*40*

185 34 19
                                    

Arcilla berkacak pinggang mendapati lelaki tinggi dengan membawa tas ransel dan banyak paperbag di tangan kanan-kirinya. Sedangkan sang lelaki hanya menampilkan senyum takut melihat Arcilla yang juga melotot.

"Aku jauh-jauh loh Arci kok gak disuruh duduk?"

"Siapa lagi yang nyuruh kesini?" Lelaki ini, Bagas, iya Bagas. Jam 10 pagi sudah mengebel pintu rumah Arcilla.

"Gak usah marah, aku khawatir sama kamu." Bagas mengerucutkan mulutnya berharap Arcilla luluh.

"Ck..Mas, aku gak suka kamu bolos kuliah. Kamu udah semester 7, lagi skripsi. Kan aku bilang, aku gapapa. Cuma luka disini doang." Arcilla menunjukan dahinya yang ditutup perban.

"Gak bisa Arci. Aku di Yogya gak akan tenang kalo gak ketemu kamu. Aku gak lama kok, lusa pulang." Arcilla menatap malas.

"Ya iya siapa suruh lama-lama?! Kalo bisa sore ini pulang!"

"Kamu ih ditengokin calon pacar kenapa judes gitu?" Tanpa dipersilahkan duduk Bagas duduk. Arcilla juga duduk di sebelah Bagas.

"Eh tante mana? Sepi di rumah?" tanya Bagas celingukan.

"Mama lagi belanja sama mba Cei. Biasa belanja bulanan sama ke pasar."

"Aku gak dibawain apa-apa dari Yogya?" tanya ketus Arcilla. Bagas malah terkekeh gemas.

"Tadi aja ngomel sekarang nanya oleh-oleh. Tuh 2 plastik jajanan buat kamu semua." Arcilla beralih ke paperbag yang di bawa Bagas. Mataya berbinar melihat banyak makanan yang dibawa.

"Assalamualikum.." Arcilla mendengar suara yang sangat familiar di telinganya.

Arka muncul membuka pintu sambil tersenyum manis tapi seketika senyumnya hilang mendapati Bagas membalas salamnya.

"Waalaikumsalam..."

Arcilla mencoba santai. Toh apa yang harus dikhawatirkan.

"Kenapa Ga?" Arka mencoba mengatur napasnya yang tiba-tiba menjadi cepat.

"Ini Bunda ngasih elo kue." Arka menyerahkan titipan Bundanya ke Arcilla.

"Waaah..makasih ya bilangin tante."

"Ka...sini." Bagas menggeser duduknya. Bagas benar-benar polos. Arka terpaksa duduk di samping Bagas.

"Makasih ya kemaren udah bantuin Arci." Arka tersenyum sinis. Enak saja memang Bagas siapanya?

"Gak perlu makasih mas, Cilla itu sahabat gue." Bagas mengangguk saja.

Arcilla sedang di dapur menyiapkan minum dan makanan ringan untuk Bagas dan Arka.

"Ya gue makasih lah, elo udah bantuin calon pacar gue heheheee..." Bagas berniat bercanda tapi tangan Arka malah mengepal. ANJING!

"Emang Cilla bakal nerima elo mas?" Bagas terkekeh santai.

"Doain makanya. Susah anaknya Ka, dia bilang butuh waktu. Tapi gue seneng ada kemajuan. Waktu gue tembak pertama dia langsung nolak. Tapi pas kedua ini dia bilang butuh waktu, berarti kan gue dipertimbangin dong." Bagas malah curhat dengan Arka, tidak tahu saja Arka sedang menahan cemburu.

"Tapi yakin akhirnya Cilla bakal nerima elo mas?"

Bagas menerawang. "eehmm... yang penting gue udah usaha maksimal Ka. Gue cinta, sayang banget sama dia. Kalo memang dia gak nerima gue dan lebih milih cowok yang masih ada di hatinya dia gue bisa apa?"

"Gue akan terima keputusan Arci apapun."

Keduanya terhenti melihat kedatangan Arcilla.

"Minum dulu nih pada.."

FREUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang