10

41 13 4
                                    

Gadis itu mengerutkan keningnya.

Perih kian menjalar ke seluruh tubuhnya, tetapi tak satu pun suara terlontar dari mulut gadis tersebut. Sementara itu, tak henti-henti aku terus menegak darah miliknya. Di luar dugaan, darah manusia yang diberkahi bahasa kaumku ternyata terasa begitu nikmat dan juga membuatku merasa ... rindu, membuatku semakin ... menginginkannya!

Tubuhku tersentak. Apa yang baru saja aku pikirkan? Nafsu nyaris menenggelamkanku menjadi makhluk bengis tak berakal, sama seperti kedua serigala yang kelaparan tadi.

Aku segera mengangkat taring-taringku, menariknya dari tangan gadis tersebut yang telah terkoyak. Setelah itu, aku hembuskan napasku di atas lukanya dan seketika itu hilanglah luka-luka tersebut hingga tak berbekas. Ini seolah aku tak pernah menyentuh gadis tersebut.

"... Sudah selesai?" tanya gadis itu tercengang setelah melihat tangannya yang bersih tanpa bekas luka apa pun.

"Ya, sudah selesai ... sekarang, pulanglah," perintahku.

"Tidak mungkin! Kamu pasti masih lapar! Kenapa kamu tidak memakanku saja?"

"Ini sudah cukup buatku. Lagipula, aku aku sudah mengabulkan keinginanmu, bukan?" lanjutku, "sekarang, pulanglah. Kembalilah ke desa tempat kau tinggal. Bukankah kau pasti memiliknya juga? Keluarga, maksudku."

Seketika itu, raut wajahnya berubah. Berulang kali mulutnya membuka dan menutup, mencoba untuk berucap. "Aku ... aku sudah tidak lagi memilikinya," ungkapnya muram, "sesaat aku terpilih menjadi kurban...."

Gadis itu terhenyak, larut dalam keheningan. Seakan-akan ada sesuatu yang menahan kerongkongannya, kata-kata itu dirasa begitu berat untuk dapat keluar dari mulutnya.

.

.

"... mereka telah menganggapku sebagai orang mati."

.

Deer You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang