J.

74 10 0
                                    

Nari muncul dengan wajah bengong penuh tanya mendekatiku. Getar ponselku terasa di siku yang menempel di meja kerja menopang kedua tangan yang sedang memijit pelipis tegang ini. Rasanya kepalaku seperti menahan panas terik.

"Eonni, itu tadi?" Badannya memutar menghadap pintu beberapa detik lalu dia bingung lagi.

"Emm!" Mataku masih penuh perhatian pada ponsel.

"Daebak! Dia datang ke toko kita?"

"Ehmm." Jawabku singkat berharap dia tak berpikiran macam-macam.

"Untuk apa? Apakah dia tau jika kita ikut serta pada pestanya? Apa dia datang untuk berterimakasih? Apa dia me-notice aku saat di pesta? Daebak! Daebak! Aku melanglang jauh ke angkasa raya!" Perhatianku sejenak teralihkan karena suara penuh antusiasnya dengan tangan terentang seperti terbang. Sepertinya dia memang bucin Suga. Kepalaku hanya bisa menggeleng.

"Eonni!" Aku terperanjat karena bunyi gebrak kecil kedua telapak tangan Nari di meja.

"Astaga!" Celetuknya kemudian.

Nari meringis menggigit lidahnya. Ku gelengan lagi kepalaku. Nari duduk di hadapanku. Tangan ku sibuk mengecek ponsel yang tak mau diam sedari tadi. Pesan-pesan singkat itu isinya pertanyaan dan kekhawatiran. Pria itu akhirnya tau siapa suamku yang artinya dia tau bahwa baby Park-nya bermarga Min, mungkin.

"Seharusnya aku tidak libur, seharusnya ku turuti kata hati ku. Seharusnya aku melihatnya dari dekat, ngobrol, minta tanda tangan dan foto, argh!"

Nari terlihat begitu menyesal dan menderita.

"Akan kumintakan untuk mu."

Pasti gadis itu sedang melotot padaku. Diam dengan mata besarnya yang hendak keluar namun tertahan. Begitu ekspresinya jika kaget, gembira, berharap dan malu muncul bersamaan. Membayangkan wajah imutnya dengan raut seperti itu tentu saja membuatku tersenyum.

"Eonni, sedang meledek ya?" Wajahnya mendekat seperti merasa sedang kupermainkan.

"Ani. Jika kau ingin bertemu dengannya di apartemen kita, aku bisa menyuruhnya datang." Kaki ini nada bicaraku sedikit menyombong.

"Daebak! Eonni selain pandai melucu juga sanggup membohongiku?" Ucapnya.

Nari melenggang pergi kearah ruang sebelah. Terdengar mesin kopi berbunyi. Aku cekikikan sendiri. Hatiku ringan, senang rasanya. Karena Nari atau karena dia yang tadi muncul, entahlah. Hanya saja, seperti penuh dengan bunga-bunga.

Ku letakkan ponsel. Pesan Chan sudah kubalas dengan satu kalimat.
"Akan aku ceritakan nanti pada Sunbae."
Padahal pesan yang dia kirim puluhan. Nari kembali ke ruang depan dengan cangkir kopinya.

"Itu Suga yang minum ya eonni?" Jempolnya mengarah ke ruangan sebelah. Aku mengangguk.

"Daebak!" Nari berbalik secepat kedipan mata. "Eonni, mug ini untukku ya?!" Teriaknya antusias setengah bermohon.

"Kau hanya minta itu? Kalau kau mau bajunya, celananya, parfumnya, sikat gigi yang dia pakai, aksesorisnya, topi, cincin, kalung, anting atau password jenius labnya, aku bisa berikan." Wajahku memasang raut selidik penuh kesombongan.

"Kau sasaeng-nya? Buku kudukku merinding mendengar mu." Tubuhnya bergetar kecil.

Tawaku pecah. Aku terpingkal-pingkal bahkan hingga keluar air mata. Nari melihat dengan tertegun. Selama kami bersama dia tak pernah melihatku tertawa hingga menangis seperti pagi ini.

"Eonni, apa kau juga Suga stan? Kau bahkan membuat ku...begitulah!" Nari duduk lagi di kursi.

"Mian, aku hanya merasa lucu. Kau seperti sasaeng-nya. Bahkan mug bekas bibirnya kau minta. Sini, akan kucuci bekasnya. Kau menjijikkan." Kucoba meraih mug kecil bekas kopi Suga yang ternyata Nari lebih dulu menyambarnya kemudian menyembunyikan dibawah meja diantara kedua pahanya.

Our Marriage AnthemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang