(Places we won't walk - bruno major)
"Naraya, ayo berangkat" kata ibu lembut setelah mengetuk pintu kamar
1 bulan setelah hari itu, total 17 orang terseret ombak. 15 siswa dan 2 wisatawan lain. 5 korban telah ditemukan, kecuali ke 12 siswa. Dhanis, jinan, yofie, juanda, jevan, angkasa, mahesa, adam, dimas, hanan, wildan, dan awan termasuk dari 12 siswa yang tidak ditemukan.
"Mau teh?" Tanya ibu, aku pun menggeleng
"Nara mau apa?" Sekali lagi, aku cuma menggeleng
"Yaudah, ayo berangkat" ajak ibu
Acara pelepasan 15 siswa, itu tempat yang kami hadiri.
Satu kata yang mewakilkan suasana disini, sakit.
Ibu sudah pergi ninggalin aku sesaat sampai disana dan langsung berlari ke arah mamah, ayah, sama bunda.
"Udah makan?" Livia diam tidak menjawab, begerak sedikit pun tidak
"Nangis aja" kata ku saat memeluk livia. Tangisannya pun pecah setelah beberapa saat aku memeluknya
"Aku minta maaf, seharusnya dengerin kamu" kata ku merasa bersalah
"Kakak gak salah" kata livia menggeleng. Aku pun menghembuskan nafas berat sambil menahan tangis
"Kata kak hanan kakak suka sok kuat padahal engga, jadi nangis aja ya kak" hanan benar, aku lemah. Air mata pun segera turun perlahan dari mata. Aku bukan tipe orang yang akan banyak bicara saat sedih, jika aku mulai berbicara yang ada hanya tangisan yang keluar.
Setelah 5 menit menangis bersama, aku pun melepaskan pelukan dan menyeka air mata. Hanan benar aku lemah, hanan juga benar aku sok kuat, tapi menangis tidak akan berarti apa apa.
"I know this will break your heart more but, juanda berencana nembak lo malem itu" kata ku setelah terdiam beberapa saat menemani lana.
"Sini, keluarin semua" kata gue sambil membuka tangan untuk memeluk lana.
Kaluna sebenarnya sedari tadi menemani lana, tapi dia pun sama lemahnya. Dia pergi dan menitipkan lana agar dia bisa menyendiri sesaat. Kaluna dekat dengan jinan, meskipun tidak ada hubungan spesial diantara mereka, tapi kaluna dan jinan sudah berteman dekat sejak sd.
"Berengsek banget lo juan, bisa bisanya lo ninggalin gue tanpa kepastian" kata lana disela sela tangisannya. Aku hanya diam, membiarkan lana mengeluarkan semua isi hatinya
"Nar, gue gak tau harus apa" tanya lana. Gimana mau jawab lana coba kalo aku sendiri gak tau harus apa
"Mending nyari angin dulu aja yok" ajak ku
"Lo kok bisa sih kuat?" Tanya lana
"Gue gak kuat, buktinya gue diem aja. Makin gue ungkit makin sakit hati gue, mending gue pendem" jawab ku. Lana pun izin pergi untuk mencari kaluna yang mungkin sekarang sedang membutuhkan pelukan
(Lose - niki)
Aku pun kembali ke ruang utama, dimana aku bisa melihat semua orang sedang bersedih.
Orang tua dari ke 12 korban pun terlihat menangis menatap ke arah foto putra putra mereka. Semua hadir, kedua orang tua kandung jevan pun hadir. Tapi kecuali satu orang, papah hanan. Aku masih tidak habis pikir dengan papah hanan, dia sudah kehilangan putra satu satunya dan masih tidak memedulikannya.Ada satu orang yang berdiri di depan foto awan, papah nya. Awan adalah anak tunggal yang sudah di tinggal ibunya, tidak terbayangkan sebagaimana terpuruknya papah awan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat untuk desember (END)
Fanfiction"Surat ini spesial, ia mempunyai tujuan. Dan semoga surat ini tersampaikan baik untuk penerimanya" Start:29-6-2021 End:21-10-2021 All credits belong too: @sfrnlia WARNING: kata kasar, perkalihan, masalah keluarga.