Krist pergi bersama ibunya berdua ke salah satu mall dekat rumah. Katanya Mook mau quality time jadi Krist tidak menolak. Krist membiarkan ibunya menjadikan lengannya untuk digandeng. Mereka mengelilingi mall, melihat-lihat pakaian dan tas yang menarik mata. Hasil dari pencarian keliling-keliling, mereka menentang masing-masing tiga paper bag.
"Ma, mau beli semua barang di toko? Capek nih keliling mulu," keluh Krist.
"Kalo bisa, kenapa nggak dibeli?" Mook nyengir.
"Mentang-mentang dikasih kartu tanpa limit sama Opa," cibir Krist.
"Gunain kesempatan selagi dikasih, Kit. Kamu tuh harusnya baik-baik sama Opa. Siapa tau dikasih uang jajan. Eh, tapi kamu udah gede. Ngapain juga dikasih jajan."
"Iya, iya."
Ibunya tidak tahu saja dia sudah pernah dijajani oleh Singto. Pergi berduaan dan tidur berdua sebagai bonusnya.
"Omong-omong, Mama mau kenalin kamu sama temannya Toy. Profesinya jaksa penuntut umum di pengadilan. Mau, ya? Mama udah lihat. Anaknya ganteng banget. Kece deh," ucap Mook, sambil tetap memilah pakaian yang ada di depan mata.
"Nggak mau. Buat apa sih nikah, Ma? Aku nggak nikah aja udah bahagia," tolak Krist mentah-mentah.
Dia menunjukkan wajah penuh ketidaksetujuan. Mook menukul lengan putra bungsunya.
"Kamu ini ya. Mau having sex doang sama orang asing dari hasil pencarian ons kamu? Kalo kenapa-kenapa aja baru tau rasa kamu!"
"Astaga! Mama tuh ngomongnya gitu banget." Krist berdecak.
"Seenggaknya kalo kamu nggak mau nikah, cari pacar deh. Mama takut kamu kesepian."
Krist memutar bola matanya malas.
"Mama, please... deh. Intinya aku nggak mau nikah. Mau Mama paksa sampai kiamat juga aku nggak mau nikah. Aku nggak punya waktu buat pacaran."
"Iya, nggak ada waktu pacaran, tapi ada waktu buat mesum," ejek Mook seraya mengambil kemeja bermotif bunga dengan warna dasar biru.
"Nih, kamu coba. Besok ada acara di rumah. Teman-temannya Papa datang. Pokoknya Mama akan tetap kenalin kamu sama sahabatnya Papa."
Krist malas berdebat. Dia mencoba baju yang dipilihkan ibunya. Setelah sudah dicoba, dia keluar dan melihat ibunya telah menunggu. Ibunya mengamati tampilannya.
"Coba muter," suruh Mook.
Krist berputar supaya ibunya dapat menilai. Mook mengusap dagunya seakan berpikir.
"Tato di punggung kamu kelihatan soalnya baju ini agak nerawang sih ya. Punggungnya agak kebuka."
"Terus mau ganti?"
"Nggak usah, ini aja. Besok kamu pake deh baju ini. Biar sahabatnya Papa tertarik lihat punggung kamu yang menawan itu," saran Mook.
Krist geleng-geleng kepala.
"Mama pasti gunain cara nakal buat pikat Papa Toy. Bisa-bisanya nyuruh aku pamerin punggung. Kalo kelamaan dipamerin bisa masuk angin, Ma."
"Mustahil banget kamu masuk angin. Kalo masuk angin tinggal kerokan." Mook menaikkan tangan ke udara dan mengibasnya berulang kali seakan mengusir putra bungsunya.
"Sana ganti lagi. Kita beli baju ini. Mama suka lihatnya. Kamu kelihatan manis dan fresh."
"Mama tau nggak kalo ngomong kayak gini mirip apa?"
"Mirip apa?"
"Mirip mucikari," kata Krist nyengir.
Sebelum disambit ibunya, Krist langsung berlari masuk ke dalam kamar ganti. Mook memukul pintu dengan gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of Destiny [On Going]
RomansaKrist Sangpotirat adalah seorang pria metropolitan. Dengan gaya kehidupan malam yang bebas, Krist sudah sangat sering melakukan one night stand dengan pria-pria tampan incarannya. Krist pikir melakukan one night stand dengan Singto Prachaya Ruangroj...