Z.

61 9 2
                                    

Sebulan penuh Namira tak berani keluar apartemen. Dia juga tak tau perkembangan yang terjadi diluar sana. Jackson dan Ella beberapa kali mengunjungi Namira tanpa dicurigai oleh wartawan yang masih setia menunggu walaupun sudah tak sebanyak waktu itu.

Dukungan dari orang terdekat membuat Namira mengerti bahwa hidup harus terus berjalan. Perlahan namun pasti, Namira sedikit demi sedikit mau melihat keluar. Dimulai dengan tirai jendela apartemen yang sekarang sudah dibuka sekalipun hanya tirai besarnya.

Setidaknya terang matahari bisa menggantikan lampu. Ella juga sudah mulai belajar berjalan. Namira akhirnya mengundurkan diri dari agensi. Meninggalkan bekas cerita di sana. Kekacauan Namira telah dibereskan oleh agensi secepat mungkin.

Kabar ayahnya belum dia dengar sama sekali. Hal itu juga mengganggu kesehatan mental Namira. Dia merasa ditinggalkan dan sendirian. Beruntung pria yang dulu dia ingin lupakan malah selaku ada.

Ella sedang duduk dilantai setelah berkali-kali jatuh karena latihan berjalan. Kini dia sedang bermain di atas karpet. Namira hanya duduk menatap anak itu. Dia hampir lenyap kan janinnya dulu. Sekarang Ella dan Jackson yang malah menemaninya dalam keterpurukan.

Ponsel Namira berdering. Jackson yang sedang menyiapkan sarapan untuk Namira menoleh.

"Sebaiknya kau jawab." Jackson mengagetkan Namira yang terus memandang Ella.

Namira menjawab telpon sambil sesekali menoleh pada Jackson juga Ella. Dia sedang menimbang sesuatu. Jackson bisa melihat bahwa Namira makin galau.

"Ayah akan kesini." Kata Namira sambil mendekati mereka berdua.

Jackson menatapnya sejenak kemudian kembali bermain bersama Namira.

"Ayah ingin bertemu dengan mu dan cucunya."

Hanya ada teh panas dan atas meja. Jackson, Namira dan ayahnya duduk diruang makan lam diam. Ayah Namira tak punya pilihan lain selain menerima Jackson menjadi bagian dari keluarga.

"Aku melihatmu merawat putri juga cucuku dengan sangat baik. " Ayah Namira duduk dengan punggung tegak namun kepala tertunduk.

"Terimakasih." Beliau memandang Jackson.

"Tak perlu pak, saya melakukan itu karena mencintai mereka." Jackson rendah hati.

"Tolong jaga mereka. Aku tak selamanya bisa menjaga mereka. Maukah kau memaafkan kesombonganku dulu?"

Namira mengerutkan dahi mendengar permintaan ayahnya.

"Kesombongan? Apakah itu appa?" Namira menegakkan punggungnya ingin tau.

"Appa adalah ayah yang ingin memberikan semua hal terbaik bagi putrinya. Waktu itu appa menilai jika Jackson tidak cukup baik untuk mu. Appa juga bersalah telah meminta Jackson membawa Ella pergi selamanya dari hidupmu. Maafkan appa, sampai detik ini appa belum bisa memaafkan diri APPA sendiri."

Tak ada yang bicara. Namira terhenyak dengan pengakuan ayahnya, cerita ini juga tak pernah dia dengar dari Jackson sekarangpun Jackson tidak membantah cerita itu.

Namira melotot kearah Jackson, pria itu hanya bisa tertunduk. Diapun tau jika dirinya sekarang akan mendapat kemarahan Namira karena cerita ayahnya. Tapi itu sudah berlalu.

"Pak, tak perlu merasa bersalah. Saya juga ayah seorang putri, mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama seperti anda untuk putri saya kelak."

"Baiklah, terimakasih sekali lagi. Kalian menikahlah, appa akan merestui."

Pasangan itu tak bisa berkata-kata.

"Pernikahan yang bagaimanapun akan appa berikan pada kalian." lanjut pak Nam.

Our Marriage AnthemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang