-chapter 14-
.
.
.
.Baskara awalnya memang urung untuk turun dari mobil setelah mengantar Nadia pulang. Lagipula perasaannya sekarang benar-benar campur aduk setelah ciuman singkat di lift. Tidak ada obrolan sama sekali di mobil, bahkan kehadiran suara penyiar radio kalah dengan kesunyian yang mereka ciptakan. Dada pria itu bergemuruh, entah karena berhasil membuat Nadia tertekan atau karena dirinya yang masih tak mampu mengontrol perasaan terhadap wanita itu.
"Bapak bilang mau langsung pergi?" Nadia baru bersuara ketika Baskara ikutan melepas sabuk pengaman ketika mereka tiba tepat di depan rumah.
"Saya ngerasa ada yang nggak enak sama mobil ini," kata Baskara, tak memedulikan raut wajah khawatir Nadia.
Baskara turun lebih dulu. Dari setengah perjalanan sampai di rumah Nadia, dia merasakan kendaraannya aneh dan benar saja. Ternyata ban belakang sebelah kiri mobilnya kempis. Sepertinya ia tadi melindas benda tajam. Baskara tak yakin membaca mobilnya dalam keadaan seperti ini untuk mengganti ban di bengkel.
"Bannya kempis?"
Baskara langsung menoleh ke arah sumber suara. Regan masih dengan kemeja putih body fit dan dasi biru laut serta jaket hitam yang membungkus tubuhnya, berdiri di samping Baskara.
"Mau saya bantu ganti?" tanya Regan. Namun pria yang sedang berlutut di depannya itu malah bergeming. "Sebelumnya, makasih udah antar Nadia pulang.
"Oh, iya. Sama-sama."
Baskara lagi-lagi terjebak dalam pikirannya. Sudah cukup lama dia tidak melihat pria itu. Sepertinya Regan hidup bahagia-bahagia saja selama ini. Melihat bagaimana Regan menatap dan berbicara padanya, Baskara yakin pria itu sama sekali tak tahu menahu mengenai insiden dirinya dengan Nadia beberapa waktu lalu.
"Bawa dongkrak dan ban serepnya, kan?" tanya Regan. "Lumayan parah bocornya."
Baskara mengangguk. "Thanks before. Dua-duanya ada di bagasi. Sebentar saya ambil."
Sambil menunggu Baskara, Regan melepaskan jaket dan mengendurkan simpulan dasi. Regan sampai rumah tepat pada saat mobil Baskara juga tiba. Nadia sudah masuk lebih dulu setelah dia menyapa singkat sang istri. Ada keanehan yang ia tangkap, dia bingung mengapa Nadia langsung buru-buru masuk tanpa mengucapkan terima kasih pada Baskara?
Karena begitu keduanya turun dari mobil, mereka tak lagi bertukar sapa. Baskara langsung mengecek ban mobilnya dan Nadia langsung melengos ke rumah.
"Ini, sih, nggak mungkin kena paku. Pasti lebih besar dan tajam dari itu," kata Regan, seraya membantu melepaskan ban yang bocor.
"Entah, saya juga nggak tahu. Pas di persimpangan itu udah mulai nggak enak tapi nanggung mau menepi juga masih hujan," ujar Baskara.
Mereka betul-betul bekerja sama dalam mengganti ban mobil Baskara. Jika tidak ada yang tahu tentang dendam Baskara terhadap Regan, orang-orang pasti akan mengira bahwa dua pria itu adalah sahabat yang akrab. Postur tubuh mereka bahkan cukup mirip, hanya saja Regan lebih tinggi dan kurus daripada Baskara. Wajah mereka sama-sama berkarisma, namun milik Baskara lebih tegas.
"Saya dengar Nadia hamil. Selamat, ya," ucap Baskara, begitu saja ketika mereka hampir selesai.
Regan menoleh sejenak untuk tersenyum. "Makasih banyak."
"How lucky you are," gumam Baskara.
"Kenapa?" Regan meletakkan kunci roda di tempat perkakas mini milik Baskara.
"Nggak apa-apa. By the way, apa kamu yang minta Nadia resign?" tanya Baskara.
Regan beranjak untuk berdiri lebih dulu. "Nggak, Nadia yang pengin. Dari awal dia emang nggak kerja. Jadi mungkin badannya nggak terbiasa, apalagi sekarang dia lagi hamil. Saya nggak mau maksa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Revenge, & Secret ✅
RomanceKematian Brenda menyisakan dendam besar bagi Baskara kepada Regan. Ketika akhirnya takdir mempertemukan Baskara dengan Regan, ternyata kehidupan pria itu jauh lebih baik dari yang dia duga. Semua semakin rumit ketika Baskara jatuh cinta kepada istri...