H.

95 11 0
                                    

Tangannya yang dia sembunyikan dalam saku celana kainnya akhirnya keluar dengan telunjuk mengacung. Menunjuk pada tangan Chan yang masih memegang lengan atasku.

Keduanya saling mengintimidasi dengan tatapan dingin dan senyum sinis.

"Ada yang bisa kami bantu pak?" Chan bertanya dengan tatapan tak melepaskannya.

"Iya, aku ingin bicara berdua dengan Lily?" Lirikan maut yang membekukan segalanya itu muncul.

Chan menoleh tetap memegangi lengan atasku. Rasa bingung dan penasaran tergambar jelas di raut wajahnya.

Aku lepaskan tangan Chan. Membuat pria itu menoleh lelah kearahku. Hanya tak ingin menambah masalah dalam masalahku.

"Apa yang bisa saya bantu, pak?" Tanyaku kemudian memecahkan keheningan aneh ini.

Kesadaranku pulih karena pertengkaran mereka. Kakiku menjauh dari Chan menuju meja kerja di sudut.

"Pak? Kau menyebut suami mu pak? Apa karena ada pria ini?" Telunjuknya sudah dia simpan dalam saku jaketnya namun dagunya yang terangkat angkuh mengarah pada Chan.

"Perluku ingatkan jika kita sudah bercerai Tuan Min." Chan menoleh ke arahku meminta jawaban. Matanya menyipit memastikan kebenaran.

Suga mengangguk-angguk di tempatnya. Senyum tipis, sangat tipis tersungging di bibirnya. Aku tau maksudnya, dia sedang menertawakan hubunganku dan Chan. Dia sedang menilai hubungan kami.

"Sunbae, bisakah tinggalkan kami berdua?"

Chan menoleh curiga kearahku. Aku hanya tersenyum kecil tak habis pikir. Bagaimana bisa pria itu tau dimana aku berada. Bagaimana bisa dia hinggap di tokoku sepagi ini? Hebatnya, setelah tunangannya datang berapa menit yang lalu.

Sebelumnya.....
Villa tempat acara pagi ini begitu damai yang terkesan sunyi dan dingin. Seharusnya sudah ada tawa yang mengisi setelah acara gembira kemarin. Wajarnya, ada sarapan bersama calon keluarga yang baru. Setidaknya tawa konyol Bangtan seperti biasanya terdapat disana. Tapi ternyata pertunangan itu tidak membawa atmosfir baik bagi sekitarnya.

Semalam terjadi kejadian lagi disana yang lebih dahsyat. Pasangan baru itu kembali bertengkar setelah orang tua keduanya meninggalkan villa. Villa yang terletak agak jauh dari pemukiman warga itu cocok menjadi tempat private untuk kegiatan apapun. Ditambah lagi, banyak yang tak tau siapa pemiliknya.

Pesta berakhir sekitar jam 9 malam. Masih begitu pagi untuk ukuran pesta pertunangan artis terkenal. Kedua orang tua pun malam itu juga kembali ke ibu kota. Kesehatan ibu Suga yang memaksanya demikian. Jauh dari sarana kesehatan yang memadai untuk ginjalnya. Juga bisnis yang tertunda dari ayah Namira.

Bangtan dan nona Nam masih bertahan di villa malam itu. Setidaknya bagi Bangtan, sekalian liburan dan keluar sejenak dari jadwal rutinitas harian mereka. Namun tidak untuk Namira. Gadis itu punya rencana lain dalam benaknya.

Nona Nam sungguh tau jika hati pria yang membuatnya kalang kabut selama ini tidak untuknya. Bukan hanya hati, tapi pikiranpun tidak ada tempat untuknya. Maka...

Seorang pelayan di villa itu melihat nona Nam keluar dari kamar Suga malam itu. Dentang bunyi jam dinding kuno yang berbunyi tiga kali menandakan pagi hampir menjelang. Kantuknya membuat pelayan itu tak begitu memperhatikan nona muda itu. Hanya saja, mengapa jam dini hari seperti sekarang nona muda keluar dari kamar tuan Min. Pikirnya adalah kenakalan orang muda pada umumnya.

Pertengkaran pasangan baru itu mungkin sudah terselesaikan dini hari ini. Senyum jahil karena pikirannya mengarah pada sesuatu hal membuatnya menghentikan segalanya saat itu dan kembali ke kamarnya.

Our Marriage AnthemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang