22. A girl's fear

1.4K 78 1
                                    

Saat ini hanya ada kecanggungan dan suara denting sendok serta sumpit stainless yang terdengar. Tak ada yang memulai pembicaraan, bahkan sampai acara sarapan mereka selasai.

"Yuki," panggil Mama Haruto.

Yuki mendongak menatap wanita paruh baya yang kini memberikan gestur berupa jari telunjuk menyentuh bagian paling atas dari kancing baju miliknya sendiri.

Seketika Yuki menyadari bahwa kancing kemeja pastel yang ia ambil secara acak tadi terbuka dan memperlihatkan area dadanya yang Yuki yakini masih memiliki bekas keunguan meskipun sedikit.

"Ah iya, makasih, Ma."

Sejak pagi itu Yuki selalu memastikan keadaan pakaiannya sebelum benar-benar keluar dari kamar dan beraktivitas.

Seperti saat ini, Yuki tengah mematut dirinya di depan cermin, memakai sedikit bedak lanjut memoles bibirnya dengan sedikit pelembab.

Gagang pintu kamar mandi terdengar ditekan dari arah dalam kemudian daun pintunya ditarik, tak lama Haruto muncul. Pria itu terlihat segar dan sangat wangi, entah berapa liter sabun yang dihabiskan.

Kontak mata mereka bertemu sekejap sebelum Yuki memutuskan tatapan penuh kecanggungan itu. Haruto berjalan mendekat dengan kedua tangan yang mengusap rambutnya menggunakan handuk.

"Sekolah?" tanya Haruto begitu mendudukkan diri di tepi ranjang tepat di samping meja rias yang Yuki tempati.

Yang ditanya mengangguk kecil.

"Aku mau ngomong sesuatu--"

"Aku berangkat," pamit Yuki yang menyebabkan helaan napas berat Haruto terdengar.

"Nanti aku jemput."

"Nggak perlu, aku ada belajar kelompok." Yuki memakai tas ranselnya lantas pergi meninggalkan Haruto begitu saja.

Haruto tahu Yuki marah dan dia tak mungkin diam saja.

Apa perlu minta maaf ya?

***

"Kerikil kecil dalam sebuah hubungan itu wajar, yang nggak wajar itu, kalau kamu nggak mau belajar dan terus-terusan menciptakan sebuah kerikil itu sendiri."

"Ibu tau, kalian memang belum terlalu dekat." Belum terlalu dekat? Wanita ini belum tahu saja kalau anaknya sudah diunboxing kemarin malam. "Tapi setidaknya ada salah satu dari kalian yang mau mengalah dan bisa memahami."

Yuki menyeruput ocha yang disuguhkan sang Ibunda. "Ibu mau Yuki yang ngalah gitu?"

"Ibu heran, kenapa sih kamu masih kayak anak kecil gini."

"Emang masih kecil, belum juga tujuh belas tahun. Lagian ya, sebenernya sikap Yuki kalau dibandingin sama sikapnya Kak Haru tuh jauh lebih kekanak-kanakan dia."

"Oh ya? Masa sih?"

Merasa tak dipercayai Yuki pun mendengus. "Ibu belum tau aja."

Menurut Yuki, Haruto itu kekanakan. Sifatnya yang terkadang egois dan suka jahil itu membuat orang di sekitarnya terkhusus Yuki kadang merasa tidak nyaman. Yuki memang sempat merenung apakah dirinya yang terlalu gampang terbawa perasaan atau apa, tapi nyatanya Haruto memang seperti itu.

Haruto memang egois! Yuki jadi kesal sendiri sekarang, sampai-sampai mug berisi ocha itu ia remas kuat. Mengingat keegoisan Haruto, yang paling membekas adalah saat malam persenggamaan mereka, di mana Yuki belum siap namun Haruto tak mempedulikan orang lain dan tetap melancarkan aksinya tanpa berpikir panjang. Ya ... meskipun memang seingat Yuki suaminya itu sedang mabuk, tapi tetap saja! Haruto egois!

Hidden Wife || Haruto Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang