Fatimah tahu, apa yang ia lakukan tidaklah benar. Permintaan nya pada Hamzah agar menyetujui rencananya adalah kesalahan yang besar. Tapi untuk sekarang ia sudah tidak bisa apa-apa lagi. Semuanya sudah terjadi. Hamzah sekarang sudah dijodohkan dengan kakaknya, dan walau begitu, ia sudah tidak bisa lagi menarik semuanya untuk kembali seperti awal.Mungkin, mungkin suatu saat nanti Fatimah memang akan menyesal, namun Fatimah yakin, ini adalah jalan terbaik.
Memilih berdiam diri dikamarnya, mungkin ditemani dengan beberapa air mata yang menetes membuat kedua pipinya basah. Juga sedikit ada rasa sesak dihati dan pikiran yang berkecamuk. Apa pilihannya sudah tepat? Apa yang ada didalam pikirannya sudah benar? Apa Fatimah berniat untuk melepas Hamzah? Dan mungkin jawabannya ... Iya.
Fatimah siap untuk melepas Hamzah dengan Aisha, Fatimah akan berusaha untuk melepas Hamzah agar bersama Aisha hingga mereka akan bahagia.
Bagiamana Abi dan Uminya yang terlihat begitu bahagia, kak Yasinta sampai mendiamkan dirinya dikamar demi Abi dan Umi juga, tentu semuanya demi Mbak Aisha juga. Maka Fatimah, tidak mau mengacaukan kebahagiaan mereka semua. Tidak apa jika pada akhirnya Fatimah yang menderita dan harus bisa merelakan. Jujur, bagiamana Umi yang senang dengan Hamzah, dan Umi merasa Hamzah adalah pasangan yang pas dan cocok untuk Aisha, membuat dirinya tidak tega, jikalau harus merusak semuanya.
Suara deru mesin mobil dibawah terdengar, apa keluarga dari Hamzah akan segera pulang?
Fatimah langsung berjalan mengarah jendela dengan kedua tangan yang sibuk menghapus sisa air matanya. Dilihatnya dari sana, kedua orang tua Hamzah tengah berbincang dengan Abi dan Uminya sebelum mereka pergi. Dan yang menjadi titik penglihatan Fatimah saat ini adalah, bagaimana Hamzah berdiri diantara mereka. Terlihat sekali tidak ada raut kebahagiaan sedikitpun diwajah Hamzah, tapi lelaki itu seperti memaksakan untuk tersenyum.
Fatimah merasa sangat bersalah, disini bukan hanya dirinya yang bersedih, tapi disisi lain, Hamzah juga. Bagiamana pun, Hamzah juga tak mau mempermainkan kesalahpahaman seperti ini, dan membuat mereka tidak bahagia.
Ceklek
Pintu kamar yang terbuka membuat Fatimah menoleh.
"Fatimah," panggil Yasinta, kembali menutup pintunya dan perlahan berjalan mengarahnya yang masih berdiri ditempat jendela.
Terlihat ada raut wajah sendu yang terhias pada kakaknya itu, sepertinya ada yang ingin kakaknya sampaikan, mungkin. Dan sudah jelas, Fatimah bisa menebak apa yang ingin kakaknya katakan.
"Kenapa?"
Pertanyaan langsung terlontar dari bibir Yasinta untuk adiknya yang hanya diam saja, melihat ke arahnya dengan senyuman yang seperti tidak ada apa-apa.
"Bicaralah Fatimah," pinta Yasinta.
Fatimah masih diam, tersenyum pada kakaknya.
"Tidak apa, Abi dan Umi hanya salahpaham." Itulah yang keluar dari bibir Fatimah.
"Lalu?"
"Mas Hamzah akan tetap dijodohkan dengan Mbak Aisha, kak Yasinta tak perlu khawatir. Perjodohan akan tetap terjadi. Umi dan Abi pasti senang, sekarang mereka tak perlu lagi mencarikan jodoh untuk mbak Aisha, mas Hamzah sudah ada sekarang." Lanjut Fatimah.
"Lalu bagaimana denganmu?" Tanya Yasinta, "mengapa Abi dan Umi juga tidak bilang padaku, jikalau Hamzah adalah tamu yang akan datang kerumah ... Kakak akan bilang pada Abi, Abi dan Umi harus tahu yang sebenarnya," ucap Yasinta berbalik untuk pergi.
"Tunggu Kak Yasinta. Jangan, kumohon." Pinta Fatimah langsung mencegah Kakaknya. "Kumohon jangan, Abi dan Umi bahagia, mereka senang dengan perjodohan ini. Mbak Aisha kini juga tak perlu khawatir lagi, sekarang mbak Aisha sudah mendapatkan jodohnya."
"Fatimah, tidak kah kamu tahu apa yang telah kau lakukan? Kau membiarkan semuanya terjadi. Kau mebiarkan kesalahpahaman ini. Dan apa kau tahu, bukan hanya kamu yang nantinya akan tersakiti, melainkan Dokter Hamzah, juga mbak Aisha." Ucap Yasinta hampir marah.
Fatimah mengangguk, perlahan kepalanya juga menunduk.
"Fatimah tahu kak. Tapi mungkin ini yang terbaik." Fatimah kembali mengangkat wajahnya untuk menatap sang kakak, "kakak tahu, selembar daun saja, sudah Allah rencanakan akan jatuh kapan, dan dimana. Begitu pula kejadian yang sekarang kita alami. Mungkin menurut kita, ini adalah kesalahpahaman. Tapi mungkin bagi Allah, ini semua sudah dituliskan dalam takdir. Percayalah kak, Allah sudah memilihkan jodoh yang terbaik untuk Mbak Aisha."
"Fatimah," panggil Yasinta lirih, tidak ada lagi kemarahan yang tadi hendak menguar, sekarang, Yasinta merasa iba pada adik pertamanya.
"Kak Yasinta tenang saja, Fatimah tidak apa-apa. Dan tolong, tolong kak Yasinta jangan beritahu Abi ataupun Umi, jangan biarkan Abi dan Umi tahu tentang sebenarnya." Ucap Fatimah sangat berharap.
Yasinta hanya diam tak bergeming selama beberapa saat, lalu sebuah gumaman terdengar.
"Jika saja tadi kakak tidak diam dikamar karena permintaan Abi dan Umi, semuanya pasti tidak akan begini Fatimah. Mungkin tadi, kakak bisa meluruskan kesalahpahaman ini. Jika ada yang kakak sesali, kakak sangat menyesal membiarkan kesalahpahaman ini terjadi seperti ini. Tapi kakak akan menghargai apa yang menjadi keputusanmu," setelah berkata seperti itu, Yasinta berbalik dan berjalan keluar dari kamar Fatimah.
Jika saja, tapi itu hanya kata jika, sekarang kata itu sudah tidak bermakna apa-apa lagi. Karna kita tidak bisa merubah apa yang sudah terjadi.
Mungkin, Allah juga menginginkan semuanya terjadi seperti ini, mungkin Allah menginginkan Hamzah untuk Aisha, sehingga membuat Yasinta diminta untuk berdiam dikamar oleh Abi dan Umi. Mungkin semuanya memang sudah Allah atur, hanya kita saja yang tidak menyadari itu semua.
Drrtttt
Fatimah melihat ponselnya yang berada diatas kasur menyala, juga disusul dengan adanya suara getaran yang menandakan panggilan. Segera Fatimah berjalan meraih ponselnya. Cukup terkejut ketika melihat nama laki-laki yang sedari tadi dipikirannya tertera dilayar ponsel. Jari Fatimah menekan tombol hijau untuk mengangkatnya, kemudian ia dekatkan ponselnya tepat pada telinganya.
"Assalamualaikum," karna tidak kunjung ada suara dari sebrang, maka Fatimah yang pertama membuka suara.
"Waalaikum salam," jawab disebrang sana.
Hening, keduanya sama-sama terdiam begitu lama, membiarkan satu sama lain mendengar setiap embusan napas mereka.
"Mendekatlah pada jendela," pinta Hamzah setelah sekian lama mereka saling diam.
Kedua kaki Fatimah melangkah berjalan mendekati jendela kamarnya, menuruti apa permintaan Hamzah. Tak lama dari itu, sebuah mobil yang berada tak jauh dari halaman rumahnya, dengan posisi jendela mobil sang pengemudi terbuka hingga samar-samar Fatimah dapat melihat orang didalamnya. Ternyata Hamzah belum pulang, ia masih berada tak jauh didekatnya.
Kejadian serupa juga terjadi pada Hamzah, kini ia dapat melihat dari dalam mobilnya, tepat dilantai dua rumah Fatimah. Disana, dibalik jendela kamar, berdiri seorang perempuan dengan memegang telpon ditangan kanannya yang diletakan didekat telinga. Samar-samar Hamzah dapat melihat wajah Fatimah dari terangnya kamar itu.
"Sekarang bagaimana?"
Itulah yang fatimah dengar dari Hamzah, sebuah pertanyaan yang Fatimah sendiri tidak tahu jawabannya.
"Kita bertemu besok, jam tiga sore, ditaman biasa," ucap Fatimah dengan tenang, dan suara halusnya yang mampu membuat Hamzah merasakan sakit yang memdentum hatinya.
Tak lama, suara Fatimah yang mengucapkan salam diikuti dengan putusnya sambungan mereka secara sepihak, membuat Hamzah menatap hampa, ke arah kaca jendela Fatimah yang sekarang sudah tertutup gorden oleh sang pemiliknya.
Untuk beberapa menit Hamzah masih berdiam lama disana dengan mobilnya, hingga pada akhirnya, laki-laki berkemeja navi itu menyalakan mesin mobilnya dan memutuskan untuk pulang.
****
Write 24°Oktober°2021
1109 Words•By°AtnisDisGrace°
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihan Abi°END°
Poetry"Cinta itu belajar untuk menerima, apa yang sudah diberikan pada kita, terima saja. Mungkin itu yang terbaik dari yang terbaik, setidaknya kita sudah menerima" Aisha Alfiah. **** "Cinta tak perlu batasan, tapi cinta memerlukan waktu, juga proses yan...