Sudah lima belas menit berlalu, tapi Zayn tetap diam ditempat. Sesekali dia menyuapkan beberapa makanan ke dalam mulutnya, tanpa berniat untuk mengalihkan pandangan dari piring. Rasanya ini terlalu mustahil, apalagi dia selalu merasakan seseorang yang ada dihadapannya kini tengah menatap dirinya.
“Gak ada niatan buat ngomong sama gue?” tanya orang itu setelah dirasa terlalu lama diam.
“Eh, hai.” Zayn berkata seadanya.
Jika di perhatikan, ekspresi Zayn saat ini sudah seperti orang idiot. Dia pun merutuki kebodohanya, tapi apa boleh buat? Rasa gugup sudah menyerangnya dengan telak. Bahkan pikirannya sudah tidak dapat berpikir jernih lagi.
“Udah lama kita gak ketemu, dan lo cuma bilang itu doang?” tanya gadis itu dengan tawa renyah, sejak tadi matanya tidak bisa terlepas dari sosok Zayn yang selalu dia rindukan.
“Menurut lo gimana kafe ini? Udah cocok sama nama gue belom?”
“Eitss, jangan di jawab dulu.” Perkataan itu kembali membungkam mulut pemilik suara bass yang sempat terbuka, “Lo pasti mau bilang kalo gue cewek terkeren yang pernah adakan? Haha … Dari dulukan emang kemampuan gue gak usah diragukan lagi.” Lanjutnya dengan kepercayaan diri yang begitu tinggi.
Suara kekehan lolos dari mulut Zayn, ternyata gadisnya ini tidak berubah. Dia masih sama dengan semua tingkah konyolnya. Yang berubah hanyalah penampilannya, gadis itu terlihat dewasa dan berwibawa. Tidak heran jika semua karyawannya sangat patuh dan segan kepada dirinya.
“Keknya dari tadi gue ngomong sama patung ya? Dahlah males,” ucapnya sembari mengerucutkan bibir.
Hal itu membuat Zayn gemas, tanpa sadar tangannya terangkat dan mengusap wajah gadis di hadapannya.
“Tadi gue udah mau ngomong loh, tapi lonya nyerocos terus.” Kata Zayn pada akhirnya.
Pandangan mereka bertemu, dan dari tatapan itu banyak sekali hal yang tidak bisa terucapkan. Mereka saling menyalurkan rasa rindu yang terus mereka rawat dengan baik. Dibalik kedua mata yang terlihat begitu tegar itu, terbesit sedikit kesedihan. Keduanya saling menyembunyikan rasa sakit, berusaha membuat suasana lebih hidup, tanpa mengungkit kejadian yang membuatnya terpisah.
“Gue kangen lo Ra,” ucap Zayn tulus.
Mendengar hal itu, Flora tersenyum dan mengangguk. “Gue tau kok,” jawabnya.Hening sesaat.
Helaan nafas terdengar begitu berat, “Gimana Glory? Lo gak ngebuat perjuangan gue sia-siakan?” tanya Flora sedikit mendelik.
“Glory makin sukses sekarang, gue udah gak harus susah payah promosi, soalnya pengunjung udah dateng sendiri. Angkasa sama Elang juga setia banget nemenin gue, bahkan kalo gue lagi gak karuan, mereka bisa ngehandle semuanya.” Papar Zayn panjang lebar.
Sebagai salah satu pendiri Glory Café, tentu saja itu merupakan kabar baik. Semua usahanya tidak sia-sia, dan pastinya saat ini Flora sangat merindukan tempat itu. Tempat dimana semua perjuangannya di mulai.
Mulai dari pikiran yang terus dikerah, tenaga yang terus di peras, juga semua kekesalan yang harus di akhiri dengan sabar. Semua itu membentuk dirinya yang sekarang, tahan banting dan juga terbiasa dengan kesendirian.
“Gimana?” tanya Zayn membuyarkan lamunan Flora.
“Maksudnya?” Flora balik bertanya, perasaan tadi dia tidak mendengarkan apapun.
“Hati lo, masih punya gue?” cicit Zayn, tapi suara itu cukup untuk sampai ke dalam gendang telinga Flora.
Walaupun sempat terdiam sesaat, pada akhirnya Flora menatap mata yang sudah lama hanya berada dalam memorinya saja.
“Setelah apa yang udah gue lakuin, mana mungkin semudah itu buat ngelupain lo.” jawabnya disertai senyum lembut, kedua tangannya menggenggam jemari besar milik Zayn.
