42 - Masih Mungkin?

120 10 7
                                    

"Cukup aku dan ayahmu, jangan biarin lelaki manapun ikut campur sama masa depan yang udah gue susun rapih buat lo."

-Akalanka Alister Bramantio-

Setelah mengantarkan Zanna, Senyum lelaki itu masih setia terukir hingga motor besarnya terparkir rapih pada garasi rumahnya.

Alan meletakan helm pada rak khusus, lelaki itu sedikit menyugar rambut miliknya yang sudah tumbuh lumayan lebat.

Laki-laki itu berjalan santai sambil bersiul kecil dan tetap membiarkan penutup kepala hoodie nya tetap terpasang membuat kesan dingin selalu melekat dimanapun cowok itu berada.

Pria berumur yang sedang terduduk dengan koran di tangan nya mengalihkan pandangan kepada putra nya yang baru saja pulang, Anak itu sama sekali tidak memperdulikan keberadaannya.

Bram menarik nafas, "Sepintar, secepat, selihai apapun seseorang dalam mengutarakan pendapat akan terpandang remeh jika orang itu lemah dalam sebuah tanggung jawab." Suara bariton itu berhasil menyita atensi Alan yang baru saja melewati ruang keluarga.

Pandangan matanya beredar, cowok itu baru bisa memahami situasi ini saat melihat Fanya terduduk santai bersebelahan dengan Iren. Cewek rese itu senantiasa menyambut kedatangan Alan dengan senyum ciri khasnya.

"Al butuh istirahat."

Baru satu langkah Alan menaiki tangga, suara Bram kembali terdengar.

"Apa kamu pikir sikap seperti itu baik?! Sudah papa bilang, kamu harus belajar dewasa dan lebih memperhatikan apa yang harus kamu jaga saat ini."

Alan menoleh dengan tatapan tajam nya. "Ada dua hal yang harus Al jaga, keluarga sama seseorang yang ada di hati Alan pa, tentunya bukan dia!" Tukas Alan dengan nada tinggi sambil menunjuk ke arah Fanya.

"Terserah kamu! Kalau tau akan seperti ini, lebih baik papa langsung nikahkan kamu Al!"

Iren mengelus pundak Bram yang naik turun karena emosi, melihat anak lelaki nya yang kembali berjalan memasuki kamar, Iren hanya mengangguk memberi intruksi kepada suaminya bahwa dirinya akan mencoba berbicara dengan putra sulung nya itu.

-0o0-

Hembusan asap rokok, berterbangan bebas di udara, begitu pula terpaan angin malam yang ikut serta menyapu hangat dada bidang nya.

Kini bukan soal penyesalan, tapi penyelesaian. Semua hal yang terjadi, benar-benar di luar kendali.

Alan hanya bisa berfikir, entah sampai kapan permasalahan ini terus menghantui fikiranya. Untung saja, dia memiliki sosok juara di dalam hatinya.

Alan terkekeh geli, "Sial, setergila-gila ini gue sama lo Zan."

Derit pintu kamar berbunyi.

"Al, kamu dimana nak?"

Lelaki itu menoleh, lalu tersenyum sekilas sebelum menemui Iren yang terlihat menatapnya dengan raut khawatir.

"Duduk, Mama mau bicara sama kamu." Alan menuruti ucapan Iren.

"Putra mama udah besar, kamu pasti bisa berfikir setiap keputusan yang mama dan papa buat itu demi kebaikan kamu. laki-laki itu harus di jaga, entah ucapan maupun perilaku."

AKALANKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang