Zanna menyiapkan sebuah kain beserta air hangat untuk mengompres wajah Alan yang banyak terdapat luka lebam. Gadis itu segera mendekati Alan yang terbaring lemas di sofa rumahnya dengan sesekali berdesis menahan rasa perih yang ia rasakan.
"Gausah duduk, baring aja." Cegah Zanna saat melihat kekasihnya akan beranjak.
"Tahan, sebentar kok sakitnya." Gadis itu mengelap noda darah dengan hati-hati, Alan memejamkan matanya sambil mengerang merasakan sakit yang bertubi-tubi.
Zanna tersenyum saat melihat Alan begitu lekat menatap dirinya, sebuah plester sudah banyak menempel menutupi luka kekasihnya.
"Sebaiknya kamu istirahat, ayok kita ke kamar tamu. Anna bantu bangun nya." Namun Alan segera menepis tangan Zanna yang berniat akan memapah dirinya.
"Aku berat, usahain kamar nya gausah jauhan. Deketan aja di lantai dua."
Setelah mengucapkan hal itu, Alan berjalan begitu saja meninggalkan Zanna yang diam berdiri dengan raut kebingungan.
"Biar aku bantu, Al gamau kan buat Anna nangis? Turutin aja apa mau aku." Dengan sigap gadis itu segera mengalungkan tangan Alan ke lehernya, begitu telah melewati tangga, lelaki itu kembali melepas tautan tersebut.
"Aku mau tidur disini."
"Dikamar aku? Serius?"
"Tidur nyenyak selalu berhasil kalo deket sama kamu."
Walaupun terkesan ketus tapi ucapan itu mampu menciptakan senyum manis pada wajah Zanna.
"Sini, duduk." Alan menepuk bagian sofa sebelahnya, Zanna menurut lalu duduk.
"Jauh banget," Lelaki itu mendekatkan posisi duduknya mendekat ke arah Zanna, membuat gadis itu salah tingkah.
Zanna tersentak saat Alan meraih tangan nya begitu saja, Lelaki itu menekan luka hasil adu nyali pada malam itu yang belum kering sempurna membuat Zanna meringis menahan rasa sakit yang berlipat ganda.
"Lo jago berantem juga, apa pendapat lo soal itu? Biar keren?"
Keringat dingin mulai membanjiri pelipis nya, jika Alan sudah merubah gaya bicara nya pasti sesuatu hal buruk akan segera ia alami.
"Oh, lu-luka ini aku dapetin sewaktu hari libur kemarin, aku ikutan Pedal Crunch, dan rem sepeda gunung aku rada ga berfungsi makanya ga sengaja nabrak pohon." Tipu Zanna sehati-hati mungkin agar tak membangkitkan emosi Alan.
"Oh, acara sebesar itu sampe gada berita info jadwal nya dimana-mana? Dan dari kapan seorang nyonya Bramantio berani beraktivitas berbahaya tanpa sepengetahuan pawang nya? Lo ngelawak?" Badan Zanna gemetar saat tatapan mata tajam Alan semakin jelas di hadapan nya.
Gadis itu menggerakan jari jemarinya memikirkan jawaban apa yang harus ia lontarkan pada setiap ucapan Alan saat ini.
"Acaranya men-"
"Gue atau Tomi?!" Tubuh Zanna tekejut saat Alan meremas kedua lengan nya dengan raut wajah yang sudah berwarna merah padam.
"Mak-maksud kamu apa Al?"
"Masih ga faham juga? Berdiri! Lawan gua. Tunjukin sekuat apa kemampuan adu nyali lo!"
Alan menghela nafas saat melihat Zanna tak ada pergerakan apapun. "Tunggu apalagi? Ayok! Cewek seorang petarung brengsek kek gue pasti kemampuan nya bukan main, cepet!"
Zanna tak dapat membendung air mata yang terus hendak mengalir begitu saja, ia menangis sejadi-jadi nya, rasa takut akan menyaksikan amarah Alan yang begitu besar adalah salah satu hal yang harus di hindari Zanna dan ia telah berjanji tak akan membuat Alan kecewa padanya, namun hal itu telah gagal.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKALANKA
Teen FictionAkalanka Alister Bramantio. Sang Monster Amazon, itu julukan yang di berikan dari seorang gadis masa kecil nya. Lelaki dengan paras sempurna ini, sudah tidak perlu komplen apapun lagi karena apa yang di dalam dirinya sudah seperti paket lengkap, bib...