Bagian 3

433 24 0
                                    

Senin ini Tiara siap bekerja sebagai penulis. Orang tuanya ketika mendengar anaknya tersebut mendapat kerjaan baru malah terlihat prihatin.

Bahkan ibunya berkata, “Jangan terlalu beratlah kerjanya. Kamu ngambil tempat artikel kan udah banyak. Gak usah terlalu capek.” Sambil berlalu menyiapkan ayahnya makan.

“Lumayan Buk duitnya. Lagian aku mau nabung. Kalau jadi mau buat beli pesawat baru,” ucap Tiara sambil terkikik saat berkata begitu. Ibunya hanya geleng-geleng saja melihat kelakuan anak gadisnya tersebut.

“Weh. Mbak Tiara kerja ya hari ini. Akhirnya kerjanya keluar rumah. Sepet banget gue mbak liat lu mulu di rumah,” ucap adiknya tiba-tiba dari ruang depan.

Saat dilihat adiknya mulai menyendok nasi kedalam piring Tiara berkata, “Jorok ih belum mandi udah ambil makan. Yah liat deh Bayu jorok. Iyuhhhh.” Sambil berlaga seperti ingin muntah.

Bayu yang dikatai seperti itu hanya berdecak saja sambil berkata, “Lagu lu mbak. Biasa juga lu begini. Ini karena lu kerja aja jadi mandi, dih itu juga boss lu kalau tau kelakuan lu najis juga ya.”

“Lagian dek, mukanya dicuci dulu kenapa sih. Jorok amat,” itu suara Ayah.

Tiara merasa di atas angin mendengar pembelaan dari Ayahnya. “Lagian kamu gak kuliah pagi?” lanjut Ayah.

Memang selalu begini kelakuannya setiap hari. Tiada hari tanpa saling mengejek dengan Bayu. Di rumah ini bukan hanya Tiara saja yang memiliki sifat konyol, ayah dan adiknya juga sama. Hanya belum saja terlihat.

“Adek masuk siang Yah,” jawab Bayu dengan malas. Adik Tiara ini memang masih berkuliah semester 4 jurusan hukum. Berbeda dengan Tiara yang mengambil konsentrasi Hukum Perdata, adiknya itu mengambil Hukum Pidana. Bayu ini sangat terinspirasi sekali dengan Adiknya Ibu yang menjadi seorang pengacara hebat.

Kalau dilihat-lihat Bayu lebih niat masuk jurusan hukum dibandingkan Tiara. Lihat saja sekarang malah lebih nyaman menjadi pekerja lepas sebagai penulis artikel. Meski begitu orang tua Tiara tidak sama sekali membedakan dia dengan adiknya.

Orang tuanya adalah orang tua yang terbuka dengan segala kemajuan dan perkembangan. Sehingga saat Tiara memutuskan menjadi penulis ayah dan ibunya sangat mendukung keputusannya tersebut.

Tiara pun mengambil laptop dan handphonenya yang ditaruhnya di atas meja makan. Kemudian dimasukkannya kedalam tas kerjanya.

“Ara berangkat dulu ya. Assalamualaikum,” ucap Tiara sambil menyalimi tangan kedua orang tuanya tersebut.

“Ara!” panggil Ayah saat Tiara bersiap bangun dari duduknya. Ara hanya menaikkan alisnya saja mendengar Ayahnya memanggil dirinya.

Kemudian berkata, “Nanti kalau pas lampu merah berenti ya. Terus pastiin ban motor kamu muternya di aspal jangan dicomberannya Uwak Rani.”
Lihatkan kelakuan Ayahnya.

Tiara yang diberi nasihat begitu hanya mencebikkan bibirnya. Lagian kenapa Ayahnya masih ingat dengan kelakuannya tersebut. Memalukan umur sudah tua naik motor masih suka oleng, lagi pula itu terjadi karena tiba-tiba ada anak kecil sedang lari tanpa pengawasan. Tiara bermaksud menghindarinya malah naas dirinya terjebur di comberan.

Ibunya yang lihat Tiara masuk comberan berlari sambil tetiak histeris. Karena hal tersebut para tetangga melihat kearahnya semua. Makin malu saja Tiara. Bayu yang dengar hal tersebut jangan ditanya lagi, puas tertawa hingga mengeluarkan air mata. Senang sekali dia kalau Tiara tersiksa.

Tiara berangkat dengan mengendarai motor matic yang sudah menemaninya sejak kuliah dulu dan yang masuk comberan Uwak Rani.

Selama perjalanan Tiara selalu mengisi dengan lagu yang dia hapal. Dia adalah orang yang tidak suka jika hanya diam saja. Terkadang Tiara akan mengisi perjalanannya dengan dia, seolah menjadi seorang penulis terkenal yang sedang melakukan wawancara. Memang absurd tingkah wanita satu itu.

Meja KantorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang