“Lima menit lagi gue sampe, gimana caranya lo harus udah siap!”
Sambungan telpon langsung terputus, menyisakan perempuan yang langsung bergerak dengan cepat. Mukanya langsung dipoles tipis, tak lupa hijab pashmina dia kenakan agar terlihat semakin anggun. Sedari tadi mulutnya tak berhenti menggerutu, karena teman lucknutnya itu selalu mengusik hari-harinya.
“Kalo bukan temen udah gue mutilasi juga ni orang,” gerutunya sembari mengambil jaket juga tas yang sudah berisi dompet dan juga parfum.
“Kemana kak?” tanya lelaki berusia empat belas tahun.
Yang diajak bicara berdecak kesal, saat situasi seperti ini dia sama sekali tidak suka diajak bicara. Moodnya sedang buruk, dan yang dia inginkan hanyalah diam tak lupa sibuk dengan sumpah serapah kepada temannya.
“Temen gue mau jemput, katanya lima menit sampe tapi udah lebih dua menit dia belom disini juga. Tau gitu guekan bisa nyantai, dasar kampret!” celotehnya tanpa mempedulikan sang ibu yang hanya bisa menggelengkan kepala.
Tidak lama setelah mengucapkan geretuan yang sedari tadi dia tahan, terdengar pintu gerbang terbuka. Tampaklah seorang lelaki berpakaian simple dengan senyuman tak berdosanya, tanpa basa-basi dia langsung menemui ibu temannya dan mengajaknya menaiki motor.
“Katanya lima menit, lo udah lebih sepuluh menit dodol! Tau gitu gue bisa dandan lebih cantik!” sepertinya perempuan muda itu masih kesal dibuatnya.
“Nona Flora yang terhormat, dikarenakan gue selalu nunggu lo berabad-abad jadi untuk menghindari hal yang tidak diinginkan jadilah gue kepikiran hal itu.” Jawab lelaki yang diketahui bernama Elang dengan kekehan diakhir katanya.
Suara dengusan keluar dari mulut Flora, meskipun tidak terdengar tapi Elang dapat melihat ekspresi temannya dari kaca spion. Untuk kesekian kalinya dia dibuat ketawa, karena menurutnya perempuan yang sedang dia bonceng ini tetaplah gadis berumur tiga belas tahun yang baru dia kenal delapan tahun yang lalu.
“Mana? Katanya temen lo bakal
kesini?” tanya Flora saat melihat angkringan yang mereka datangi ternyata benar-benar sepi.Elang hanya bisa mengedikan bahu dan menatap sekitar, jemarinya bermain diatas benda pipih sebelum akhirnya menatap Flora yang langsung dihadiahi dengan tatapan curiga.
“Hotspot.” Elang berkata dengan cengiran kudanya.
Mendengar hal itu Flora langsung memutarkan kedua bola matanya, walau terlihat tidak ikhlas tapi dia tetap melakukan apa yang diminta. Sesekali dia membantu Elang untuk menghubungi teman-temannya, namun sampai lima belas menit berlalu tidak ada satupun jawaban yang mereka dapatkan.
“Ini udah hampir jam setengah sembilan Lang, nanti gue pulang jam berapa?” gerutu Flora saat tak mendapatkan kemajuan sedikitpun.
Elang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sesekali dia memberikan sumpah serapah kepada teman-temannya yang tidak bisa diajak kerja sama. Padahal merekalah yang merencanakan ini semua untuk menyambut kepulangan Flora sekaligus meet up setelah tidak bertemu sejak lulus masa putih biru.
“Ya udah lo mau kemana? Kalo mereka gak dateng kita berdua aja dah yang main, lagian gue juga udah empat taun gak ketemu lo.” kata Elang final.
Flora mengedikan bahu, “Gue gak tau, pokoknya cari tempat yang Instagram-able aja. Udah lama gue gak posting.”
Elang terdiam sesaat lalu menyuruh Flora untuk kembali menaiki motor, “Gue gak tau ini bakal sesuai keinginan lo atau enggak, tapi kafe ini punya temen gue dan soal harga pasti worth it banget sih.”
Setelah mengucapkan hal itu Elang langsung tancap gas, dan selama perjalanan tidak ada satupun percakapan yang tercipta. Apalagi saat hujan tiba-tiba turun, itu membuat Elang langsung menambah kecepatannya. Untung saja itu tidak berlangsung lama. Sedangkan Flora sibuk melihat jalanan, sudah lama dia tidak jalan-jalan di kotanya. Waktu dia dihabiskan di kampung orang yang memaksanya untuk menjadi dewasa. Ya walaupun hal itu tidak akan berpengaruh saat dia sudah berada di rumah tercintanya.
“Disini temen-temen gue suka nongkrong semoga aja mereka gak- shit!” umpatan itu keluar tepat saat Elang membuka helm.
Pandangan Flora lanngsung tertuju ke arah pandang temannya, terlihat segerombolan lelaki yang sedang disibukan dengan ponselnya. Belum lagi seorang barista yang sedari tadi telah menyita perhatiannya. Tanpa menunggu Flora yang masih mencerna suasana, Elang langsung menghampiri temannya dan ber-tos ria. Seakan lupa dengan kehadiran Flora, dia sibuk bercengkrama dengan teman-temannya sebelum teman-temannya menggoda dia karena mengabaikan perempuan yang sedari tadi hanya berdiri di dekat motor.
“Eh duduk Ra, terserah lo mau dimana.” Kata Elang yang membuat Flora berdecak kesal.
Hal ini benar-benar diluar ekspektasinya, jika semua lelaki itu adalah teman SMPnya pasti Flora tidak akan merasa terabaikan seperti ini. Alhasil dia memilih kursi paling depan, tepat dimana barista itu berada juga matanya teralihkan dengan benda pipih yang telihat lebih menarik.
“Tau gini gue gak usah ikut deh, bt banget anjir. Sialan tu orang, nanti bakal gue aduin ke ibu!” gerutunya sambil memainkan boomerang untuk mengusir rasa bosan. Sesekali dia mengirim pesan kepada ibunya yang berisi gerutuan tanpa peduli hal itu mengganggu atau tidak.
“Lo gak pesen?” tanya Elang setelah puas berbincang.
Flora menatapnya sinis, “Gimana gue mau mesen kalo lonya sibuk sendiri bambwang?” katanya balik bertanya.
Elang terkekeh dan mengambil menu dari depan, dia duduk disebelah Flora dan membiarkan temannya memesan apa yang diinginkan.“Taro lattenya aja deh satu, kalo lo mau ngejajanin gue sih terserah.” Kata Flora yang dihahdiahi dengan satu jitakan.
“Harusnya gue yang lo jajanin ogeb,” jawabnya lalu menuju ke arah barista yang ternyata juga teman baiknya.
Flora benar-benar mengabaikan sekitar, moodnya sudah memburuk sejak tadi. Dan untuk menjaga mood swing yang pastinya akan merusak suasana, dia memilih untuk diam sembari memainkan ponsel. Seakan tau Elangpun membiarkan temannya sibuk selama beberapa saat, karena dia tidak ingin mengambil resiko menghadapi singa betina yang akan mengamuk.
“Gimana kerjaan lo?” tanya Elang setelah sepuluh menit terdiam.
Sebelum menjawab Flora mengibaskan tangannya karena asap rokok mengepul di wajahnya, “Ya gitu deh, namanya juga kerja ada serunya banyak nyebelinnya.”
Elang mengangguk, “Kuliah lo gimana?” Flora balik bertanya.
“Jawabannya sih sama aja kek lo, kuliah gak segampang sekolah meskipun emang keliatan nyantai.” Jawabnya sambil menghisap rokok.
Flora mengangguk lalu menopang dagu, “Lo itu beruntung banget bisa kuliah, jadi gue harap jangan ngulangin masa SMP lo yang mageran ya. Soalnya banyak banget orang yang mau ada diposisi lo, termasuk gue.” Katanya sendu.
Biar bagaimanapun juga Flora tetaplah remaja yang masih ingin merasakan bangku kuliah, bercengkrama dengan teman tanpa mempedulikan biaya. Rasanya hidup terasa sangat indah jika hal itu terjadi kepada dirinya.
Elang mencubit pipi Flora gemas, “Lo juga harus bersyukur karena Tuhan milih lo buat jadi wanita kuat. Jarang banget ada orang yang bisa ngalah sama keadaan meskipun keinginannya begitu menggebu.”
Mereka terlihat sangat akrab, seakan tidak mempedulikan kalau sedari tadi banyak sekali pasang mata yang memperhatikan keseruan mereka.°°°
Hello gaes, aku balik lagi dengan cerita yang sweet kek authornya🤭
Btw cerita ini terinspirasi dari someone or something yang cukup berkesan di kehidupan author eaa:v Dan untuk menghindari obrolan yang semakin absurd, marilah kita sama-sama pencet tombol bintang dan komen masal😚
See u💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Picollo Latte [✓]
Teen FictionBerawal dari kopi semua kisah terukir. Walaupun tidak ada yang mengetahui akankah semua itu berakhir menjadi kisah atau malah harus melepas yang terkasih. Hanya saja.... "Mencintai lo itu hak gue, dan sampai kapanpun lo nggak ada kewajiban buat ngeb...