“Udah tiga taun ya, gue hampir aja mau ngelepasin lo.” ucapnya lagi.
Zayn menepuk kening, dia hampir saja melupakan hal itu. Masalah hidup yang selama ini dia alami membuatnya melupakan hal penting itu. Hanya saja, apakah gadis dihadapannya memang seserius itu kepada dirinya? Atau kali ini, dia sedang menguji ingatannya saja?
“Tunggu gue sebentar lagi ya, soalnya Gina-”
Suara kekehan membuat Zayn menghentikan percakpannya, “Lo pasti nerima diakan? Udah berapa lama?” tanya Flora.
“Baru lima minggu,” jawab Zayn lesu yang hanya di balas dengan anggukan.
“Dengan keputusan lo saat itu, kemungkinan kita bisa bersama cuma dikit. Karena dibalik kesepakatan itu, ada beberapa perjanjian yang mungkin aja kelewat lo baca. Makanya, gue tebak selama itu Kak Aang gak berkutik sedikit pun kan?” tanya Flora dan kembali dibalas dengan anggukan.
“Tapi gue bakal ngelakuin apapun biar bisa sama lo Ra, lo harus percaya-”
“Gue percaya lo keras kepala, dan sampe sekarang juga gak berubah.” Flora memotong obrolan, “Kakak lo itu jeli, karena dia memikirkan semua aspek. Sedangkan lo? Lo cuma berfokus ke gue, padahal tanpa bantuan lo, gue baik-baik ajakan?”
“Oke, biar gue jelasin beberapa hal.” Flora membenarkan posisi duduknya.
“Waktu itu, Gina ngasih beberapa syarat yang intinya perlakukan dia seperti layaknya lo mencintai dia waktu itu. Tapi di sisi lain, Rama ngedatengin Elang dan mereka ngebuat kesepakatan biar Elang gak ikut campur.”
“Yang jadi pertanyaannya, Angkasa ngapain?” tanya Flora, menjeda perkataannya sesaat. Menghembuskan nafas berat dan berusaha kembali menormalkan ekspresi.
“Lo inget waktu Gina buru-buru? Itu karena dia dapet panggilan … dari gue.” Lirihnya diakhir kalimat.
Sejujurnya dia sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan semua ini, tapi yang namanya kebenaran tidak boleh dipendam terlalu lama. Dia hanya takut, suatu saat nanti ketakutan itu akan menjadi nyata.
“Gue ada disana Zayn! Di dalem mobil Gina, tapi lo gak sadar karena mau ngelakuin hal ceroboh itu. Di saat gue merasa semuanya aman, Kak Aang dateng, dia ngetuk-ngetuk jendela dan berusaha buat ngeliat gue lebih jelas.”
“Saat itu gue takut. Gue cuma gak mau kalian hancur lebih cepat, makanya gue mau mastiin kalo lo ngasih keputusan terbaik.”
“Jadi Aang udah tau semua?” tanya Zayn datar, jauh dalam lubuk hatinya ada sesuatu yang begitu bergejolak.
Flora menggeleng dengan cepat, “Dia gak tau apa-apa, karena sebelum semuanya jadi lebih rumit, Gina dateng dan nyelamatin gue dari situasi itu.”
“Sorry to say Zayn, tapi lo sampai disini juga karena udah kemakan sama surat itu kan? Hujan, hitam, sepuluh?” Flora tertawa hambar, “Lo bener buat mengartikan Kota Hujan, tapi hitam mengartikan sebuah ruang hampa. Dimana sampai kapanpun lo gak akan menemukan penerangan meskipun cuma sedikit, dan sepuluh adalah …”
“Untuk saat ini, Gina udah menang telak.”
Tangan Zayn semakin terkepal, bagaimana bisa selama ini dia sudah termakan dengan tipu daya Gina? Yang membuatnya tak habis pikir adalah Flora pun seakan tidak ada keinginan untuk keluar dari lingkaran setan ini.
Lalu, apa yang harus dirinya lakukan?
°°°
Wah waahh, semuanya jadi lebih rumit lagii gaees😪 capek gak sih ngebacanya? Aku aja capek kok:(
Oh iyaa, jangan lupa vote dan komen yaa😚
See u💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Picollo Latte [✓]
Teen FictionBerawal dari kopi semua kisah terukir. Walaupun tidak ada yang mengetahui akankah semua itu berakhir menjadi kisah atau malah harus melepas yang terkasih. Hanya saja.... "Mencintai lo itu hak gue, dan sampai kapanpun lo nggak ada kewajiban buat ngeb...