5. Permulaan

2.5K 330 34
                                    

-chapter 05-

.
.
.
.

"Ibu beneran nggak mau ikut?" tanya Nadia, seusai menghadiri rapat yang menjadi tujuan mereka ke Bandung.

Saras menggeleng. "Kalian aja, tapi ingat jangan pulang malam-malam."

Baskara yang mendengar ucapan Saras malah tertawa. "Emang kita anak kamu?"

Saras berdecak namun gadis itu tak menjawab lagi, sebab ia temukan binar bahagia dari mata sahabatnya. Wanita itu tak mau jadi penghambat rencana Baskara meski sebenarnya ada banyak kekhawatiran yang ia pendam. Tahu bahwa segala sesuatu kadang tak selalu berjalan sesuai ekspektasi, membuat Saras bingung harus bagaimana dia menempatkan diri agar Baskara tepat mencapai tujuannya supaya pria itu puas tanpa harus menyakiti banyak pihak, terutama Nadia.

Sebagai sesama wanita, Saras beberapa kali sebal dengan Baskara. Pria itu terkadang melihat Nadia seperti pion pada bidak catur. Hanya sekadar mainan dan Nadia yang polos tidak akan sadar atas permainan Baskara.

"Hati-hati," ucap Saras, pada Baskara sebelum memasuki lift hotel.

"Ayo, Nad."

Keduanya berjalan beriringan hingga ke parkiran. Baskara ingin membawa Nadia ke kedai bakmi paling enak yang pernah ia temukan di Braga lalu mengajak wanita itu menghabiskan waktu santai ke daerah Dago sambil minum teh. Dia memang sudah gila menyusun rencana seperti orang liburan padahal sedang bekerja, ia lakukan ini semua hanya untuk menyita waktu Nadia bersamanya.

"Kita makan dulu, ya, Nad," kata Baskara, ketika mereka sudah duduk di mobil.

Nadia mengangguk. Saat wanita itu hendak mengenakan safety belt, dia tersentak dan langsung memalingkan wajah keluar jendela ketika melihat Baskara dengan santainya melepas satu per satu kancing kemeja putihnya.

"Ba .. Bapak ngapain?" tanya Nadia, pelan.

Gerakan Baskara pun terhenti. "Ah, ini. Saya cuma mau lepas kemeja soalnya pasti nggak enak jalan-jalan pakai setelan formal gini. Tenang aja, saya pakai kaus biasa kok."

Wanita itu pun menghela napas lega. "Oh iya, Pak."

Baskara sempat mempertahankan posisinya yang menoleh ke arah Nadia beberapa detik sementara wanita itu masih membuang pandangan keluar jendela.

"Suami kamu nggak marah istrinya keluar kota mendadak gini?" tanya Baskara, seraya melepaskan kemeja dari lengannya.

"Nggak kok, Pak. Suami saya selalu support," kata Nadia, membuat Baskara ingin mencibir karena tempo hari jelas-jelas Regan bersikap sebaliknya.

"Kelihatannya gitu." Baskara menarik kaus putihnya keluar celana agar terlihat lebih santai. "Udah, nih. Kita jalan, ya."

"Iya, Pak."

Baskara menikmati setiap sudut kota Bandung sejak keluar dari hotel hingga terjebak macet sejenak di perempatan menuju Braga. Entah mengapa kota ini selalu menjadi tempat ternyamannya dalam keadaan apa pun. Pasca perginya Brenda, Baskara rehat dari rutinitas dan tinggal di Bandung selama satu bulan. Meski dia tetap tidak melakukan apa-apa, namun hatinya cukup tenang dan terkontrol.

"Kamu beneran belum pernah keluar kota, Nad?" tanya Baskara.

Nadia mengangguk. "Belum pernah. Tapi mungkin waktu kecil pernah."

Baskara jadi penasaran, bagaimana kehidupan Nadia sebelum ini? Dia merasa wanita itu seperti terisolasi, namun oleh apa itu yang dia tidak tahu. Banyak hal-hal sederhana yang membuat wanita itu bahagia. Apa Regan nggak pernah sekali pun bawa Nadia keluar Jakarta bahkan keluar rumah?

Love, Revenge, & Secret ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang