Chapter 32

5 4 1
                                    

Setelah tiga tahun lamanya, hari ini, untuk pertama kalinya Zayn bisa mengawali hari dengan wajah sumeringah. Langkahnya terasa ringan, bahkan dia sering sekali melemparkan senyuman kepada orang-orang yang ada dihadapannya.

“Kesambet lo?” tanya Elang sambil bergidik ngeri. Baginya melihat Zayn dapat tersenyum senang merupakan mala petaka, sudah lama sekali rasanya senyuman itu tidak menghiasi wajah si pemilik suara bass.

Bukannya menjawab, Zayn hanya berlalu dan menurunkan beberapa kursi dari atas meja. Semua orang yang berada di sekitarnya tahu apa yang dimaksud oleh Zayn, maka dari itu tanpa menunggu waktu lama semua kursi itu sudah di duduki oleh dua orang.

“Apa?” tanya Angkasa tanpa berbasa-basi.

“Gue udah tau dimana Flora.” Zayn menjawab antusias.

Semua mata langsung membulat seketika, ternyata tidak sia-sia lelaki itu harus bersandiwara di depan pacarnya. Karena itu membuahkan hasil, jika begini caranya, mungkin sudah dari dulu Zayn melakukan hal itu.

Hanya saja belum habis keterkejutan yang mereka rasakan, suara langkah kaki membuatnya mengalihkan pandangan. Dan untuk kedua kalinya tatapan mereka kembali membulat kala melihat siapa orang yang datang.

“Udah lama ya,” ucapnya dengan mata mengedar pandangan.

Zayn yang semula bersikap santai kini menegang seketika, tubuhnya pun sudah tidak menyentuh empuknya kursi lagi. Dia sudah berdiri sempurna dengan tatapan tak lepas dari sosok yang ada dihadapannya. Tanpa sadar dia berdiri dan memeluk orang itu dengan erat.

“Ko … kok bisa?” tanya Zayn terbata, “Lo masih inget tempat ini?” lanjutnya lagi.

Perempuan itu melepaskan pelukan dan tersenyum, “Duduk dulu yuk.”
Setelah kedua orang itu terduduk, Elang dan Angkasa baru sadar dari keterpanaannya. Perasaan mereka sudah tidak dapat dijelaskan lagi, antara senang, haru dan juga bingung bercampur menjadi satu.

“Gue gak bisa lama-lama disini, yang pasti gue cuma mau bilang …” perempuan itu menjeda kalimatnya, ditatapnya ketiga lelaki yang selalu ada disisinya baik suka maupun duka. “Kangen.”

“Apalagi gue,” sambar Zayn cepat lalu segera menggenggam tangan gadis yang selalu ada dalam pikirannya.

Walaupun banyak kata yang ingin terucap, namun saat ini bibirnya terasa kelu. Dia seakan kehilangan kemampuan untuk mengungkapkan ekspresinya, dan sekarang biarkan saja mata yang mengatakan semuanya. Mungkin gadis itu akan memahami, bagaimana Zayn selalu memupuk kerinduannya dengan baik hingga benih yang sudah lama sekali tumbuh tidak pernah layu barang sedetik.

“Kalian berdua aja, yang lain mah ngontrak!” seru Elang yang sudah berdiri sembari menarik lengan Angkasa.

Sepertinya mereka cukup sadar diri untuk tidak mengganggu kedua insan itu. Setidaknya nanti setelah saling melepas rindu, Zayn akan menceritakan beberapa poin penting kepada mereka. Atau justru gadis itu yang akan menghampirinya sendiri.

“Apa kabar Ra?” tanya Zayn masih menatap gadis pujaan hatinya.

Flora tersenyum, “Seperti yang lo liat, tapi ada satu yang gak baik-baik aja.” Gadis itu menunjuk dadanya tepat di bagian jantung.

Kali ini Zayn yang tersenyum, dia ikut menangguk dan kembali menggenggam jemari Flora. Mengetahui fakta bahwa dia masih mencintainya saja sudah cukup, dia tidak ingin mendengar apapun lagi. Rasanya dirinya masih belum sanggup jika gadis itu harus menceritakan masa lalunya.

“Bawa gue Zayn,” ucap Flora lirih, “Bawa gue ke tempat yang sepi, ke tempat yang gak ada satu pun orang mengenali gue.”

Entah mengapa mendengar kalimat itu membuat hati Zayn tersayat, apakah gadisnya seterluka itu? Secara tidak sadar dia semakin menggenggam jemari itu dengan erat, memberikan sedikit ketenangan, walaupun dia tau itu tidak berpengaruh apa-apa.

“Gue capek ada di posisi kek gini. Hati gue pengen lo, tapi mereka terus-terusan maksa gue buat pergi. Apa emang mencintai lo selalu sesakit ini? Apa gue-”

“Ssstt.” Zayn menghentikan ucapan Flora, rasanya dia tidak sanggup mendengarkan semua keluhan yang di sebabkan oleh dirinya.

“Setelah sekian lama keknya gue harus mengulangi kalimat ini,” ucap Zayn menjeda perkataanya sesaat. “Maaf kalo hadirnya gue selalu menimbulkan luka. Tapi asal lo tau, disini gue juga berusaha buat nyari keberadaan lo. Gue rela ngelakuin apapun biar lo bisa bebas dari semua ini, bahkan Aang sama Elang juga ngebantu.”

“Tapi lo salah langkah Zayn.” Flora menyambar dengan cepat, “Lo salah milih keputusan!”

Hembusan nafas terdengar begitu berat dikala kedua mata itu beradu, “Sekarang lo udah terikat sama mereka, dan buat lepas dari semua ini butuh usaha yang lebih daripada gimana cara buat nemuin gue.”

“Mungkin lo pikir buat ngucapin kata pisah bakal segampang dulu. Tapi nyatanya, sekali lo ngucapin itu, gak ada lagi satu pun kesempatan buat ketemu sama gue.” Flora mengakhiri ucapannya.

Bola mata yang dulu selalu memancarkan keceriaan itu kini terlihat sangat redup, sepertinya dia sudah tidak dapat lagi menyembunyikan rasa sesak itu.

“Terus apa yang harus gue lakuin?” tanya Zayn lirih, rasanya dia sudah kehabisan akal untuk lepas dari bayang-bayang Rama dan juga Gina.
Keheningan kembali menyelimuti mereka, “Cara yang paling mudah itu adalah melupakan gue.”

“Tapi gue gak bisa ngelakuin itu!” sambar Zayn cepat, “Lo gak tau gimana rasanya nungguin lo tanpa tau lo dimana. Lo gak tau gimana hampir gilanya gue waktu pikiran gue nanya apakah lo baik-baik aja atau enggak. Lo-”

“Yang pasti lo tau adalah gue ngerasain hal yang sama,” kali ini Flora memotong.

Pandangan mereka kembali beradu, mungkin saat ini hanya mereka sendiri yang mengetahui arti dari  tatapan itu. Sesama pemilik bola mata hitam itu saling mentransfer rasa sesak, melepaskan rindu dan juga menyiratkan ketidak berdayaannya saat ini.

Ternyata waktu belum berbaik hati untuk mempertemukan mereka di saat yang tepat. Masih begitu banyak sakit, resah dan juga gelisah yang harus mereka lalui. Entah sampai kapan takdir akan menempatkan mereka pada situasi seperti ini, hanya saja…

Plak!

Kepala Zayn tertoleh kesamping, dan tentu saja itu membuatnya terkejut. Flora yang tak kalah terkejut pun langsung melemparkan pandangannya kepada pelaku, saat itu juga matanya membulat sempurna.

“Gue udah bilang, kalo lo pacar gue!”

“Dan lo, berani-beraninya lo dateng kesini setelah apa yang udah bokap gue kasih ke lo!”

Gadis itu terlihat begitu murka, wajahnya sudah memerah dengan tangan terkepal. Tampak sekali emosi yang sudah sampai pada ubun-ubunnya, bahkan matanya pun sudah menyalak tajam.

“Jangan salahin Zayn, karena gue kesini atas keinginan sendiri.” Flora berujar tenang.

Hal itu semakin membuat gadis itu emosi, tangannya sudah melayang namun dengan cepat di tahan oleh Zayn. Tetapi sepertinya pemilik suara bass itu kalah cerdik, sebelah tangan Gina masih bebas hingga,

Byur!

“Bangun lo! Orang pada kerja, ini malah molor terus!” seru Elang dengan gelas yang sudah kosong.

°°°

...

Mimpi Zayn kok hmm sekali ya gaees,-

Langsung aja kuy vote sama komennya😚

See u💜

Sweet Picollo Latte [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang