31. What to do?

998 79 14
                                    

Sebuah benda pipih yang pernah Yuki beli sehari setelah ia berhubungan dengan Haruto kini kembali ada di tangannya lagi. Rasa khawatir itu juga kembali ada setelah cukup lama menghilang dan membuatnya lega.

Saat ini satu tangannya memegang gagang pintu kamar mandi yang jarang ia lihat. Demi apapun situasi ini sepuluh kali lebih menegangkan dibanding ujian sendirian di dalam ruang kepala sekolah.

Tatapan mata sayu itu bertemu dengan jelaga yang sedari tadi menyipit menatapnya. Seulas senyum meneduhkan muncul di bibir Ibu Kiyomizu.

"Ibu juga pernah muda. Ibu paham betul sama kondisi kamu saat ini. Kamu gak perlu takut, semuanya bakalan baik-baik aja. Gapapa, ayo!"

Yuki menggeleng lagi. Dia ke sini kan ingin mengurangi beban pikiran, bisa-bisanya Ibunya ini malah membuat Yuki bertambah banyak pikiran.

"Enggak, Yuki nggak mau." Jemarinya mengepal kuat meremat benda sialan yang membuat dadanya naik turun dengan cepat.

Yuki belum siap!

Semua pasti ada masanya. Iya, Yuki tahu. Tapi jangan sekarang!

Helaan napas panjang Yuki seakan tercekat di kerongkongan. Ingin menangis saja rasanya.

Kak Haru sialan! Bego emang begoooo! Arrgghh!

Lebih sialan lagi, yang diumpati tidak ada di sini. Rasanya benar-benar tersiksa dan ingin berteriak sekencang-kencangnya.

"Kamu jangan pernah ngerasa sendiri ya. Ada Ibu, Ibu temani kamu." Perempuan itu mendekap tangannya yang bertaut dengan tangan Yuki. Menyakinkan putrinya bahwa semua akan baik-baik saja.

Yuki tegaskan lagi, ia belum siap! Gadis itu belum siap mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Selama pria yang selalu ada di benaknya itu tidak ada di sini, Yuki benar-benar belum siap. Atau bahkan tidak akan pernah siap.

"Ibuuu~" rengek Yuki. Berusaha mendapatkan belas kasih, tapi perempuan itu hanya tersenyum.

Oke Yuki, tenang. Lo cuman perlu masuk dan lakuin apa yang pernah lo lakuin waktu itu. Hasilnya pasti masih sama.

Ragu-ragu Yuki mengangguk. Ia juga perlu memastikannya kan?

Tiga puluh menit lamanya Yuki berdiri mematut cermin yang menjadi temannya di dalam kamar mandi. Beberapa kali ketukan terdengar dari luar, memastikan bahwa anaknya baik-baik saja berada di dalam sana sendirian.

Sekarang Yuki sadar, bukan hanya Haruto yang salah, tapi juga dirinya. Dua insan yang kala itu matanya sama-sama berkabut.

Sebenarnya testpack itu sudah siap menampakkan hasil, tapi lagi-lagi Yuki tetap takut mengetahuinya.

Tangan Yuki bergetar dan berkeringat. Perlahan ia mengangkat benda tersebut dengan harap-harap cemas, berharapan agar hasilnya sesuai dengan keinginannya, negatif -- POSITIF?!

Iya, Yuki tidak salah lihat. Benda itu berhasil Yuki ambil dengan dua garis di ujungnya.

"M-maksudnya apa ..."

Jantung Yuki seakan merosot sampai ke lantai kamar mandi yang basah dan dingin ini. Deru napasnya memburu dengan pelupuk mata yang sudah siap menumpahkan cairannya.

Ia jelas tahu artinya.

Tidak dipungkiri air matanya jatuh dengan deras tatkala ia membuka pintu kamar mandi dan mendapati ibunya tengah berdiri gelisah di sana.

Tanpa aba-aba perempuan itu langsung memeluk tubuh putrinya yang lemas tak bertenaga dengan erat. Antara senang, sedih, dan terharu.

Tanpa diberitahu pun Ibu Yuki bisa memastikan hasilnya dari awal. Apalagi Yuki yang menangis tersedu-sedu dalam pelukannya sekarang, menambah keyakinannya bahwa dugaannya memang benar.

Hidden Wife || Haruto Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang