41 - Belum Saatnya

155 9 8
                                    

"Pikiranku kaku, hati ku kelu,
setiap kali kamu bertatap temu dengan seseorang yang baru saja aku tau."

.

.

Pertanyaan Random


1. Kalian asal mana?

2. Tahu cerita ini dari?

3. Bagaimana moment hari ini bersama crush?"

Cia meniup beberapa jarinya yang terasa terbakar saat membawa semangkuk bakso panas melewati satu persatu tangga sampai akhirnya dirinya sampai di lapangan basket indoor yang berada di lantai paling atas.

Gadis itu mencoba menghibur dirinya sebisa mungkin, berharap beban fikiran nya sedikit berkurang.

Sorak riuh penonton yang melihat langsung pertandingan antara anak IPA dan IPS kelas 12 terdengar menggema di area pertandingan.

Cia memilih duduk di bagian paling belakang, walaupun pemainnya terlihat kurang jelas tapi gadis itu bisa melihat beberapa strategi baru dari setiap tim untuk menambah pengetahuannya dalam basket.

"Sendirian aja? Dua bidadari yang lain kemana?"

Cia yang baru akan menyeruput kuah panas bakso nya itu sontak sedikit terkejut mendapati sosok Denta sudah duduk di sebelahnya. Ingatan kejadian beberapa hari yang lalu terlintas di pikiran Cia, gadis itu merasa kasian kepada dirinya sendiri yang terus memberikan harapan kepada orang yang bahkan hatinya bukan untuk dirinya.

Denta memincingkan matanya karena tidak ada sahutan apapun dari Cia. "Maaf ya buk-"

"Gue pengen sendiri." Ucap gadis itu berusaha ketus. Walaupun Alan terkesan dingin, namun Cia sebaliknya. Gadis itu sangat periang, tapi untuk menutupi rasa malu beserta kecewa nya dirinya harus sedikit berdrama.

"Jujur setelah lo ungkapin rasa suka, gue beberapa malam setelah itu susah tidur." Curhat Denta dengan gaya seolah sangat lelah untuk kebiasaan barunya.

Gadis itu hanya terdiam, tatapanya tetap fokus ke arah depan. Tapi setiap perkataan Denta langsung terperangkap di otaknya. Menghasilkan beberapa pertanyaan yang susah untuk Cia ungkapkan.

"Bagaimana pun lo adik Alan, gue ngerasa gaenak juga sama dia udah bikin lo akhir-akhir ini kelihatan murung. Kalo dia tau karena gue mungkin dia bakal kecewa."

"Jadi lo kesini cuma mau bujuk gue supaya jadi diri gue yang biasanya di depan abang gue?"

"Maksud gu-"

"Kalo gue bisa nentuin sama siapa gue suka, gampang buat gue lupain orang itu. Tapi pas ngeliat lo rasanya tiba-tiba aja ada kesan tersendiri, Setulus itu." Sargas Cia cepat memotong perkataan Denta.

Denta terpaku, dirinya seakan melihat cinta yang besar dari setiap perkataan Cia.

"Maaf, tapi ini perkara hati Ci. Gue udah terlanjur suka sama Fanya. Walaupun Fanya sukanya ke Al, tapi gatau kenapa hati gue berasa udah siap buat terima kenyataan sesakit apapun buat naruh perasaan ke dia."

"Intinya lo nolak gue kan?" Tanya Cia meminta penjelasan, karena saat dirinya mengatakan suka kepada Denta, lelaki itu hanya terlihat gusar lalu pergi begitu saja.

Cowok itu hanya mengangguk pelan.

"Gue juga. Gue yang mulai, yang suka duluan itu gue. Lo tenang aja, gue bakalan usaha buat gak ngebebanin lo sama rasa yang gue punya. Lagipun sama sekali ga nuntut buat bikin lo punya perasaan sama kaya gue buat lo Den."

Ada rasa tak tega dalam hati Denta melihat Cia yang begitu tersakiti karenanya. Mungkin nanti dirinya akan berusaha untuk mencoba mencintai Cia. Karena proses itu memang terbilang bukan sebentar.

"Makasih lo udah ngertiin gue Ci. Sebenarnya gue juga sama capeknya kaya lo. Tapi gue gatau bakalan sadar kapan, yang pastinya gue bakal usaha buat masukin nama lo dalam hati gue."

Setelah mengatakan itu, Denta beranjak dari duduknya. Cia menunduk mencoba untuk tidak memikirkan ucapan Denta barusan. Sepertinya bukan hanya berharap, dirinya pun harus rela menunggu entah berapa lama.

-0o0-

Bel tanda pulang sekolah berbunyi, semua murid terlihat saling mendahului menuju parkiran.

Zanna berjalan sambil memegangi perut nya yang terasa kenyang. Membuat gadis itu berjalan dengan tempo lambat.

"Belum juga aku isi benih, ada apa sama perutnya?" Tanya Alan yang merasa aneh dengan tingkah gadis nya yang menurut Alan konyol, Zanna bertingkah seperti ibu yang sedang mengandung.

Zanna mendongak, "Kayaknya macem-macem gorengan bu Asih tadi, bakalan bikin aku ngerasa ga laper seharian."

"Emang iya? Perut kamu kan karet," Ledek Alan dan seketika tangan nya bergerak untuk mengusap puncak kepala Zanna dengan gemas ketika gadis itu sedang kesal sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ngambek?"

"Engga,"

Mau bilang engga berapa kali, Alan yang seperti bisa membaca pikiran serta gerak-gerik Zanna pun berpikir bahwa gadis itu sedang kesal padanya.

Cowok itu terlihat berfikir sambil meletakan jari telunjuknya pada pelipis.

"Entah kenapa gue makin, makin, makin cinta kalo liat lo ngambek."

Zanna berdesis, "Kamu yang nyebelinnya gatau aturan, aku juga yang makin kurusan."

Cowok itu terkekeh geli, "Iya nyonya Bramantio. Segitu banget mikirin gue sampe kurusan? Untung aja gak bikin lo nambah keliatan tua," Gelak tawa Alan tak bisa dia tahan, memang merecoki gadis satu ini yang berhasil mencuri hatinya bagaikan kebiasaan baru yang harus di lakukan rutin setiap saat.

"Nambah apa maksudnya, emang aku sekarang udah keliatan kaya nenek-nenek?" Darah Zanna seperti mendidih, emosinya kini meledak.

Alan gelagapan, "Bukan gitu maksudnya, lo salah faham. Senyebelin gue untung aja belum sampe bikin lo keliatan tua. Orang sering ngambekan kan gitu, keriputan." Ucap cowok itu mencoba menjelaskan.

"Cukup Al, kalo nyebelin lagi__"

"Mau ngapain?"

"Aku bakal cari cowok baru."

-0o0-

Hal pertama yang bikin kalian tertarik sama cerita yang mau kalian baca diliat dari mananya? Menurut kalian cerita AKALANKA menarik ga?

Aku sempet hiatus agak lama dari wattpad pas bikin cerita ini, mungkin ada part yang kurang nyambung, atau kalimat di setiap paragraf mungkin ada yang gak pas jangan lupa koment ya biar langsung aku benerin.

Jadi, bantu aku untuk sempurnakan cerita Akalanka:)

Thanks gaes

See you next part

AKALANKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang