan dengan cepat menatap Toy.
"Kamu tau soal ini?"
"Iya." Toy menjawab singkat.
"Dari kapan kamu tau?" cecar Mook.
"Udah lama. Satu bulan yang lalu."
"Dan kamu nggak bilang apa-apa sama aku tentang mereka?!" Suara Mook kian meninggi seiring urat-urat yang turut terlihat ketika marah menguasai.
"For God's sake! Harusnya kamu ngomong sama aku!"
"Mook, saya sama Krist..."
"Cukup! Kalian nggak boleh pacaran apalagi nikah. Saya nggak setuju!" potong Mook dengan kesal.
Toy sudah menduga Mook akan mengatakan hal ini. Apalagi Mook dengan terang-terangan memberi tahu bahwa tidak akan setuju saat ditanyakan mengenai hubungan semacam Singto dan Krist.
"Kok Mama gitu?" Krist menatap sedih.
"Kamu gila ya, Krist. Siapapun boleh asal bukan Papa Singto. Gila kamu!" Mook berbalik badan, meninggalkan tempatnya berpijak.
"Pa, saya harap Papa masih cukup waras untuk nggak dekat sama putra saya. Papa mertua saya, lho! Apa nggak ingat sama status itu?"
"Kalo aku cinta sama Singto, terus kami nggak boleh bersama?" sela Krist.
Singto melirik Krist. Kata-kata yang keluar dari mulut Krist membuatnya sedikit ingin berharap, bukan sebatas pertanyaan spontan karena ingin tahu jawaban Mook saja.
"Singto?" Mook menatap semakin tidak mengerti. Panggilan Krist kepada Singto terasa sangat natural. Tidak terdengar kikuk atau kaku.
"Singto? Kamu manggil dia Singto?"
"Iya. Aku sama Singto udah..."
"Jangan belajar gila kamu, ya, Krist! You can date anyone but not him. He's my father in law! For God's sake! Have you lost your mind?!" Mook kembali meninggikan suara kala menyela kalimat Krist yang belum sempat diutarakan.
"Ma, dengerin aku..."
"Stop it. Mama nggak mau dengar lagi. Jangan dilanjutin kencan atau apalah itu. Mama nggak akan pernah setuju. Kalian harus tau status kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of Destiny [On Going]
RomanceKrist Sangpotirat adalah seorang pria metropolitan. Dengan gaya kehidupan malam yang bebas, Krist sudah sangat sering melakukan one night stand dengan pria-pria tampan incarannya. Krist pikir melakukan one night stand dengan Singto Prachaya Ruangroj...