“Setelah sekian lama akhirnya kita bisa liburan bareng,” ucap Gina, sorot kebahagiaan sangat terpancar dari kedua matanya.
Berbeda dengan Gina, saat ini Zayn malah mengernyitkan kening. Dia melihat kartu yang ada di genggamannya, lalu pandangannya beralih ke arah gadis yang sedari tadi sibuk mengoceh sendiri.
“Cuma satu kamar?” tanya Zayn bingung, namun setelahnya hanya hembusan nafas yang keluar dari mulutnya.
“Harusnya kita gak usah nginep di hotel kek gini, gue gak sanggup buat bayar. Apalagi kan kita bakal seminggu disini,” lanjutnya.
Gina tersenyum mendengar hal itu, tangannya meraih lengan kekar lelaki di sampingnya dan dia mulai bergelayut. Sedikit manja dengan kekasih sendiri tidak salah bukan? Toh saat ini dia merasa Zayn telah menyerahkan hatinya untuk dia seorang.
“Kamu gak usah khawatir, kebetulan hotel ini kerja sama sama perusahaan Papa aku. Nah yang di seberang itu salah satu cabang punya Papa, nanti aku bakal tidur disana. Jadi kamu bisa nikmatin waktu sendiri di sini.” Gina menjelaskan dengan antusias.
Yang dapat dilakukan Zayn saat ini hanyalah mengangguk, karena setelah melakukan perjalanan dia cukup lelah. Alhasil Ginalah yang harus mengalah untuk membiarkan kekasihnya beristirahat, yang terpenting tidak akan ada orang yang mengganggunya selama ada disini.
“Istirahat ya, besok kita jalan-jalan.”
Setelah mengatakan itu, Gina langsung pergi meninggalkan Zayn yang sudah menahan kantuk.Tanpa berbasa-basi, Zayn langsung membantingkan tubuhnya ke atas kasur yang begitu empuk. Dia memejamkan kedua matanya, menikmati sensasi kelelahan yang perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya.
“Harusnya gue gak ngusulin liburan kalo cuma di jadiin sopir doang,” gumamnya.
Selama beberapa saat keheningan mendominasi, paling hanya suara jarum jam yang menjadi pengisi suara. Tidak ada si pengganggu, tidak ada Angkasa dan juga Elang. Sudah lama rasanya Zayn tidak merasakan kebebasan seperti ini. Walaupun hanya berlaku satu malam, tapi setidaknya kali ini dia tidak akan memikirkan apapun lagi.
“Eh,” mata Zayn langsung terbuka.
Tangannya sibuk merogoh ke dalam tas dengan semangat, sampai akhirnya sebuah kertas telah berada di genggaman. Dilihatnya kertas itu dengan lamat, lalu dia kembali mengartikan sebuah teka-teki yang tersirat.“Kalo clue yang pertama bener, harusnya yang selanjutnya bakal lebih gampang buat di pecahin.” Gumamnya.
Sebelum larut ke dalam pikirannya, Zayn mengambil benda pipih yang ada disakunya lalu mematikan ponselnya sejenak. Dia ingin benar-benar konsentrasi tanpa ada pengganggu, karena langkahnya sudah terlanjur jauh. Dan tentu saja dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
“Hitam, sepuluh. Apa?”
Lagi-lagi dia kembali berbicara sendiri, semua sel yang ada di otaknya ikut bekerja. Namun gerakannya menjadi rusuh saat melihat sebuah bangunan yang menjulang tinggi dari balik kaca. Matanya sibuk menghitung banyaknya jendela yang ada disana, batinnya pun ikut berbicara dan kembali menerka.
Apakah mungkin orang itu ada disana?Zayn menggelengkan kepala dan menutup jendela dengan gorden, kemungkinannya sangat kecil mengingat bangunan berlogo GM itu sangat produktif. Jadi sangat tidak memungkinkan bukan jika mereka menyembunyikan seseorang disana?
“Dia gak bisa apa ngasih clue yang lebih gampang?” keluhnya saat dirasa semakin pening.
Untuk menghindari kepala yang semakin pusing, akhirnya Zayn memutuskan untuk keluar kamar dan menikmati suasana hotel. Kakinya melangkah tak tentu arah, namun dia tidak peduli kemana dirinya akan berjalan. Yang dia inginkan saat ini hanyalah mencari ketenangan agar otaknya kembali fresh untuk memikirkan dua kata yang selalu memenuhi pikirannya.
“Sekarang gue harus ngapain? Lagian bego banget sih, sok-sokan mau healing tapi ujung-ujungnya malah pusing!”
Selama jalan, Zayn terus saja menggerutu, dia sama sekali tidak mempedulikan dengan banyaknya orang yang terus menatapnya. Mungkin saja mereka heran melihat lelaki yang sedang uring-uringan tidak jelas, apalagi dirinya sedang sendiri.
Tetapi langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat kafe tak jauh dari hotelnya berada, dengan ragu dia memasuki kafe itu dan segera memesan beberapa menu. Matanya terus mengitari sekitar, sesekali kepalanya mengangguk membenarkan review yang diberikan untuk tempat ini.
Nyaman.
Begitulah yang ada dalam benaknya saat ini, suasananya sangat mendukung apalagi saat sekumpulan air mulai terjun bebas dari langit. Matanya pun turut dimanjakan dengan pemadangan yang begitu hijau, sepertinya kafe ini sangat menjunjung tinggi konsep yang telah ditentukan.
“Permisi, dengan Bapak Zayn Valentino?” tanya seorang waiters.
Zayn mengernyit sesaat sebelum akhirnya memberikan anggukan, “Iya, ada yang bisa saya bantu?”
“Maaf Pak untuk meja ini sudah di booked, jadi bisa ikut saya untuk ke meja yang tidak kalah nyaman?” ucap waiters itu ramah.
Meskipun ada rasa jengkel, namun Zayn tetap menuruti ucapan waiters. Entah dimana tempat duduknya nanti, yang terpenting dia ingin merasakan menu yang ada disini. Sepertinya akan ada sesuatu yang mengejutkan dibalik cita rasa kopi yang selalu di agungkan. Semoga saja ekspektasinya tidak membuat dia jatuh dan kecewa.
“Silahkan Pak, pesanan akan diantar sepuluh menit lagi. Maaf atas ketidak nyamanannya, permisi.” Waiters itu meninggalkan Zayn setelah mengantarkan ke tempat yang dimaksud.
Sebenarnya Zayn sendiri cukup heran, mengapa dia dibawa ke tempat seperti ini? Padahal dia bukan tamu spesial atau apa pun itu. Yang paling mengherankan adalah dari mana dia tau nama lengkap dirinya? Bukankah itu sesuatu yang privat?
“Apa … gak, gak. Gak mungkinlah, ngaco!”
Zayn menggelengkan kepala berkali-kali, beberapa kemungkinan terus memenuhi pikirannya. Dan untuk menghindar dari ekspektasi yang terlalu tinggi, akhirnya dia memutuskan untuk memikirkan hal lain. Menikmati dekorasi yang begitu khas dengan nuansa yang ada di setiap penjuru, juga sesekali berdecak kagum dengan pengunjung yang silih berganti.
“Silahkan dinikmati, maaf menunggu lama.” Ucap waiters yang sama sembari menyajikan beberapa menu.
Untuk kedua kalinya kening Zayn kembali terlipat, “Perasaan saya cuma mesen picollo sama steak. Kok ini lengkap banget ya dari appatizer sampe dessert?” tanyanya heran.
Waiters itu tersenyum, “Ini corn soup yang jadi favorit appatizer disini, lalu beef steak medium sesuai pesanan, lalu ada waffle with caramell sauce. Untuk kopinya sendiri silahkan di nikmati ya pak, permisi.”Setelah mengucapkan itu, sang waiters meninggalkan Zayn yang sudah diliputi dengan tanda tanya. Namun untuk kesekian kalinya dia tidak ambil pusing, di teguknya picollo yang sedari tadi dia tunggu, dan hanya sekali seruput tubuhnya langsung menegang.
Ini tidak masuk akal, bagaimana bisa rasanya persis dengan yang selalu dia buat?
Tangannya langsung menyentuh dessert, masa bodoh dengan susunan makan yang tidak teratur. Dengan cepat waffle itu masuk ke dalam mulutnya dan membuat lidahnya menikmati setiap rasa yang di berikan.
“Enak gak sweet picollo-nya?”
°°°
Nahloh, kok bisa sih? Apakah ini semua kebetulan belaka?
Langsung aja kuy vote dan komennya😚
See u💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Picollo Latte [✓]
Fiksi RemajaBerawal dari kopi semua kisah terukir. Walaupun tidak ada yang mengetahui akankah semua itu berakhir menjadi kisah atau malah harus melepas yang terkasih. Hanya saja.... "Mencintai lo itu hak gue, dan sampai kapanpun lo nggak ada kewajiban buat ngeb...