Chapter 46

5 4 0
                                    

Flora terdiam di tempatnya, memandang kendaraan yang terus berlalu lalang tanpa ada niatan untuk beranjak. Walaupun dua jam telah berlalu, tetapi dia memilih untuk tetap bungkam. Membiarkan rasa bersalah menghantui dirinya, pun dengan bayangan tentang Zayn yang terus saja berputar.

"Ngapain lo disini?" ucap seseorang dengan nada cempreng.

"Sekarang gue serahin semua sama lo, jangan buat dia nangis lagi dan pastiin kata bahagia yang selalu ada di harinya."

Tepat setelah mengatakan itu, Flora langsung beranjak. Masa bodoh dengan Gina yang terus menatapnya, yang terpenting saat ini tugasnya telah selesai. Janjinya tentang semua akan kembali pada posisinya sudah terlaksana. Tinggal Rama saja yang menjadi urusannya, selanjutnya dia akan menghilang.

Menyisakan luka pada banyak orang, begitu juga untuk dirinya sendiri. Karena memang seharusnya dia tidak berada dalam lingkaran ini, semuanya memang salahnya. Masuk ke dalam kehidupan Elang lalu terjerat akan pesona Zayn.

Semua menjadi lebih rumit lagi saat sebuah rasa turut andil. Antara usaha dan hati, keduanya tidak akan bisa dipadu padankan. Apalagi jika kata sahabat tersemat di tengahnya, jangan pernah berharap semua akan berjalan sesuai rencana.

"Akhirnya," sambut Rama saat melihat Flora datang dengan mata sembab.

"Lo gak pernah berubah," ucap Flora geram.

Bagaimana pun juga, Rama tetaplah orang yang dia kenal tiga tahun lalu. Sifat keras kepala, egois dan juga licik sudah melekat dalam dirinya. Dia tidak pernah memandang lawan dan kawan. Sayangnya semua itu disebabkan oleh Flora sendiri.

"Gue udah nurutin apa yang lo mau, udah puas?" tanya Flora begitu sarkas.

Seulas senyum menghiasi wajah Rama, dia tau persis bagaimana perjuangan gadis yang ada dihadapannya. Karena melepas seseorang yang sangat dicintai tidaklah mudah. Dia juga membayangkan bagaimana keadaan sahabat lamanya saat ini, mungkin saja dia sedang berlarut dalam kesedihan?

Semua itu membuat sesuatu yang ada dalam dadanya bergejolak, tak sabar menantikan apa yang akan terjadi.

"Gue suka cara main lo, ternyata lo nyelesain semua ini secara singkat ya." Rama bangkit dari kursi kebesarannya.

"Gue bukan lo yang suka berbelit dalam masalah, dan gue harap Gina gak akan sepicik lo!" balas Flora sembari berjalan menuju pintu.

Hanya saja langkahnya terhenti, "Satu lagi, sampai kapanpun gue gak akan mau sama cowok kek lo. Sekali lo nyentuh Zayn, jangan harap hidup lo bakal tenang!"

Flora meninggalkan kantor dengan tangan terkepal, sandiwaranya saat ini benar-benar sudah selesai. Dia tidak bisa menyembunyikan kebenciannya kepada orang itu, karena dia sangat tau selama ini lelaki itulah yang menjadi dalang dari semua masalah.

Rama begitu pintar menyembunyikan kebusukannya, secara tidak sadar Gina telah menjadi bonekanya dan membuatnya menjadi orang yang paling jahat. Mengingat hal itu membuat Flora menjadi pening.

"Bisa-bisanya gue nurut sama dia selama bertaun-taun, harusnya gue ngelakuin semua itu lebih awal!" gerutu Flora sepanjang jalan.

Dia kembali berdecak saat tubuhnya menabrak seseorang, baru saja satu umpatan akan keluar, tetapi lidahnya seakan kelu seketika. Pandangan mereka saling bertemu sebelum akhirnya Flora memutuskan kontak terlebih dahulu.

"Gue masih gak paham sama alasan lo, tapi gue harap lo gak akan nyesel."

Mendengar hal itu tubuh Flora seakan kehilangan tenaga, hampir saja dia limbung tetapi lelaki itu langsung menahannya. Kontak mata kembali terjadi, dan untuk saat ini Flora memilih terus menatapnya.

"Maaf," ucapnya begitu lirih, air mata mulai membasahi pipinya.

"Lo gak perlu minta maaf ke gue," balas lelaki itu dan bersiap untuk meninggalkan Flora.

Namun sebelum hal itu terjadi Flora langsung mencekal lengannya, "Harusnya lo ada disisi gue Lang,"

Tubuh Elang menegang, sudah lama rasanya dia tidak mendengar permintaan seperti itu dari sahabatnya. Ternyata selama ini dugaannya salah, Flora tetaplah gadis rapuh yang mebutuhkan seseorang disampingnya.

"Gimana bisa gue disisi lo kalo lo milih buat pergi dari sini?" tanya Elang melunak.

Helaan nafas keluar dari mulut Flora, "Lo juga nyalahin gue?" tanyanya kecewa.

Tanpa menunggu balasan Flora memutuskan untuk pergi, jiwa dan raganya butuh diistirahatkan. Karena sepertinya semesta kembali menempatkan dirinya seperti saat dia menghilang untuk pertama kali. Mungkinkah ini yang dinamakan karma? Tapi atas dasar apa?

"Meskipun gue marah, keknya lo tau apa yang sebenernya gue rasain." Elang sedikit berteriak membuat Flora menghadap ke arahnya.

Seulas senyum tampak sekali begitu dipaksakan, "Gue percaya sama lo Lang, tolong lakuin apa yang-"

"Lo mau kemana?" potong Elang, dia tidak mau mendengar apapun yang membuat gadis itu seolah akan pergi untuk selamanya.

"Ke tempat yang ngebuat gue tenang,"

"Kemana lagi? Apa gak cukup lo ninggalin gue selama tiga tahun? Lo gak tau gimana perjuangan gue buat ngelawan Gina? Dan sekarang setelah semuanya mulai mereda, lo gak mau ada diantara gue sama yang lainnya?" tanya Elang bertubi-tubi.

Kali ini dia tidak akan menyembunyikan kekhawatirannya, lagipula Flora sudah tau pasti bagaimana perasaannya saat ini. Sangat tidak mudah melupakan cinta yang tidak pernah dimiliki, apalagi jika dengan sahabat sendiri.

"Gue juga pengen Lang, apa lo pikir gampang buat ngambil keputusan ini? Lagian juga gue ngelakuin ini demi kalian."

"Kapan demi diri lo sendiri?" sergah Elang membuat gadis yang ada dihadapannya bungkam seketika.

"Lo selalu ngelakuin sesuatu buat orang-orang di sekitar lo, dan dengan begonya lo ngebuat diri sendiri menderita. Apa lo gak mau ngerasain bahagia? Lo gak boleh egois Ra, diri lo juga butuh bahagia."

"Tapi ini yang ngebuat gue seneng, ngeliat kalian seneng dan tersenyum itu udah cukup." Bantah Flora cepat.

Elang terkekeh, berbanding terbalik dengan matanya yang terlihat sendu.

"Kalo pun yang lo omongin bener, gue gak akan mau percaya sama fakta itu."

"Gue sahabat lo, gue juga mau liat lo seneng. Tapi gue juga gak akan ngebiarin hidup gue menderita, jadi tolong berhenti jadi orang baik. Karena penyesalan selalu datang terlambat."

Elang memilih untuk pergi, membiarkan sahabatnya merenung dan menyesali perbuatannya. Lagipula semua ini dia lakukan untuk kebaikan Flora, karena tidak semua hal baik bisa membuat kita bahagia bukan?

"Andai lo yang ada di posisi gue, pasti lo bakal ngelakuin hal yang sama." Gumam Flora dan mulai melangkah.

Semuanya menjadi semakin rumit.

Saat di dalam hubungan persahabatan sudah tidak ada lagi kata percaya, saat satu diantaranya mudah terkena tipu daya, maka apalagi yang harus dipertahankan? Apakah memang dirinya harus kembali menjauh dan merasakan sebuah luka?

Lalu bagaimana nasib sweet piccolo latte? Akankah keduanya tetap bertahan?

°°°

Udah bau-bau ending nih, kira-kira gimana ya kelanjutannya?

Langsung aja kuy vote dan komen😚

See u💜

Sweet Picollo Latte [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang