5.

41 9 0
                                    

Hari berganti, aku dan Suga tinggal di rumah sedangkan Nari bersama Seungho tetap di apartemennya. Toko tak ku buka, ku berikan libur bagi nari, Seungho juga SooJin. Namun Seungho dan SooJin tetap mengantarkan pesanan bunga harian seperti biasanya.

"Oppa, sarapan." Ucapku masih kesal.

"Sampai kapan kau akan dingin begitu?"

Mataku melirik tajam sekilas kearahnya yang disambut helaan nafas mengalah.

Suga tetap berada di dalam rumah sepanjang hari. Sedangkan aku memilih untuk mengisi vas-vas bunga untuk pengantaran besok hari. Sesekali aku kedalam hanya untuk melihat apa yang dia lakukan.

"Kau bisa memanggil ku saja dari pada harus mondar-mandir hanya untuk mengecek ku. Aku disini baik-baik saja." Ternyata Suga tau maksudku.

"Siapa yang mengecek mu? Kau ke-GR-an tau!"

Kekehan Suga terdengar. Dia berdiri kemudian memelukku dari belakang. Dekapannya erat seperti rindu. Ya benar, aku bahkan tak ingin disentuhnya ketika di rumah kami.

"Kau selalu wangi, aku suka." Bisik Suga.

"Uang suamiku banyak, jadi aku bisa membeli parfum apapun yang aku mau."

"Seharusnya kau berterimakasih bukan? Aku lelah kau abaikan, aku juga rindu putraku, aku rindu pada mu. Jika ingin sesuatu, atau marah atau apapun tolong katakan, maki-maki aku juga tak apa tolong jangan diamkan aku." Suga menatap manik mataku setelah dia memutar tubuhku menghadapnya.

"Kau bahkan tak memberi kabar seharian kemarin. Kau tak bertanya bagaimana kabarku, padahal kau tau jika ibu mu pasti akan menindas ku." Ku keluarkan ganjalan dalam hatiku.

"Jika aku datang dengan kostum superhero malah akan membuat eomma makin kesal pada mu. Maaf aku menyulitkan mu, tapi aku jamin ini yang terakhir kalinya."

"Jinjja? Tanganku, lenganku, pinggangku pegal sekali sampai sekarang. Kimchi sebanyak itu akan di kemanakan?" Tanyaku polos.

"Disumbangkan atas nama nyonya muda Min, biasanya ke panti asuhan, panti jompo dan shelter tuna wisma." Jawab Suga sambil duduk lagi meninggalkan ku yang masih berdiri didepannya.

"Ibu sudah mengirimkannya hari ini." Suga menunjukkan ponselnya yang berisi pesan dari ayahnya tentang sumbangan itu.

"Jadi? Apakah aku sudah bisa menerima maaf dari mu?"

"Entahlah!" Aku malu dan tak tau harus memulai dari mana.

"Aku sudah mengunci semua pintu sejak tadi. Pintu toko sudah kau kunci bukan?" Tubuh yang makin kekar itu beranjak menuju toko.

Sesaat kemudian dia kembali menubruk degan ciumannya. Suga menyesap bibirku menumpahkan inginnya yang tertunda karena ngambek ku.

Dia mendorong sembari menjaga ku menuju kamar kami di belakang punggungku. Suga memakai kakinya untuk menutup pintu membuat suara debam yang cukup besar.

Mata kami bertemu sesaat membuat senyum kami juga ikut muncul. Suga kembali menciumiku bertubi-tubi. Tangannya mengangkat dress hamilku. Ujung telunjuknya menyusuri pahaku saat dia mengangkat dress makin tinggi.

Kurasakan salah satu pahanya berada diantara kedua kakiku yang terbuka. Kami masih berdiri, punggungku menempel ke dinding kamar. Nafas kami menderu berhadapan. Kedua tangannya sedang membuka kancing di depan dada ku.

Wajahnya memerah melihat kedua buah dadaku yang masih tertutup bra transparan berenda hitam. Dia menatapku lagi sambil mengulum senyum meminta ijin untuk menikmati benda favoritnya. Aku juga tak ingin kehilangan momentum, ku angkat kaos putih oversize yang dikenakannya hingga tanggal.

Our Marriage AnthemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang