Mengacak poninya yang basah, Haruto berdecak, "Ck! Ditinggal tidur lagi."
Dari seminggu lalu pria yang sekarang merasa kesal itu diacuhkan oleh Yuki. Terhitung sejak keisengan Haruto kepada istrinya kala itu hingga saat ini.
Jujur, Haruto kesal. Gadis itu seakan sengaja selalu pulang lebih larut supaya tak bertemu dengannya. Haruto menyadari hal tersebut.
Siklusnya selalu sama. Sebelum Yuki bangun Haruto sudah berada di lokasi kerja bersama teman-temannya, kemudian ketika Haruto pulang sekitar pukul sembilan malam pun juga tak bertemu dengan Yuki karena telah tertidur pulas.
Tapi bukan ini yang Haruto harapkan!
Tak ada sambutan dari Yuki membuat Haruto merasa hampa, seperti ada yang em ... kurang! Benar, seperti ada yang kurang.
Haruto memang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Seperti sekarang ini, Haruto baru saja pulang dan tubuhnya lengket penuh keringat, mau tak mau remaja yang segera menginjak usia internasional delapan belas tahun itu menyempatkan diri untuk mandi.
Mengingat anggota Treasure secara keseluruhan sekarang juga sudah berada di Jepang, jadi waktu bersantai Haruto di rumah kian berkurang.
Biasanya celotehan Yuki yang selalu menawarkan air hangat untuk Haruto mandi menjadi kalimat pertama yang Haruto dengar ketika membuka sepatu di teras rumah. Namun sekarang tidak.
Mata Haruto bergulir, menjatuhkan arah pandangnya ke samping saat tubuhnya terduduk di pinggiran kasur.
Mengamati wajah damai Yuki adalah kegiatannya sekarang. Entah mengapa, Haruto hanya senang saja.
Tubuh mungil itu terbalut selimut rapat bak kepompong dengan rambut hitamnya yang terurai hingga menutupi bantal.
Sialan! Gara-gara mulut Yuki yang sedikit terbuka Haruto jadi salah fokus.
"Apasih!" desis Haruto memperingati dirinya sendiri.
Oke Haruto, fokus!
Mata Haruto melotot ketika menyadari sesuatu yang tidak beres.
'Bisa-bisanya boneka dari gue dijadiin bantal.'
Benar! Boneka Ruru yang ia janjikan waktu itu malah dibuat bantal oleh Yuki. Aneh sekali bukan? Padahal bantal biasanya juga sangat empuk dan lebih nyaman daripada boneka berbentuk marshmellow itu.
Aneh karena hanya Yuki saja yang berani meniduri boneka seharga jutaan rupiah itu tanpa ada rasa khawatir atau takut sedikitpun, kalau saja, andai kata, terkena air liurnya.
Jika itu terjadi pun pasti Yuki hanya mengatakan, "Kak Haru, mau Ruru yang baru." Sudah, setelah itu Yuki mendapatkan apa yang dia mau. Sesimpel itu memang.
Haruto berpaling membuang handuk kecil hingga tersampir di kursi meja rias yang tak jauh dari ranjang, setelah itu Haruto memutuskan untuk tidur di samping Yuki yang memunggunginya.
Pria itu berbalik ikut memunggungi gadisnya. Jika Yuki saja bisa, mengapa Haruto tak bisa.
Tak lama, dengkuran halus terdengar memenuhi ruangan mereka, keduanya mulai tertidur pulas dengan lampu remang-remang yang setengah menyala. Karena Haruto penakut dan Yuki yang tidak bisa tidur jika lampunya menyala maka keduanya sepakat untuk menghidupkan beberapa lampu tidur dan lampu kecil berwarna kemerahan di langit-langit kamar.
Semenjak Haruto berbagi tempat tidur dengan Yuki ia merasa bahwa dirinya sedikit lebih pemberani karena hampir enam lampu yang ada di kamarnya ia matikan, padahal biasanya sebelum ada penghuni baru Haruto selalu menyalakan semua lampu yang ada di kamarnya tanpa terkecuali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Wife || Haruto
Подростковая литература[2nd story] Genre : Fanfiction, Teenfiction, Romance. Watanabe Haruto berusaha mati-matian menyembunyikan istrinya dari sorotan publik. Satu rahasia besar ini tak akan pernah ia ungkapkan sampai kapan pun, atau mungkin selamanya. Sstt! Ini rahasia...