Chapter 17

15 5 8
                                    

Huft!

Flora melangkahkan kaki dengan gontai, ternyata menjadi bagian penting dalam sebuah usaha itu cukup melelahkan. Walaupun apa yang dialaminya tidak seberapa hanya saja itu semua merupakan pengalaman pertama baginya. Masih banyak hal yang harus di revisi entah itu masalah pelayanan ataupun kinerjanya sendiri.

“Loyo amat lo!” seru seseorang sambil merangkulnya begitu saja.

“Gue udah capek, jangan buat gue emosi lagi sama tingkah tengil lo.” ucap Flora lesu. Malam ini dia sangat ingin beristirahat dengan tenang tanpa ada gangguan dari siapapun termasuk orang yang ada di sebelahnya saat ini.

Elang mencubit pipi Flora gemas, “Ternyata Flora yang tidak berguna ini bisa sangat bermanfaat ye di kafe, apa gara-gara ada Zayn?” tanyanya menggoda, sesekali dia mencolek dagu temannya tidak peduli jika tangannya selalu di tepis.

“Kadang gue heran sama lo, bukannya lo kuliah? Terus lokan ketua DPM, kok bisa kerjaannya keluyuran terus? Harusnya lo sibuk sama urusan kampus bukan gangguin gue kek gini!” gerutu Flora tanpa membalas pertanyaan yang di dapat olehnya.

Mendengar hal itu Elang hanya dapat terkekeh, memangnya dengan dia sibuk urusan kampus hidupnya harus dipenuhi dengan bayang-bayang itu? Lagipula dia belum bisa mempercayakan teman baiknya kepada Zayn, jadi sesekali dia harus mengawasi semuanya.

“Ikut gue!” seru Elang sembari menarik lengan Flora, dia tidak mempedulikan berbagai macam umpatan yang didapat. Karena menurutnya ini merupakan hal yang sangat penting, setidaknya untuk Flora dan masa depannya. Hingga sampailah mereka di sebuah angkringan tak jauh dari tempatnya tadi berdiri.

Tidak ada yang dapat dilakukan oleh Flora selain menghela nafas, yang terpenting nanti dia tidak mau mengeluarkan uang sepeserpun. Biar saja Elang bertanggung jawab dengan semua perbuatannya, sudah tau Flora tidak punya banyak uang terlebih dia harus membantu pengeluaran kafenya untuk sementara waktu.

Sorry ngedadak banget, tapi lo tau gak kafe yang dikelola si Gina?” tanya Elang serius, kali ini tidak ada lagi ekspresi bercanda di wajahnya. Hal itu membuat Flora menyimpan kekesalannya untuk sesaat dan memilih untuk diam, karena dia tau masih banyak hal yang akan disampaikan oleh temannya.

“Kafe dia namanya Gold Café, sejauh ini dia udah punya lima pegawai. Kasir, barista, chef sama dua waiters. Yang bikin gue gak nyangka baru juga sehari buka kafenya udah penuh sama pelanggan, padahal lo tau sendiri lokasi itu gak strategis. Dan lo juga pasti tau gimana lingkungan kafe itu, jadi gue heran aja sama perubahan signifikan itu.” Papar Elang sedikit berbisik.

Flora mengepalkan kedua tangannya, hatinya sangat mendidih setelah mendengar semua pemaparan itu. Apa yang sebenarnya di rencanakan oleh gadis itu? Lagipula jika tujuannya adalah cinta mengapa dia harus menghancurkan pujaan hatinya alih-alih memberikan semangat? Tapi sekarang bukan itu yang menjadi masalahnya, karena yang terpenting saat ini adalah bagaimana membuat kafenya menjadi seperti itu.

“Dekor tempatnya ada yang berubah?” tanya Flora yang langsung di jawab dengan anggukan.

“Kalo diliat dari luar itu mewah banget, kek kafe orang elit gitu tapi harganya bisa pas sama kantong anak sekolah sekalipun. Kata temen gue banyak tempat yang bisa dijadiin spot foto dan pastinya instagram-able banget.” Elang menjelaskan dengan seksama.

Isi kepala Flora langsung penuh seketika, dia memilih untuk menyeruput teh hangatnya sambil memijat pelipis yang semakin pening. “Kalo gini caranya tujuan dia bukan nyari laba,” lirihnya namun masih terdengar jelas oleh Elang.

“Dia bisa kek gitu karena asupan dananya kenceng, mungkin untuk sekarang dia rugi tapi tinggal tunggu waktu aja modalnya bakal balik.” Elang berargumen dan tentunya itu semakin membuat Flora ingin menghilang dari peradaban saat ini juga.

“Bukan laba tujuannya, tapi yang dia pengen itu ngejatohin kafe gue. Seandainya itu terjadi orang yang paling gue khawatirin itu Angkasa, dia gak tau apa-apa. Jadi sebelum itu terjadi gue harus ngehentiin semuanya,” ucap Flora begitu menggebu, hanya saja mata yang baru saja bersinar itu redup kembali. “Tapi gimana caranya?” tanyanya frustasi.

Flora membiarkan kepalanya terbentur meja, badannya sudah terlalu lelah dan sekarang pikirannya harus diajak bekerja lagi. Rasanya dia ingin kembali seperti dulu lagi, masa dimana yang dia pikirkan hanyalah materi pelajaran tanpa harus memikirkan peliknya kehidupan. Tidak ada yang dia rindukan selain masa putih abu itu, hanya saja keadaan memaksanya untuk segera beranjak dan melupakan semua kenangan indah itu.

“Kalo lo mau gue bisa bantu,” kata Elang membuat Flora mengangkat kepala dan menaikan sebelah alisnya, “Menurut gue kafe yang udah lo ubah sedemikian rupa itu udah bagus, tapi ada satu yang kurang. Marketing, percuma lo ngebagusin intern kalo gak mikir gimana caranya buat narik pelanggan. Emangnya lo mau terus ngeluarin duit sampe simpenan Aang abis?” lanjutnya.

“Terus rencana lo apa?” Flora balik bertanya dan itu membuat Elang mengukir sebuah senyuman dibibirnya.

“Pertama gue bakal promosiin kafe itu di akun instagram gue, terus seperti biasa awalnya gue bakal ngelakuin sistem paksa ke temen-temen biar dateng ke kafe lo. Nah kesempatan itu harus lo pake sebaik mungkin, sajiin makanan yang enak dan buat suasana senyaman mungkin. Kalo Gold Café lebih untuk hiburan, lo bisa ngebuat suasana kafe jadi tempat yang nyaman buat orang kantoran atau pelajar.”

“Gue sendiri gak tau apa konsep kafe lo, cuma itu bisa dijadiin pertimbangan. Kalo lo mau ngadain live musik juga bisa buat acara weekend, atau lo bisa buat beberapa tempat dengan tema yang beda. Misalnya outdoor lebih ke hiburan, indoor lebih ke suasana orang yang mau nyari ketenangan terutama bagian atas.”

“Kebetulan tiga hari lagi organisasi gue bakal ada acara, gue bisa ngerubah tempatnya jadi di kafe lo. Asalkan lo bisa kerjasama dengan baik gue bisa ngeusahain semua, tinggal nanti ada beberapa waktu lo promosiin kafe lo dan bisa kasih sesuatu yang bakal bikin mereka balik lagi kesana.” Papar Elang panjang lebar.

Flora mendengarkan semuanya dengan serius, sesekali dia mengangguk. Tanpa sadar dia langsung memeluk Elang dengan erat, “Makasih udah mau ngebantuin gue.” Ucapnya riang. “Tapi gue gak bisa ngebayar lo Lang, jadi mending lo fokus sama kuliah lo aja deh yang lebih bermanfaat.” Lanjutnya murung.

Untuk kesekian kalinya Elang mencubit pipi temannya, “Kalo lo bisa ngelakuin semuanya demi Zayn, masa gue gak bisa ngelakuin hal yang sama buat lo?”

°°°

Harusnya sih Flora peka sama apa yang diomongin Elang, mungkinkah dia pura-pura bego?:(

Tapi, marilah kita vote dan komen secara bersama-sama ya gaes😚

See u💜

Sweet Picollo Latte [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang