-chapter 21-
.
.
.
.Regan tahu ini tidak akan mudah, tapi setidaknya secercah harapan itu telah muncul untuk dirinya dan Nadia. Beberapa bulan lalu Regan menghabiskan waktu untuk mendata beberapa konselor yang akan ia datangi bersama Nadia. Ada beberapa kontak komunitas penyintas pelecehan seksual yang masih tersimpan. Namun, Regan ingin Nadia mendapatkan penangan dari profesional langsung. Jadilah pria itu memilih seorang psikolog senior yang sering wara-wiri di dunia feminisme dan rajin memberikan edukasi mengenai kesehatan mental di media sosial.
Kondisi Nadia belum pulih sepenuhnya. Sesekali wanita itu masih sering mendapat mimpi buruk, tapi keinginan untuk mengakhiri hidup sudah benar-benar tidak ada. Perlahan-lahan Nadia bisa melihat bukti dari ucapan Regan bahwa dunia akan terus berjalan baik-baik saja ketika mereka bersama. Meski Regan sendiri belum menemukan istrinya yang dulu.
"Jadwal konseling berikutnya kapan, Nad?" tanya Regan, ketika dia melihat buku pasien dengan nama sang istri dari rumah sakit ibu dan anak. Pria itu duduk di tepi ranjang, mengusap perut Nadia yang membesar.
"Minggu depan. Aku disuruh isi kertas gitu, ada banyak pertanyaan. Cuma baru isi setengah," kata Nadia. Pada konseling kelima, dia sempat meminta obat tidur untuk meredakan mimpi-mimpi buruk yang mengganggu dirinya. Namun, Dokter Vina malah memberikannya sebuah kertas berisi kolom-kolom yang harus ia isi dan dikumpulkan pada konseling berikutnya.
"Diisi aja pelan-pelan, ya," ujar Regan. Dia memberi usapan yang lebih sering di bagian sang calon buah hati bergerak hingga memberikan tonjolan halus di permukaan perut Nadia. Dua bulan lagi, jantung hatinya akan lahir ke dunia.
Nadia mengangguk, tapi sepertinya malam ini dia ingin tidur lebih awal. Sejak usia kandungannya memasuki bulan keenam, Nadia jadi cepat lelah dan mudah tidur di mana pun. Namun, anehnya setiap Nadia ketiduran secara tidak sengaja, mimpi itu tidak pernah ada. Hal tersebut membuat Nadia kadang sengaja memacu tenaganya agar lelah dan bisa tidur tanpa memikirkan apa pun.
"Aku mau tidur. Mas usap-usap perut aku, ya. Jangan berhenti sampai aku pulas," ujar Nadia, seraya mengambil posisi tidur. Regan tersenyum dan beranjak ke ranjang untuk berbaring di sisi istrinya.
"Sini lebih dekat." Regan mengangkat kepala Nadia menjadi lebih dekat ke dadanya. Pria itu memeluk Nadia dari belakang, jari-jari mengusap lembut perut Nadia yang ditutupi piyama. Sesekali dia bisa merasakan gerakan calon putrinya.
"Mas."
"Iya?"
"Gimana kalau habis konseling berikutnya, aku nggak usah datang lagi?"
"Kamu nggak nyaman sama Dokter Vina?" Regan bertanya balik.
Nadia menggeleng samar. "Bukan. Aku nggak merasa ada perubahan. Aku juga tetap mimpi buruk. Tapi, aku juga nggak tahu mau gimana kalau udah nggak konseling lagi."
Regan memang menyadari itu. Ini bukan masalah dengan psikolog atau konselornya, tapi Regan berasumsi jika Nadia memang belum benar-benar fokus. Regan juga tidak bisa memaksa istrinya untuk segera pulih karena pasti sulit bagi Nadia berdamai dengan masa lalu yang kelam itu. Ditambah kehamilan sang istri juga memengaruhi hormon Nadia.
Pada akhirnya tujuan Regan memberikan konseling bagi Nadia hanyalah untuk mengisi waktu wanita itu saja. Agar Nadia punya kegiatan di luar rumah, supaya Nadia bisa melihat kehidupan luar setelah berbulan-bulan di rumah karena takut bertemu Nino atau Baskara. Regan masih ingat kondisi Nadia yang langsung drop saat Baskara lancang datang untuk meminta maaf tanpa izin darinya.
"Lagian cuma buang-buang uang. Aku bisa baik-baik aja tanpa ke psikolog kok, Mas," ujar Nadia, lagi.
Regan membenamkan wajahnya di tengkuk Nadia. "Nggak ada yang buang-buang uang. Itu untuk kesehatan kamu dan kalau memang kamu merasa udah nggak nyaman, nggak apa-apa. Nanti Mas cari cara lain buat kamu healing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Revenge, & Secret ✅
RomanceKematian Brenda menyisakan dendam besar bagi Baskara kepada Regan. Ketika akhirnya takdir mempertemukan Baskara dengan Regan, ternyata kehidupan pria itu jauh lebih baik dari yang dia duga. Semua semakin rumit ketika Baskara jatuh cinta kepada istri...