O.

55 8 0
                                    

"Eonni, aku sudah menghubungi nomor kontak yang eonni berikan, tapi..." Nari membuatku penasaran.

Pagi ini seperti biasnya untuk kami, hanay saja lebih lesu. Kami membuka toko tanpa saling bicara. Masing-masing kami pasti punya banyak hal yang dipikirkan. 

"Mereka menolak untuk memberikan sewa atau harga sewanya tinggi? Jika begitu, katakan pada mereka jika kita hanya akan menyewa bagian tokonya dan tak akan mengakses bagian rumah."

"Itulah masalahnya. Jika kira tak menyewa semuanya maka kita akan punya toilet juga air."

Akhirnya aku paham maksud Nari. Toko itu sengaja dibuat menempel dengan rumah karena pemiliknya bermaksud mendapatkan sewa lebih dari dua bagunan itu. Menyewa bangunan untuk usaha juga harus membayar ijin usaha jika tidak maka akan dianggap pelanggaran fungsi.

"Apa aku harus bertemu dengan mereka secara langsung? Kita punya kontrak dengan pelanggan tetap. Harga yang mereka tawarkan sama dengan sewa baru toko ini tapi mereka memberikan bonus rumah." Ujarku mempertimbangkan.

"Maksudnya eonni akan pindah kerumah itu dan meninggalkan aku sendiri di apartemen?" Nari menelisik sambil melotot.

"Sebentar lagi kau akan punya teman disana, kau tak akan sendirian kok." Jawabku sambil tersenyum.

"Terserah tapi aku hanya ingin tinggal dengan eonni tidak dengan yang lainnya. TITIK!" Sikap Nari membuatku terbahak-bahak.

"Berhentilah menertawakanku. Aku akan membuatkan janji temu dengan induk semangnya."

Gadis itu pergi meninggalkanku dengan kesal, membawa ponsel keluar toko sambil menelpon.

*******************************

"Tuan Park, ini hasil yang anda minta." Sekretarisnya menyerahkan dokumen.

"Terima kasih telah membantu."

"Besok siang akan ada pertemuan seperti yang anda sudah rencanakan."

"Tolong atur dengan sebaik-baiknya."

Pria muda sekretaris Park Chanyeol meninggalkkan ruangan bosnya. Senyum Chanyeol merekah seperti mendapatkan apa yang dia mau. Berapa hari ini dia melupakan wanita pujaannya, bahkan tak lagi menemuinya sekalipun sekedar lewat telpon. Dia sedang memberikan waktu pada dirinya sendiri. Segala yang dia telah laukan dan usahakan sepertinya tak akan membuahkan hasil.

"Pak Ji, tolong kirimkan menu yang sudah kukirimkan pada anda ke toko Lily." perintah Chanyeol melaui interphone.

"Baik pak."

******************************

"Nona." Panggil pria berpakaian formal pada Namira yang duduk dipenthousenya.

"Bagus, aku suka pekerjaan mu."

Pria itu mengangguk takjim sebelum pergi. Wajah Namira berubah dingin dengan senyum sadisnya. Keinginannya untuk selangkah lebih maju sudah didepan mata. Segalanya sudah dia kerahkan hingga sejauh ini. Pekerjaannya harus sempurna seperti keinginannya. Sore ini telah dia lewati untuk sebuah kemenangan.

"Tak ada yang boleh menghambat jalanku, apapun dan siapapun itu!" Ucapnya sambil menutup dokumen ditangannya.

Langkahnya terhenti ketika bel berbunyi. Dahinya mengekerut melihat sosok tak biasa dilayar interphonenya. Kakinya undur selangkah sambil bersidekap menimbang. bel kembali berbunyi hingga berkali-kali. Pria dibalik pintu sepertinya sudah tak bisa sabar lagi.

"Apa maumu?!"

"Buka pintunya kita perlu bicara!" Dia sengaja berteriak supaya Namira mengerti jika ada hal yang mendesak.

Our Marriage AnthemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang