*12*

108 28 5
                                    

"Cil...elo gak mau gitu coba tunjukin perasaan lo ke Aga?" Ceisya menatap adik semata wayangnya. Sedari tadi memang kedua gadis cantik ini sedang mengadakan sesi curhat. Sebenarnya Ceisya terlebih dahulu yang cerita tentang kedekatannya dengan teman seangkatannya di kampus.

Lelaki beruntung yang sedang membuat Ceisya gundah gulana ini bernama Farhan. Bukan teman satu fakultas dengan Ceisya, mereka berkenalan ketika Ceisya duduk seorang diri di perpustakaan sedangkan hari sudah semakin gelap. Farhan menghampiri Ceisya dan mengingatkan bahwa sebentar lagi perpustakaan akan tutup. Setelah berkenalan, mereka dengan tidak sengaja jadi sering bertemu. Dan kedekatan itu terjalin.

Setelah Ceisya mencurahkan semua isi hatinya, giliran Arcilla yang bercerita tentang Arka dan Naila.

"Gue musti ngapain mba? Apa yang gue lakuin ke Aga, secara gak langsung udah nunjukin perasaan gue bukan sih mba?" Arcilla menghela napas. Di sisi lain, ia benar-benar ingin bertanya ke Arka tentang hubungannya dengan Naila.

"sikap lo ke Aga itu Cuma nunjukin temen Cil. Gak ada yang spesial." Sahut Ceisya.

"sikap dia ke gue juga Cuma nunjukin temen mba."

"elo gengsi?" selidik Ceisya.

Arcilla mengerutkan dahi mencoba mencerna pertanyaan kakaknya itu.

"maksud gue, elo bersikap tergantung sikap lawan main lo. Menurut gue gak masalah elo nunjukin sedikit perasaan sayang lo ke dia Cil."

"kalo Aga gak nyaman gimana? Terus dia ngejauhin gue?"

"emang setiap Tindakan ada resiko. Dan jatuh cinta itu juga beresiko tinggi. Jangan jadi pengecut Cil, kita hidup itu ditakdirkan menjadi pejuang bukan pecundang." Ceisya mendekati adiknya.

"berjuang dulu untuk urusan hasil tinggal serahin sama Allah,apapun hasilnya itu udah yang paling bener dan paling baik."

"gue takut kehilangan Aga di keseharian gue mba."

"sadar gak Cil, semua akhirnya juga akan pergi. Hanya soal waktu."

"mba..."

Ceisya melirik.

"kalo Aga ninggalin gue, bisa gak ya gue dapet temen yang kayak dia?" Ceisya menangkap kegelisahan di mata Arcilla.

"belum juga mulai Cil, udah mikir yang gak enak aja. Positif dong!"

Arcilla benar-benar tidak mempunyai kepercayaan diri. Pikiran tentang Naila dan si gantungan kunci benar-benar mengikisnya.

"ih adeknya mba kok jadi gak pedean gini sih?! Dengerin mba, elo Cuma perlu ngikutin kata hati,perjuangin hati lo. Udah itu aja."

"iya mba..." lesu Arcilla.

***

Hari ini Arka benar-benar tidak mengiriminya kabar. Dari pagi sampai sore Arcilla selalu mengecek ponselnya kalau saja ada kabar dari Arka. Tapi hanya helaan napas yang terjadi setiap Arcilla mengecek ponselnya. Dia yakin Arka sedang bersama Naila. Kenapa Arcilla sangat yakin? Karena dia hampir tahu semua teman-teman Arka yang memang tidak banyak. Semuanya hampir Arcilla kenal, ya Arka memang yang mengenalkannya.

Ketika kemarin Arka mengatakan bahwa ada janji dengan temannya tanpa menyebut nama Arcilla sudah bisa menebak bahwa Arka pergi dengan seseorang yang Arcilla tidak ingin dia ketahui.

Sudah hampir pukul 8 malam. Ponsel Arcilla masih saja sepi dari pesan Arka. Dia ingin mengiriminya pesan tapi diurungkan. Tiba-tiba ada panggilan masuk. Tapi nama yang tertera di ponselnya bukan Arka melainkan Ambar.

"halo.." Arcilla dengan lesu menjawabnya.

"Ci dimana?"

"rumahlah..ngapain?"

FREUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang