Seperti yang sudah Fatimah katakan waktu ditelpon, Hamzah kini berjalan menginjak rerumputan taman yang terawat juga bersih. Terlihatnya sosok perempuan yang memakai pasmina hitam duduk membelakangi, diatas kursi kayu bercat coklat. Hamzah berniat menemui Fatimah untuk membicarakan kesalahpahaman yang terjadi.Fatimah sedikit menoleh kesamping ketika mendapati Hamzah yang kini ikut duduk disebelahnya, dengan tenang dan tatapan mengarah lurus kedepan.
"Kukira kau tak akan datang," ucap Fatimah, mengingat dirinya sudah setengah jam menunggu sendirian dikursi taman.
"Maaf, dirumah sakit sedang sedikit sibuk tadi," balas Hamzah menjelaskan.
Fatimah mengangguk pelan sebagai tanggapannya, menatap lurus kedepan sama seperti Hamzah.
"Sekarang bagaimana?" Pertanyaan yang sama kembali terulang dari Hamzah.
Fatimah menoleh kesamping, yang dimana ternyata Hamzah juga sedang menatap ke arahnya.
"Aku sudah mengambil keputusan," ucap Fatimah membuka suara, dan kembali menatap ke depan, hembusan napas terdengar sebelum kembali berbicara, "kurasa kita tidak boleh lagi berhubungan, mengingat sekarang, status mas Hamzah sudah resmi akan dijodohkan bersama Mbak Aisha."
"Tidak!" Seru Hamzah tak terima, "Fatimah," panggil Hamzah dengan nada lembut, "kamu gak bisa ambil keputusan sepihak seperti itu, dan aku, aku gak akan menerima perjodohan itu, aku akan menolaknya dan akan kucoba untuk bicara pada semuanya." Ucap Hamzah.
Fatimah yang mendengar seruan tak terima dari Hamzah segera menoleh dan menatapnya.
"Gak bisa. Mas gak boleh nolak perjodohan ini, Fatimah mohon. Jika perjodohan ini sampai kembali batal seperti sebelum-sebelumnya, maka Abi dan Umi akan sangat sedih, apalagi Mbak Aisha. Fatimah merasa tak tega pada Mbak Aisha jika perjodohan untuk kesekian kalinya kembali batal. Ku mohon, mas tolong mengerti," ucap Fatimah.
"Dan apa kamu tak mengerti dengan perasaan kita? Bagaimana dengan perasaan ku? Dan bagaimana dengan perasaan mu sendiri? Apa kau mengerti fatimah?" Tanya Hamzah.
Fatimah terdiam, tidak bisa menjawab apa yang baru saja Hamzah ucapkan. Matanya untuk sesaat tertutup dan menarik napas agar memberikan ketenangan pada hatinya.
"Ku harap Mbak Aisha akan segera bertemu dengan jodohnya," kedua mata Fatimah kembali terbuka setelah mengatakan kalimat itu. Dilihatnya tatapan Hamzah yang memamdang dirinya sedikit bingung.
"Coba ingat baik-baik kalimat itu mas," ucap Fatimah sangat lembut, "mas pernah bilang kalimat itu di telpon, tak lama setelah perjodohan Mbak Aisha gagal, dan membuat niat baik mas Hamzah untuk datang kerumah diundur, mas ingat bukan?" Tanya Fatimah.
Ku harap Mbak Aisha akan segera bertemu dengan jodohnya.
Hamzah samar-samar mengangguk, ia ingat pernah mengatakan itu disambungkan telpon. Lalu apa hubungannya?
"Tanpa kita sadari, ucapan mas Hamzah waktu itu, dikabulkan oleh Allah. Semua itu terbukti, tak lama dari itu, Mbak Aisha kini sudah bertemu dengan jodohnya, dan jodoh yang dimaksud disini adalah ... Mas Hamzah sendiri." Jelas Fatimah.
"Apa?"
Hamzah memandang Fatimah tak percaya, mengapa perempuan dihadapannya bisa berkata demikian?
"Tidak. Ini adalah kesalahpahaman yang harus segera kita luruskan Fatimah. Semua itu tidak ada hubungannya dengan ucapan ku waktu itu," ucap Hamzah bersikeras.
"Ada mas, semua itu ada hubungannya. Allah sudah mendengar sendiri ucapan mas Hamzah kala itu, dan kini Allah telah mengabulkannya. Jodoh mbak Aisha yang mas Hamzah sendiri katakan waktu itu, adalah mas sendiri. Tanpa kita sadari, sebenarnya Allah sudah merencanakan ini semua. Kedatangan mas Hamzah kerumah dan kesalahpahaman yang terjadi itu bukanlah suatu kebetulan, melainkan Allah sendiri yang sudah merencanakan." Balas Fatimah.
"Coba mas renungkan. Pikirkan baik-baik apa yang terjadi pada kita. Dan satu hal yang baru kita sadari lagi adalah, perjodohan Mbak Aisha yang selama ini selalu gagal, itu karna jodoh yang sudah Allah siapkan untuk mbak Aisha adalah mas Hamzah. Bukan para pemuda yang selama ini datang kerumah yang sudah dipilihkan Abi,"
Hamzah masih diam, memikirkan setiap kalimat yang terdengar dari Fatimah. Hatinya benar-benar menolak untuk mencerna setiap kalimat yang Fatimah ucapkan.
"Lalu maksudnya, aku harus menerima perjodohan ini? Dan menjadi pasangan Mbak Aisha? Saudari kamu sendiri Fatimah," ucap Hamzah memberikan pertanyaan.
Fatimah mengangguk pelan dan membuat Hamzah memalingkan wajahnya ke sisi lain.
"Tapi aku tidak pernah mencintai Mbak Aisha, Fatimah. Lalu bagaimana bisa aku menerima perjodohan ini? Lagipula aku tak yakin, Fatimah kau sendiri pasti tahu bukan jika aku hanya mencintaimu, tidak ada yang lain." Ujar Hamzah sungguh-sungguh.
"Aku tahu itu, tapi tak ada salahnya mas coba. Fatimah yakin, seiring berjalannya waktu, mas akan merasa nyaman dengan Mbak Aisha. Rasa itu nanti akan hadir dengan sendirinya antara kalian. Mas coba kenali Mbak Aisha, dan Fatimah yakin, mas akan jatuh cinta dengan Mbak Aisha, bahkan mungkin akan melebihi cinta yang mas punya untukku sekarang?" Ucap Fatimah.
Hamzah menggeleng kuat tak ingin mendengar ucapan Fatimah yang terus memaksanya untuk menerima perjodohan itu.
"Denger Fatimah," ucap Hamzah melembut, "aku yakin semua akan kembali baik-baik saja, dan kita tak perlu melakukan semua ini. Cukup kita beritahu kedua orangtuamu, maka semuanya akan baik-baik saja. Kita juga tak perlu berpisah atau menjaga jarak apapun itu aku tak mau," ucap Hamzah memberikan solusinya.
Namun Fatimah tetaplah Fatimah, perempuan perasa yang tak ingin membiarkan saudarinya yaitu Aisha, kakak pertamanya, dan kedua orangtuanya bersedih.
"Begini saja Fatimah, sekarang, kita temui orangtuamu, kita jelaskan yang sebenarnya, maka semuanya selesai." Ucap Hamzah sangat serius.
Fatimah menggeleng pelan, ragu dengan ajakan Hamzah. Bagaimana respon Abi dan Uminya nanti setelah mengetahui yang sebenarnya? Fatimah tidak mau jikalau nanti mereka ... Tidak! Tidak mau.
"Fatimah," panggil Hamzah tak percaya. Bagaimana bisa perempuan yang selama tiga tahun ini bersamanya, kini tidak mempercayainya?
"Aku ... aku minta maaf," hanya itu yang keluar dari bibir Fatimah.
"Fatimah ayolah, apa yang kau pikirkan? Kedua orangtuamu tidak akan marah, mereka pasti akan mengerti. Fatimah kau adalah putri mereka juga, kau berhak bahagia, bukan hanya Aisha, Aisha, dan Aisha." Hamzah kali ini sudah diambang kesabarannya. Perempuan yang selama tiga tahun ini sudah menjadi perempuannya, kini ragu dan tidak mempercayainya. Jujur ada sedikit rasa kecewa didalam hati Hamzah.
"Aku tidak bisa, aku akan tetap pada keputusan awalku." Ucap Fatimah.
Hamzah bangkit berdiri dari duduknya, helaan napas terus keluar silih berganti. Kedua tangannya terus mengusap kasar wajahnya.
Fatimah sendiri merasa bersalah pada Hamzah, tapi disisi lain, ia sudah bertekad bulat, dengan keputusan yang ia ambil sendiri.
"Aku yakin mas Hamzah akan bahagia jika bersama mbak Aisha,"
Decakan keras terdengar dari Hamzah setelah Fatimah berkata demikian. Fatimah kini ikut berdiri, menyandang tasnya dengan menatap punggung Hamzah yang membelakanginya.
"Aku harap mas pertimbangkan lagi perjodohannya. Aku pamit pulang," ucap Fatimah, dan membuat Hamzah berbalik, mencegah Fatimah yang akan pergi.
"Tunggu Fatimah," ucap Hamzah menghentikan Fatimah.
Fatimah berhenti berjalan dan berdiri diam ditempat, tanpa berbalik untuk melihat Hamzah.
"jika itu yang kamu mau, dan jika itu membuatmu bahagia,... aku akan mencobanya. Tapi kuharap kau juga akan berubah pikiran dan menghentikan semuanya." Lanjut Hamzah.
Fatimah berusaha tetap tersenyum, walau tanpa bisa dicegah, satu tetes air berhasil keluar dari kelopak matanya.
"Assalamualaikum," Fatimah lebih memilih pergi secepatnya, tanpa lagi menoleh kebalakang dimana Hamzah berada, yang sedang memandangi punggung kecilnya semakin menjauh.
"Ku harap kau tidak akan menyesal Fatimah ... " Lirih Hamzah.
****
Write 26°Oktober°2021
1129 Words•by°AtnisDisGrace°
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihan Abi°END°
Poetry"Cinta itu belajar untuk menerima, apa yang sudah diberikan pada kita, terima saja. Mungkin itu yang terbaik dari yang terbaik, setidaknya kita sudah menerima" Aisha Alfiah. **** "Cinta tak perlu batasan, tapi cinta memerlukan waktu, juga proses yan...