Syafiah memeras kain pel yang baru saja ia ceburkan kedalam ember, lalu ia segera memulai pekerjaannya untuk mengepel lantai rumah pusat. Sudah hampir satu bulan tinggal dipesantren membuat Syafiah sedikit berubah. Yah, walau hanya sedikit, sangat sedikit, sedikit sekali sampai hanya sedikit saja berubahnya.Sebenarnya, tadi Syafiah lebih memilih membersihkan bagian luar saja, atau halaman, tapi karna yang lain tidak mau mengalah, akhirnya Syafiah membereskan bagian dalam rumah pusat bersama beberapa santriwati lainnya.
Yang Syafiah baru tahu, ternyata tatanan isi didalam rumah pusat sangatlah bagus. Terdapat figura-figura besar yang menampilkan para tokoh kyai, yang tertempel disetiap dinding. Banyak juga barang-barang antik dan kuno. Tapi itu semua tidak menjadikan kesan didalam rumah pusat sedikit hohor, justru terlihat elegan menurut Syafiah.
Apalagi saat ia tadi menyapu kamar Ning Amirah--Kakak perempuan dari Gus Subhan, dan putri satu-satunya dari kyia pemilik pondok pesantren ini. Tatanan kamarnya sangat bagus, besar, juga mewah.
Tapi saat Syafiah mengepel ruangan dekat meja makan, kyai pemilik pondok pesantren itu tiba-tiba datang bersama istrinya, yaitu Ning Ratih, membuat Syafiah membungkuk dalam dan berhenti mengepal ruangan. Dalam hati Syafiah berdo'a, semoga kepelan yang ia lakukan tidak terlalu basah sehingga tidak membuat orang yang berjalan diatas lantai tergelincir jatuh.
Syafiah semakin menunduk dan tersenyum ketika Ning Ratih melempar senyum padanya dengan ramah.
"Kamu santriwati baru itu kan?"
Syafiah yang hanya diam membungkuk tiba-tiba sedikit terkejut ketika suara Kyia besar pemilik pondok pesantren itu bertanya padanya, membuatnya gugup untuk menjawab.
"I-iya," jawabnya masih menunduk.
"Siapa namamu?" Tanyanya lagi.
"Syafiah ... " Jawabnya pelan.
Kyia itu mengangguk tersenyum tipis, "baiklah Syafiah, lanjutkan ... " Ucapnya dan berjalan ke arah ruang tengah.
Akhirnya Syafiah sedikit bisa bernapas setelah kepergian Kyai dan Ning Ratih, ia lanjutkan pekerjaan mengepelnya. Namun kembali berhenti ketika kedatangan Gus Subhan yang berjalan dari luar, sempat melirik padanya sebentar membuat Syafiah memandangnya.
Bodoh Syafiah, nunduk bukan malah dipandang. Inget kata Nazma, itu gak sopan!
Syafiah menunduk dan langsung melanjutkan kembali mengepel lantainya, kali ini ia lakukan dengan gerakan cepat dan tergesa agar ia bisa cepat-cepat selesai dan bisa keluar.
Saat Syafiah sudah selesai, ia berjalan melewati ruang tengah untuk keluar, dimana dilingkaran sofa terdapat Kyai beserta Ning Ratih dan ada Gus Subhan juga bersamanya. Syafiah berjalan dengan membungkuk sambil menjinjing ember dan kain pel, bayangkan bagaimana repot nya Syafiah melakukan itu.
"Tunggu!"
Syafiah mendadak menghentikan kakinya yang akan melangkah keluar, ia diam mematung ditempat dengan masih membawa ember beserta kain pel.
Apa suara Kyai barusan terarah padanya? Ia takut salah dan ternyata bukan padanya.
"Tadi siapa namamu? Saya lupa," sambungnya.
Syafiah ragu-ragu membalik badannya menghadap Kyai yang duduk diatas sofa. Mula-mula ia menunjuk dirinya sendiri, memastikan apa Kyai itu bertanya padanya.
"Iya kamu," ucap Kyai itu melihat tingkah Syafiah.
"Nama saya Syafiah," ucap Syafiah sudah berkeringat, selain karna cape selesai mengepel, ia juga menjadi gugup seperti ini jika ditanyai oleh Kyai besar pemilik pondok pesantren ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihan Abi°END°
Poetry"Cinta itu belajar untuk menerima, apa yang sudah diberikan pada kita, terima saja. Mungkin itu yang terbaik dari yang terbaik, setidaknya kita sudah menerima" Aisha Alfiah. **** "Cinta tak perlu batasan, tapi cinta memerlukan waktu, juga proses yan...