Bagas sudah duduk manis dengan disuguhi pisang goreng serta kopi susu yang diantarkan oleh bibi di rumah Arcilla. Sedangkan ada Falisha sedang memasak di dapur dan Arcilla sedang meminum obat di meja makan.
"Pinter minum obatnya." Bagas tersenyum manis melihat Arcilla berjalan menghampiri dan duduk di sebelahnya.
"Aku udah sembuh mas, itu tadi antibiotic doang yang harus dihabisin."
"Coba sini liat lukanya." Bagas meneliti luka di dahi Arcilla. Memang sudah terlihat mengering, jahitannya pun sudah terlihat tidak berbekas.
"Besok pagi-pagi aku pulang Cil. Pesawatnya jam 8."
"Iya mas, harusnya kamu gak perlu dateng ke sini. Bolos kan 3 hari." Arcilla agak kesal karena Bagas harus membolos.
"Kenapa sih permasalahin itu terus? Kan aku bilang, di Yogya pun aku gak akan konsen kuliah denger kamu kecelakaan." Bagas mencebik.
"Kan bisa video call, lagian udah aku fotoin aku gapapa...ah bilang aja mas Bagas mau ketemu aku ya?!"
"Itu tau!"
"Kangen Ci..." Bagas berubah seperti anak kecil.
"Dihh..."
"Emang kamu gak kangen sama aku?" Arcilla terdiam.
"..."
"Ah kamu gak kangen ternyata." Bagas tersenyum miris.
"Ih gak gitu..."
"Gapapa Arci.. Aku masih sabar nunggu kamu, sampe kamu bilang yes!" Arcilla terpaku, ada perasaan bersalah. Jujur sampai saat ini perasaannya untuk Bagas belum berubah. Rasa sayang yang dimiliki baru sebatas teman.
"Maaf mas..."
Bagas menggeleng meraih tangan kanan Arcilla untuk digenggamnya.
"Kalau masalah hati memang harus sabar. Aku aja udah berterima kasih dan seneng waktu kamu bilang mau belajar buka hati buat aku." Arcilla mengerjap.
"Mas..."
"Gak usah dipaksa Arci. Yang harus kamu tau, aku sayang banget sama kamu. Nanti apapun keputusan kamu aku gak akan protes heheheee..."
"Iya mas...doain ya. Mas juga harus tau, aku gak main-main waktu bilang akan berusaha. Aku serius. Sebenernya bisa aja aku terima mas tanpa rasa cinta, tapi apa mas bahagia? Dan itu akan menyakiti kita berdua."
"Kalau mas merasa sudah di batas sabar dan aku belum ambil keputusan, silahkan mas ambil langkah ya. Aku harap mas bisa bahagia."
Bagas menatap Arcilla dengan mata berkaca-kaca, sungguh ada rasa haru, senang, sedih di hatinya.
"Iya...I love you so much Arcilla." Hati Arcilla lagi-lagi dibuat menghangat mendengar ketulusan Bagas. Bagas yang tidak pernah menyakitinya, Bagas yang selalu memprioritasnya, Bagas yang menjadikan Arcilla porosnya.
***
Arcilla berjalan cepat menuju ruangan dosen, ada apa pikirnya? Tidak pernah sebelumnya Arcilla dipanggil oleh Ketua Jurusan. Dengan jantung yang masih bertautan, napas yang naik-turun Arcilla memberanikan diri mengetuk pintu ruangan Ketua Jurusannya.
Tok..tok..tok.
Clek.
"Selamat siang Pak." Seorang laki-laki berperawakan tegas tapi memiliki mata yang teduh mempersilahkan Arcilla masuk dan duduk.
"Arcilla, saya panggil Arci boleh?" dengan kacamata yang masih bertengger di hidungnya, ARIO WICAKSONO, memperhatikan Arcilla.
"Arci boleh pak." Arcilla tersenyum kaku, dia masih bertanya ada apa dirinya dipanggil.
KAMU SEDANG MEMBACA
FREUND
FanfictionFreund/freunde berasal dari bahasa Jerman yang berarti teman/sahabat (secara umum). Adalah sepasang sahabat yang sudah menjalin hubungannya lebih dari 3 tahun. Arcilla dan Arkatama. Keduanya sering sekali menghabiskan waktu bersama, sekolah bersama...