4. Kekhawatiran

3.1K 351 40
                                    

-chapter 04-
.
.
.
.

"Nad! Nad! Lihat Mas, buruan!"

Panggilan Regan yang terdengar mendesak membuat Nadia segera meninggalkan aktivitasnya di dapur. Dia cepat-cepat mendatangi suaminya yang sejak tadi pagi ada di teras untuk berjemur. Langkah wanita itu terhenti seketika saat mencapai ambang pintu utama, dilihatnya Regan yang tengah berdiri tanpa kruk dan tersenyum gembira padanya.

"Nad."

Dia tahu apa yang membuatnya begitu terharu sekarang. Melihat kembali senyuman paling indah yang sempat absen beberapa bulan dalam hari-harinya, membuat Nadia begitu bahagia. Tetapi ada sebagian perasaan sedih saat Nadia menyadari perkembangan Regan begitu cepat dan dia seperti melewatkan satu per satu usaha suaminya untuk pulih.

"Nadia?"

Kini tercatat dia hanya tiga kali menemani Regan fisioterapi sejak diterima sebagai pegawai tetap dua bulan yang lalu. Nadia yakin, Regan pasti sering berlatih sendiri di rumah. Beberapa malam yang lalu, dia temukan luka lebam di lengan dan lutut suaminya yang Nadia asumsikan akibat terjatuh saat berlatih berdiri dan berjalan.

"Mas udah bisa berdiri tanpa kruk," ucap Nadia, pelan.

Regan mengangguk cepat. "Lihat, deh, Nad. Mas juga udah bisa jalan pelan-pelan, lho. Tapi baru bisa di tanah yang datar."

Nadia tersenyum dan menghampiri Regan kemudian memeluk pria itu dengan hati-hati agar Regan tidak kehilangan keseimbangan. "Mas hebat banget, ya."

Regan membalas pelukan lembut istrinya meski sedikit ragu dan siap bila mereka jatuh bersama namun diluar dugaan, kakinya bisa menopang lebih kuat dari yang ia pikirkan. Dan untuk pertama kalinya, dia bisa memeluk Nadia lagi dengan tubuh yang menjadi tumpuan wanita itu.

Berbulan-bulan Regan dihantui ketakutan tak bisa menjadi suami yang baik untuk Nadia. Dia takut tak bisa bertanggung jawab atas perannya sebagai suami dan membuat Nadia sengsara. Regan tak ingin ingkar janji, dia ingin membahagiakan istrinya seperti yang telah ia janjikan pada wanita itu empat tahun yang lalu.

"Mas Regan, aku lupa!" Nadia segera melepaskan pelukannya.

"Ada apa?" Regan ikut panik karena gerakan Nadia yang cepat.

"Aku, kan, lagi masak," ujar Nadia, heboh. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran namun suaminya malah tergelak. Regan mendekati wajah wanita itu dan mendaratkan sebuah kecupan tepat di bibir Nadia.

"Ya, udah. Yuk, masuk!" Regan merangkul istrinya.

"Mas nggak boleh cium aku di depan rumah kayak gini, nanti kalau dilihat tetangga gimana?" kata Nadia, pelan sambil menyentuh bibirnya.

Regan terkekeh. "Jarang-jarang juga kok."

Nadia menuntun suaminya melangkah demi langkah. Meski pelan dan tetap berhati-hati namun perkembangan Regan berhasil membangun suasana hatinya menjadi lebih berbunga. Jika Regan sudah benar-benar bisa berjalan normal, dia akan mengajak suaminya pergi ke tempat kencan favorit mereka lagi. Sudah lama rasanya tidak menikmati waktu bersama di luar rumah.

"Mas bisa kok jalan sendiri dari sini," kata Regan, saat dia menemukan dinding rumahnya sebagai pegangan untuk membawanya ke ruang tengah dan membiarkan Nadia lebih dulu pergi ke dapur untuk mengurus masakannya.

Pria itu duduk di sofa panjang berukuran sedang. Keberanian membutuhkan tenaga yang luar biasa. Dia berharap Nadia lebih cepat menyelesaikan sarapan mereka. Regan memejamkan mata sembari menikmati aroma masakan Nadia dan gerutuan wanita itu karena ternyata masakannya tak sesuai harapan. Kedua sudut bibir Regan terangkat, membayangkan betapa lucunya Nadia yang kesal karena aroma gosong yang ia hirup saat ini.

Love, Revenge, & Secret ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang