-chapter 22-
.
.
.
.Langkah kaki Regan terhenti tepat sebelum tumitnya menginjak anak tangga. Genggaman pada bunga mawar putih di tangannya semakin menguat. Regan tidak tahu apa yang membuat tubuhnya kaku dan tegang dalam waktu bersamaan. Padahal dia datang atas keputusan sendiri, tapi mengapa Regan seperti merasa terusik ada di sini?
Krematorium Bunga Abadi
Regan memandang papan nama besar itu cukup lama. Saat dia membuka sharing location dari Baskara, tempat inilah yang dituju. Sesaat pria itu mulai berasumsi. Bagaimana jika Baskara sengaja ingin bertemu di krematorium agar dirinya tidak leluasa ketika ingin memukul pria itu? Bagaimana jika Baskara hanya ingin dikasihani dan dimaafkan secara terpaksa oleh dirinya?
Bagaimana jika ...
Tidak. Regan tidak mampu berpikir hal lain lagi. Tidak mungkin Baskara mengacau di rumah Brenda. Melihat bagaimana pria itu susah payah balas dendam kepadanya walaupun salah sasaran, membuat Regan yakin bahwa memang Baskara mencintai gadis itu dengan sangat tulus.
Pasti kemarahan Baskara sama sepertinya kepada Nino.
"Apa saya harus masuk?" Regan bertanya. Semilir angin menebus wajahnya yang belakangan mulai kurang tidur akibat frekuensi lembur yang semakin sering.
Semakin lama dia menatap nama tempat di hadapannya, semakin sesak dan berkeliaran ingatannya ke masa lalu. Regan mengembuskan napas dengan sedikit kasar. Regan harus bertanggung jawab atas keputusannya, meski yang ingin dia temui dia akan pernah muncul di depannya.
Regan melanjutkan langkah dengan hati yang mantap. Aroma bunga dan bau dupa menusuk indera penciuman pria itu. Ruangan besar tersebut berbentuk persegi enam. Masing-masing sisi memiliki 72 slot tempat abu. Regan mengitari seluruh penjuru dengan netranya dan berhenti ketika melihat seorang pria dengan kemeja hitam berdiri di sisi serong kiri dari tempatnya berpijak.
Baskara Nolan.
Regan tidak pernah bisa menahan emosi setiap mendengar apalagi melihat pria itu. Namun, siapa sangka jika Baskara juga ada di posisinya selama ini? Dengan luka yang jauh lebih dalam dan menyakitkan. Regan bisa memahami itu, akan tetapi seumur hidup dia tak akan pernah memaafkan apa yang Baskara lakukan secara sengaja terhadap Nadia.
Tak akan pernah.
"Oh, hai, Regan. Makasih udah meluangkan untuk datang." Baskara menoleh hingga dua kali untuk memastikan apa yang dia lihat benar-benar Regan atau bukan. Pria itu hanya diam saat kaki Regan melangkah mendekat.
Apa gue bakal dipukul? Apa Regan akan meneriaki gue sebagai pemerkosa istrinya? Apa Regan akan mengakui itu semua di depan Brenda dan membuat gue sama menjijikkannya dengan pemerkosa adik gue sendiri?
"Di mana saya bisa taruh ini?" Namun, alih-alih menarik kerah kemeja dan melempar dirinya ke lantai, Regan justru menatapnya dengan datar sembari mengacungkan beberapa tangkai bunga mawar putih.
Baskara sedikit lega. Dia membuka pintu kaca dari slot tempat abu Brenda dan mempersilakan Regan untuk menaruh di vas bunga yang tersedia di sana.
"Kenapa mawar putih?" tanya Baskara, begitu saja.
Regan mengangkat bahu. "Cuma warna itu yang terlintas setiap saya mikirin dia."
"Kamu masih suka mikirin adik saya?"
"Dulu."
"Kenapa?"
Regan membetulkan tangkai bunga yang tersangkut di dalam vas bunga, kemudian dia kembali ke tempat semula. Bingkai kecil di sudut kanan membuatnya terdiam. Ada foto gadis yang nyaris telah pudar dari ingatannya. Rasanya Regan belum pernah melihat Brenda tersenyum selepas itu sewaktu hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Revenge, & Secret ✅
RomanceKematian Brenda menyisakan dendam besar bagi Baskara kepada Regan. Ketika akhirnya takdir mempertemukan Baskara dengan Regan, ternyata kehidupan pria itu jauh lebih baik dari yang dia duga. Semua semakin rumit ketika Baskara jatuh cinta kepada istri...