13. Bayangan

2.1K 336 60
                                    

-chapter 13-
.
.
.
.
.
⚠️ trigger warning ⚠️
*sexual harassment*

Saras menatap pria yang kini telah menguasai sofa miliknya. Pria itu sedang berselonjor sembari memangku cangkir berisi kopi dengan pandangan ke arah jendela tanpa gorden. Saras tidak bisa menebak apa yang sedang Baskara pikirkan. Wajah pria itu datar tanpa ekspresi ketika muncul di depan pintu rumahnya. Dibiarkan sahabatnya itu tenggelam dalam lamunan yang entah akan bertahan hingga kapan.

Wanita itu kembali berkutat di dapur untuk membuat makan malam. Namun sebesar apa pun Saras berkata jika dia tidak peduli dengan keadaan Baskara sekarang, dia tetap tak bisa mengabaikan rasa ibanya. Gerakan tangan Saras yang sedang mengiris zukini terhenti, kala mengingat percakapannya dengan Baskara tadi pagi di rooftop kantor.

"Nadia hamil, Sar," kata Baskara, seraya memandang hamparan langit luas. Satu tangannya memegang styrofoam cup berisi kopi dan tangan yang lain tersimpan di saku celana.

"Aku udah ngomong ke kamu kemarin soal itu. Aku udah minta dia lapor ke Intan," ujar Saras, lalu menyesap kopinya.

"Berarti selangkah lagi aku menang, kan? Tinggal buat Regan mengetahui ini semua dan aku akan dengan senang hati menonton kehancuran hidup dia," ucap Baskara. Tidak ada penekanan, intonasi suaranya tenang tidak seperti seseorang yang sedang membicarakan dendam.

"Aku penasaran, Bas. Apa hati kamu sekarang udah benar-benar lega? Setelah Regan tahu, bisa aja dia langsung menceraikan Nadia. Gimana dengan wanita itu? Karena biar bagaimana pun, Nadia nggak salah, Bas. Kemungkinan besar dia nggak tahu dosa suaminya," ujar Saras, sambil menoleh ke arah sahabatnya.

"Bukan urusan aku."

"Bas."

"Sar, kamu kira aku bakal lepasin Regan gitu aja setelahnya? Nggaklah! Dia harus tahu siapa aku dan alasan kenapa aku melakukan ini semua. Dia harus hidup di neraka setelah ini," sambar Baskara, tak peduli teguran Saras.

"Entah kenapa feeling aku, nggak cuma Regan yang setelah ini akan hidup di neraka," kata Saras, seraya meletakkan styrofoam cup-nya di pagar pembatas. "Tapi juga kamu, Bas."

Saras tidak menunggu jawaban Baskara lagi. Dia meninggalkan pria itu di rooftop bahkan tak bertegur sapa pada saat bertemu di lift. Dua jam setelah waktu pulang kantor, Baskara datang ke rumahnya tanpa berkabar lebih dulu. Saras tidak setega itu untuk mengusir Baskara, jadi dia mempersilahkan pria itu masuk tanpa banyak berkata.

"Mereka bahagia di atas penderitaan aku."

Suara Baskara menyita perhatian Saras. Wanita itu meletakkan pisau dan berjalan ke arah sofa. Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Baskara jalan terlalu jauh didorong dengan dendamnya.

"Regan. Bukan mereka. Tujuan kamu hanya Regan, Baskara."

Baskara menggeleng. "Mereka satu paket dan untuk menghancurkan Regan, aku juga harus menghancurkan Nadia. Begitu pun sebaliknya."

"Baskara."

Pria itu kini berbalik, menatap sahabatnya dengan raut penuh sendu.

"Katanya, kalau mau jadi penjahat nggak boleh ragu, Sar. Mengobarkan satu orang, nggak akan berarti apa-apa. Aku nggak tahu usiaku sampai kapan. Kalau sampai aku mati dan masih bawa dendam Brenda, aku nggak akan kuat," tutur Baskara, suaranya rendah namun menyakitkan untuk didengar.

Saras mengusap lengan Baskara. "Dendam Brenda .... atau dendam kamu?"

Pria itu terdiam. Lama kelamaan, genangan air terlihat di mata Baskara. Memang dia sudah tidak bisa lagi membedakan apa yang sedang ia lakukan ini untuk dendam adiknya atau justru dirinya? Baskara merasa bias.

Love, Revenge, & Secret ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang