°25• Lepas pesantren

96 11 0
                                    


Pukul 23.24 tengah malam, Hamzah baru datang ke apartemennya, dengan penampilan yang super duper berantakan, jauh dari kata seorang dokter yang rapi. Rambut yang acak-acakan, kemeja maroon yang dipakainya keluar dari sabuk celana, dua kancing teratas terbuka, tentu dengan bagian lengan yang digulung sampai sikut, dan jas putih kebanggaan semua dokter tersampir dipundak sebelah kanannya.

Langkahnya cukup gontai saat ia baru masuk kedalam apartemen, dan sudah disambut oleh Aisha yang ternyata sedari tadi menunggu kedatangan dirinya untuk pulang. Seperti biasa.

"Mas Hamzah lembur lagi?"

Satu pertanyaan yang sudah terbiasa ia dengar setiap kali ia pulang ke apartemen, namun kali ini tak sedikitpun ia menjawab pertanyaan tersebut.

Aisha berjalan mendekati Hamzah untuk mengambil jas putih milik suaminya, namun satu sentakan tangan Hamzah mampu membuat Aisha sedikit mundur.

"Tidak usah," ucap Hamzah dengan suara berat.

Aisha masih berusaha agar tetap tersenyum, walau dalam kenyataannya tetap saja ia merasa sakit ketika Hamzah bersikap dingin padanya.

"Mas ingin makan? Aku sudah memasaknya tadi, tapi mungkin sekarang sudah dingin. Akan aku panaskan dulu makanannya." Ucap Aisha dan bergegas akan pergi sebelum lagi-lagi suara dingin Hamzah kembali terdengar.

"Tidak usah!"

Tak gentar, Aisha tetap mencoba menatap Hamzah dengan tatapan lembut dan senyum yang masih setia terukir.

"Jika begitu, apa mas ingin mandi? Akan ku siapkan air hangatnya."

"Tidak perlu,"

Aisha kembali tertegun.

"Aku tidak ingin apa-apa, aku hanya ingin istirahat dan tidur. Apa kau bisa berhenti bicara dan tidak mengganggu ku?"

Deg

Aisha menganguk kaku, membiarkan Hamzah berjalan melewatinya dan pergi ke kamar tamu.

Mungkin malam-malam pada biasanya memang seperti ini, tapi baru kali ini Hamzah menanggapinya dengan suara dingin dan menyuruhnya agar berhenti bicara.

Apa mungkin ada hubungannya dengan kejadian tadi siang?

Hamzah menutup begitu saja pintu kamar tamu yang ia tempati, kakinya melangkah mendekati ranjang yang kosong. Melempar jas putihnya sembarang arah, lalu menjatuhkan tubuhnya begitu saja ke atas ranjang. Bahkan untuk melepas sepatunya saja rasanya ia tak ingin, dan membiarkan ia tidur dengan keadaan berantakannya. Tentu bukan hanya pakaiannya yang berantakan, namun juga dengan hatinya.

Ia merasa sangat lelah sekarang.

****

Hamzah terbangun karena mendengar suara dari deringan ponselnya, tanganya bergerak mencari-cari dimana ia meletakkan ponselnya. Kedua matanya masih setia terpejam bahkan ia masih tidur dengan telungkup dan wajah yang ditenggelamkan oleh bantal.

Setelah sekian detik ia mencari ponselnya dengan meraba-raba, akhirnya tangan kirinya berhasil mengambil ponsel yang ternyata masih berada disaku celananya.

Pria itu membalikan posisi tidurnya menjadi terlentang dan langsung menempelkan ponsel itu fuddjat daun telinganya.

"Hallo?"

"......"

"Baiklah, iya."

"....."

Kedua mata pria itu masih enggan terbuka, bahkan gumaman kecil masih lolos disela bibirnya.

"Iya, semuanya selesai."

Jodoh Pilihan Abi°END°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang