Brak!
"Bisa tenang dikit gak?" tanya lelaki berjas hitam tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen.
Berbanding terbalik dengan perempuan yang sedari tadi berusaha untuk mengatur emosinya.
Meskipun sudah lama berlalu, tetapi obrolannya dengan Flora saat itu sangat membekas di hatinya. Dia juga tidak habis pikir, mengapa bapaknya bisa membuat kesepakatan seperti itu. Padahal dia selalu menceritakan keresahannya kepada seseorang yang selalu jadi cinta pertamanya itu.
"Kok bisa sih lo bersikap seolah gak terjadi apa-apa?"
"Jangan-jangan lo udah gak punya rasa ke si Flora?" tanya Gina saat tidak mendapatkan respon sedikit pun.
Mendengar hal itu, Rama langsung menutup file dan menatap ke arah sepupunya. Rupanya Gina tidak pernah berubah, dia akan selalu merasa tidak puas jika keinginannya tidak tercapai. Lagipula bukankah roda selalu berputar? Tinggal menunggu waktu yang tepat saja supaya semuanya kembali seperti semula bukan?
"Tuhkan lo diem, kok bisa sih lo move dari dia secepet ini hah? Cinta lo tuh main-main tau gak!" gerutu Gina tanpa mempedulikan perubahan di raut wajah Rama.
"Kok lo bisa berasumsi kek gitu? Emangnya lo tau gimana perasaan gue yang sebenernya?" kata Rama balik bertanya.
"Gue jadi paham kenapa Zayn gak suka sama lo," ucapan Rama sengaja di gantungkan sembari melihat respon yang akan dia dapatkan. "Lo terlalu kekanakan buat umur lo yang sekarang, lagian lo tau sendirikan umur lo setara sama Aang. Harusnya lo bisa lebih sabar buat ngadepin Zayn, bukan kek gini caranya."
"Sekarang apa? Lo kehilangan dia dan gue juga kehilangan Florakan?"
"Jadi lo nyalahin gue?" tanya Gina tidak menyangka akan mendapatkan reaksi seperti ini.
Rama menghembuskan nafas, "Apa lo pikir selama ini gue cuma duduk manis terus nunggu laporan dari lo aja?"
Gina menaikan sebelah alisnya, tidak mengerti dengan apa yang Rama bicarakan. Lagipula selama ini memang dia selalu melakukan semuanya sendiri, paling lelaki itu hanya memerintahnya ini dan itu. Sekalinya turun tangan juga dia hanya berani menghadap Elang, masalah Angkasa dan Zayn? Sudah pasti itu akan menjadi tanggung jawab dirinya.
"Masuk," titah Rama hingga Gina melirik ke arah pintu.
Matanya langsung membulat seketika saat melihat siapa yang datang, keterkejutannya tidak dapat ditahan sampai dia sendiri bingung harus melakukan apa.
"Gimana? Apa lo udah punya keputusan yang tepat?" tanya sang tamu tanpa basa-basi.
Rama bangkit dari kursi kebangsaannya dan menyuruh sang tamu untuk duduk di sebelah Gina, dia sendiri pun memilih untuk duduk di hadapan keduanya.
"Lo yakin sama hal itu?" Rama kembali melayangkan pertanyaan.
"Kalo gue gak yakin, kenapa gue harus nginjek kaki gue disini?" sang tamu menjawab dengan pertanyaan.
Banyaknya pertanyaan yang terjadi semakin membuat kepala Gina pening. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Mengapa orang tak di undang ini bisa satu ruangan dengan dirinya? Terlebih sekarang orang itu berada di sebelahnya.
"Zayn, Elang, apa lo gak masalah kalo nanti mereka ngejauhin lo?" untuk kesekian kalinya Rama bertanya.
Keadaan saat ini sudah seperti ajang tanya tanpa jawaban. Bahkan Gina sendiri pun belum paham dengan maksud dan tujuan yang sebenarnya.
"Gue yakin semua bakal berjalan mulus, dan gue yakin Gina juga bisa ngurus semuanya."
Rama mengangguk, memang jika berurusan dengan kedua lelaki itu, sepupunyalah yang paling handal. Kepercayaan dirinya sangat tinggi, sangking tingginya sampai membuat urat malunya putus selama beberapa saat.
"Sebenernya lo berdua lagi ngomong apaan sih?" tanya Gina setelah tidak tahan dengan apa yang sedang terjadi.
"Gue udah bilang bukan kalo gue gak tinggal diem? And here we go! Sebentar lagi kita bakal sampe ke tujuan kita," jawab Rama begitu percaya diri.
"Lo tenang aja, selama ada gue, Zayn bisa jadi milik lo. Asalkan Glory Café aman, gue bakal ada di pihak lo." Sang tamu mulai meyakinkan.
"Bisa lo jelasin apa rencana kalian sebenernya?" tanya Gina semakin penasaran.
"Rencana itu bisa lo tanya ke sepupu lo, yang pasti ini bersifat rahasia dan gak boleh ada satu orang pun yang tau. Terutama Zayn."
"Oke, jadi apa yang harus gue lakuin?" tanyanya lagi.
Sang tamu membenarkan posisinya hingga mereka saling berhadapan, "Yang pertama, lo jangan hubungin Zayn apapun kondisinya."
"Yang kedua, selama gak ada perintah dari gue, jangan pernah muncul ke Glory Café dan sebisa mungkin hindari tempat-tempat yang memungkinkan lo buat ketemu sama Zayn."
"Yang ketiga, ini poin terpenting dari rencana kita."
"Lo harus bisa ngerubah diri lo jadi lebih baik, ilangin sifat kekanakan lo itu, jangan biasa buat berpikiran apapun yang lo mau akan terjadi secara instan. Sampe sini paham?"
Gina memicingkan mata, berusaha mempercayai orang yang ada di hadapannya. Akankah rencana yang dilakukan oleh sepupunya ini akan menguntungkan dirinya?
"Ini semua ada di tangan lo Gin, kalo lo gak sanggup, buang jauh-jauh harapan lo buat bareng sama Zayn." Rama ikut memprovokasi.
Mereka terdiam. Gina sibuk dengan pemikirannya sendiri, sedangkan Rama dan sang tamu saling melemparkan senyum. Tidak ada yang tau kapan mereka merencanakan semuanya, tetapi dilihat dari keadaannya sekarang, sepertinya mereka sudah merencanakan semuanya dari jauh-jauh hari.
Lagipula tidak ada yang tidak mungkin bukan? Bisa jadi yang awalnya musuh sekarang bisa berteman dengan baik. Tidak menutup kemungkinan bahwa mereka memiliki visi yang sama, tetapi apakah tujuannya juga sama?
"Apa yang bisa buat gue yakin kalo ini bakal menguntungkan gue?" tanya Gina pada akhirnya.
Sang tamu tersenyum puas saat mengetahui sinyal yang telah di berikan, "Lo itu mantannya, harusnya lo bisa tau gimana sifat Zayn dan gimana cara buat meluluhkan dia. Dan saat ini, gue satu-satunya orang terdekat dia yang mau kerja sama sama lo. Jadi apa ini kurang meyakinkan?"
"Kenapa gue harus ngelakuin ini?" kali ini pertanyaan Gina tertuju kepada Rama.
"Karena nanti tujuan kita bakal terwujud, bisa di bilang double kill sih." Rama menjawab puas dan dihadiahi dengan senyuman dari sang tamu.
Perlahan-lahan Gina mulai yakin walaupun tidak seutuhnya, apa salahnya untuk mencoba bukan? Lagipula selama ini tujuannya adalah mendapatkan Zayn kembali. Persetan dengan perusahaan milik bapaknya yang akan di berikan kepada Rama, yang terpenting masalah hati dia pemenangnya.
"Waktu gue gak banyak, lo tinggal bilang iya atau enggak dan semuanya beres." Tamu itu mulai risau dan melirik arlojinya berkali-kali.
"Let's try," jawab Gina dengan senyum smirk-nya.
Ketiga orang yang ada di ruangan itu langsung tersenyum senang. Jika sudah seperti ini, bukankah semuanya akan berjalan mudah?
Rama berdiri dan menyalami sang tamu, "Senang bekerja sama dengan anda, Nona Flora Gardenia."
°°°
Okee ini makin pusing aja yaak, kenapa coba Flora pake kerja sama sama mereka?
Hadudu, penasaran sama kelanjutannya? Langsung aja kuy vote dan komen😚
See u💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Picollo Latte [✓]
Teen FictionBerawal dari kopi semua kisah terukir. Walaupun tidak ada yang mengetahui akankah semua itu berakhir menjadi kisah atau malah harus melepas yang terkasih. Hanya saja.... "Mencintai lo itu hak gue, dan sampai kapanpun lo nggak ada kewajiban buat ngeb...