Satu langkah kaki yang mengeluari mobil van berwarna hitam mengkilap membuat sebagian besar orang yang telah lama menunggu itu berbondong-bondong memadati lokasi.
"Mereka dateng!"
"Woah Harutooo!"
"Honey!"
"Yoshi-yaa!"
"Ambil gambarnya, ambil gambarnya."
"Mashiho!!"
"Asahi! Asahi! Woahh Asahi-san!"
"Oppaaa~ saranghae!"
"Shiho-yaa~"
"Ya, ya, ya! Buruan."
Cekrek cekrek.
Jepretan dan kilatan cahaya terus terlihat dari kamera mahal para masternim. Penjagaan ketat langsung mengurung mereka dengan sigap. Penyiar, wartawan dan paparazi yang haus akan berita itu begitu antusias akan kehadiran Haruto, Mashiho, Yoshi, dan Asahi di Bandara Internasional Incheon siang ini.
Awalnya senyuman mereka masih terlihat dibalik masker, namun lama-kelamaan keempat pria itu mulai geram dengan tingkah laku manusia yang mengambil gambar mereka.
Banyak yang tidak memedulikan jarak dan kesopanan, mereka hanya butuh hasil jepretan apik yang nantinya akan disetorkan pada perusahaan masing-masing, dengan begitu uang gaji akan lekas turun.
"Rame banget." Yoshi menggeleng kecil.
Lautan manusia benar-benar memenuhi atensi mereka saat ini. Senang memang karena disambut seantusias ini, akan tetapi ada sedikit keresahan yang membuat hati mereka tak nyaman.
Bukannya tidak senang, akan tetapi hmm ... bagaimana ya, sulit untuk dijelaskan.
Ramai, padat, dan sesak, itulah yang mereka rasakan sekarang.
Asahi menghela napas panjang. "Hufft, males banget deh," gumam pemuda dengan style retro uniknya itu.
Hari ini mereka harus sampai di Jepang dalam keadaan sehat dan segar karena jadwal debutnya akan banyak menguras energi.
Entah mengapa rasanya terminal bandara bergeser seratus meter dari pintu masuk utama. Hendak check-in saja rasanya susah sekali. Ini semua karena langkah mereka terhalang oleh banyaknya orang di sini.
Pria memakai kaos berwarna putih yang dirangkap dengan jaket kulit berwarna hitam itu hanya ingin kebebasan melangkah. Yoshi yakin kakinya terus bergerak sedari tadi, herannya tak sampai-sampai juga. Pegal sekali rasanya.
Begitupun dengan pria di samping Yoshi yang berpenampilan simpel; kaos lengan panjang dan juga topi baret. Sejak awal, kaki mungil Mashiho sudah memberikan sinyal peringatan minta istirahat, rasanya begitu berat dan seperti ingin patah.
Memakai celana jeans dan hoddie hitam, Asahi tampil Fashionable dan penuh pesona. Pemuda itu melangkah dengan yakin diiringi penjagaan ketat dari perusahaan. Matanya menyipit silau, lama-lama mata itu berubah jadi berat. Asahi menguap lebar, ia butuh istirahat sekarang. Rencananya sedari awal memang hendak tidur di pesawat. Asahi harap langkahnya cepat sampai dan angannya segera terealisasi.
Di samping Asahi juga tampak pemuda tampan dengan masker hitam dan poni panjangnya yang hampir menutupi sebagian mata, menatap lurus ke depan dengan pandangan tajam nan nyalang. Ini terlalu padat untuk seorang introvert seperti Haruto.
Dengan sebuah boneka Ruru berukuran besar miliknya di tangan sebelah kiri, Haruto menyibak rambutnya ke atas. Tak perlu dijelaskan lagi, situasi membosankan ini membuat Haruto memutar bola matanya malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Wife || Haruto
Подростковая литература[2nd story] Genre : Fanfiction, Teenfiction, Romance. Watanabe Haruto berusaha mati-matian menyembunyikan istrinya dari sorotan publik. Satu rahasia besar ini tak akan pernah ia ungkapkan sampai kapan pun, atau mungkin selamanya. Sstt! Ini rahasia...