Chapter 37

5 4 0
                                    

Kejadian tiga tahun yang lalu seakan kembali mereka rasakan. Hiruk pikuk yang terjadi di stasiun seakan membawa mereka kembali pada masa itu. Masa dimana mereka akan dipisahkan dalam waktu yang bisa dikatakan tidak singkat.

“Kita mau kemana?” tanya Flora.
Zayn menatap gadis yang ada di sampingnya dan mengusap puncak kepala itu lembut, “Ke tempat yang jauh, dan gak ada satu orang pun yang tau.”

Setelah mengucapkan kata itu, mereka kembali terdiam. Melihat orang berlalu-lalang, sesekali menghembuskan nafas.

Dari dulu selalu saja begini. Mereka disatukan dalam situasi yang tidak memungkinkan, dibalik ketenangannya pun pasti ada ketegangan. Entah itu sedang memata-matai orang atau sedang dalam pelarian.

Seperti saat ini, harusnya bisa saja mereka mengakhiri semua dengan menghilang ke suatu tempat. Tetapi bagaimana dengan orang-orang yang mereka tinggalkan? Glory Café? Gardenia Café? Bisa saja Gina dan Rama menghancurkan semua itu dalam sekali hentakan. Rasanya peran uang saat ini memang sangat berdampak besar bagi orang-orang kecil seperti dirinya.

“Kenapa lagi?” tanya Zayn saat melihat ekspresi yang tampak di wajah Flora.

“Gue takut,” ucap Flora begitu lirih. “Gimana kalo nanti Kak Aang sama Elang kena imbasnya? Gue gak mau Glory Café hancur cuma karena masalah ini,” lanjutnya lagi.

Zayn membawa kepala Flora ke dalam dada bidangnya, dalam diam dia berusaha memberikan kehangatan. Dia sangat mengerti apa yang dirisaukan oleh gadis ini, ingin menenangkan dengan berbagai macam kata pun rasanya percuma saja. Karena Flora tidak mungkin sebodoh itu, satu kalimat saja terucap dari bibirnya, pasti sebersit kegelisahan akan tampak disana.

“Sehari aja ya Zayn, abis ini gue mau ketemu sama mereka.” Pinta Flora sembari menatap mata yang sudah lama dia rindukan.

Tanpa banyak bicara Zayn hanya mengangguk, kembali membawa Flora ke dalam dekapannya. Sesekali dia membelai kepala gadis itu, berharap dia segera terlelap agar tidak menyaksikan dirinya yang sedang kebingungan.

“Lo masih cinta sama gue?”
Satu pertanyaan itu membuat Zayn menghentikan aktifitasnya, “Kalo gue gak cinta, mana mungkin gue ngelakuin semua ini?” ujarnya balik bertanya.

“Tapi kenapa lo baru nyari gue sekarang? Padahal bisa ajakan lo nyari gue dari beberapa postingan yang sengaja gue jadiin kode?” Flora kembali membuat mereka saling bertatapan.

Hembusan nafas berat keluar begitu saja, “Kalo aja Aang gak ngeblock semua sosmed lo, pasti gak akan kek gini.”

Suasana hening selama beberapa saat, mereka kembali tenggelam dalam pikirannya. Sibuk memikirkan beberapa puzzle yang tidak pernah utuh, juga beberapa kekhawatiran yang terus saja mengganggunya.

“Lo tau,” kata Zayn membuyarkan lamunan Flora, “Dulu gue hampir gila karena rindu, gue juga udah pesimis banget buat nemuin lo. Gue-”

“Halah gombal!” potong Flora, “Kalo lo hampir gila, mana mungkin si Gina diem aja selama ini?” lanjutnya membuat lelaki itu mengernyit.

“Gini loh, sejahat-jahatnya cewek, dia gak akan mungkin tega ngeliat cowok yang dia suka menderita. Jadi, meskipun mantan lo kek gitu, dia pasti mikir seribu satu cara biar lo baik-baik aja dengan caranya sendiri.” Flora berusaha menjelaskan.

“Gak usah ngomongin dia ya? Kitakan lagi berdua, jadi gue harap gak ada bayang-bayang mereka disini.” Pinta Zayn yang hanya dibalas dengan anggukan.

“Jadi lo disana suka mikirin gue gak?”

“Ya iyalah.” Sambar Flora cepat, “Gue tuh ya seminggu pertama kepikiran sama sifat lo yang childish, tapi gue yakin sih Kak Aang bisa ngatasin lo.”

“Terus gak gampang buat gue ngatasin rindu, banyak hal udah gue lakuin. Tapi ujung-ujungnya bayangan lo selalu hadir, emangnya lo gak bisa ngeliat mata gue?” tanyanya sembari menunjuk kedua mata yang semakin menghitam, “Ini semua tuh gara-gara lo, gue jadi insomnia terus!”

“Lah, sama aja kali.” Zayn tidak mau kalah saat melihat Flora begitu menggebu.

Memangnya hanya gadis itu saja yang menderita? Setiap malam Zayn pun selalu memikirkan dirinya, tak jarang dia meminum obat tidur agar bayangan itu tidak menghantui dirinya. Tetapi untuk menceritakan itu semua, rasanya dia begitu gengsi. Biarkan saja Flora menganggapnya menyebalkan, sama seperti sosok Zayn yang dia temui tiga tahun silam.

“Lo tuh banyak ceweknya, jangan sok disama-samain deh.” Cibir Flora tidak terima.

Lagipula mana mungkin dia lupa sifat pemain lelaki itu yang sudah mendarah daging? Sepertinya dia harus menepikan rasa rindunya sejenak, agar tidak termakan dengan ucapan manis lelaki itu. Tidak ada yang bisa menjamin bukan kalau di dalam hati Zayn hanya ada dirinya seorang?

“Sok tau lo!” ketus Zayn, “Gue udah insyaf.” Lanjutnya yang malah di hadiahi dengan kekehan.

“Denger ya, kalo gue masih orang yang sama, mana mungkin gue mau bawa lo kesini? Yang ada gue milih bertahan sama cewek gak waras itu biar posisi gue aman terkendali.”

“Bisa aja lo gini karena kasian sama guekan? Soalnya dulu gue udah berkorban buat lo, jadi sekarang lo berusaha balas budi?” tanya Flora seakan telah mengibarkan bendera perang.

Sebelum Zayn menjawab, dia mengapit kepala Flora terlebih dulu dan sesekali menjitaknya.

“Gue pikir sifat labil lo udah ilang, ternyata sama aja ya.”

“Heran gue, bisa gak sih kalo ketemu sama gue tuh kek cewek lain? Manja-manja dikit kek, atau gimana gitu. Ini kerjaannya ngajak ribut mulu!” omel Zayn persis seperti emak-emak yang sedang memarahi anaknya.

Hanya saja Flora tetaplah gadis yang dia temui saat itu, bukannya merasa tersentuh, dia malah tertawa terbahak-bahak. Bahkan tak jarang dia menjadikan lengan lelaki itu sebagai samsaknya.

“Lo mau gue jadi manja Zayn? Iwh iwh! Bukan gue banget tau gak!” ucapnya setelah lelah tertawa, “Lagian ya, kalo gue kek cewek pada umumnya, lo gak bakalan suka sama gue. Bener gak tuh?”

“Iya sih,” jawab Zayn sembari terkekeh.

“Hubungan kita emang gak kek orang-orang di luar sana, gue juga gak bisa kek cewek-cewek yang terlalu bergantung sama cowoknya. Cuma kalo masalah keseriusan, lo tau sendiri gue kek gimana.” Flora menatap Zayn dalam.

Kini keduanya paham, kalau kisah mereka tidak selalu tentang romansa. Karena pada dasarnya cinta memang tidak lepas dari kata juang, tinggal manusianya saja yang mau bertahan atau memilih untuk menyerah. Yang pasti waktu telah membuatnya yakin, bahwa perasaannya tidak pernah sebercanda itu.

“Kita gak usah lari lagi ya?” ucap Flora setelah terdiam, “Kita langsung aja ke kafe lo, gue kangen sama sweet piccolo latte.

Zayn tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk setuju.

Hanya saja mereka tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, bisa saja sesuatu yang tidak menguntungkan sedang menghantui mereka. Atau mungkinkah Gina dan semua antek-anteknya kembali bertindak dalam waktu sesingkat ini?

°°°

Hello gaees, maafkan daku yang sudah menghilang tanpa kabar kek doi:"

Langsung aja yuk vote dan komennya😚

See u💜

Sweet Picollo Latte [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang