Chapter 3

43 11 21
                                    

Dua hari setelah kunjungan ke kafe, tak disangka Elang kembali mengunjungi rumah Flora. Tapi kali ini dia tidak sendiri, melainkan mengajak seseorang yang tidak asing bagi pemilik rumah. Seperti biasa, bukannya menyuruh masuk Flora malah mengacuhkan sang tamu. Untung saja ibunya berbaik hati untuk mempersilahkan kedua pemuda itu duduk.

“Ngapain sih lo kesini? Ngeganggu waktu senggang gue aja.” Cerocos Flora saat sudah mengikat rambutnya.

Bukan Elang namanya kalau tidak kapok dengan omelan teman kecilnya, tetapi berbanding terbalik dengan temannya yang langsung cengo seketika. Bagaimana tidak? Gadis yang menjadi pusat perhatian di kafe malam itu ternyata diluar ekspektasinya, tidak ada kata anggun dalam hidupnya. Yang ada baru pertama kali bertemu dia sudah diberi sambutan yang sangat menakjubkan.

“Gue sih males main kesini, tapi tuyul satu ini maksa buat ketemu lo.” jawab Elang tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.

“Flora Gardenia,” ucap Flora sambil menjulurkan tangan kanannya.

Lelaki yang sedari tadi terdiam dengan senang hati menyambut uluran tangan itu, “Rama, btw nama lo bagus.” Kata lelaki itu dengan cengiran di wajahnya.

Ditengah situasi yang sedikit canggung, ibu Flora datang sembari membawakan minuman dan beberapa cemilan di atas nampan. Dengan cekatan Flora mengambil alih suguhan itu dan segera menjamu tamu yang sangat tidak penting.

“Lo nyuruh gue kesini cuma buat ngeliat lo diem kek gini? Sia-sia waktu berharga gue!” gerutu Elang setelah tidak melihat keberadaan Ibu Flora.

Rama memasang cengiran tak berdosanya, “Gue bingung bro, dia orangnya kek ga welcome gitu.” Bisiknya takut Flora kembali mengoceh.

“Gue kagak budeg!” ketus Flora sambil menatap mata Rama tajam.

Yang ditatap kembali memasang cengirannya, sedangkan Elang sudah merasa bosan dengan kegiatan yang sangat tidak berfaedah ini. Lagipula siapa yang mau menjadi obat nyamuk diantara dua orang yang sedang PDKTan bukan? Ditambah si lelaki tidak bisa memulai percakapan duluan.

“Lo lulusan kapan?” tanya Flora setelah lelah berdiam diri.

“Dua taun yang lalu, kalo lo?” Rama balik bertanya.

“Anjir!” Flora langsung memukul lengan Elang spontan, bukannya apa-apa. Tapi kali ini Elang sedang menjodohkannya dengan seseorang yang lebih muda. Pantas saja wajahnya terlihat imut, ya walaupun ada ketegasan yang terselip karena dia memilih untuk bekerja ketimbang melanjutkan kuliahnya.

“Gue lebih tua dari lo, jadi kalo lo minta lebih dari temen gue gak akan pernah bisa.” Cerocos Flora tanpa mempedulikan raut kekecewaan dari lawan bicaranya.

Mendengar hal itu Elang langsung merangkul Rama dan tertawa mengejek, “Guekan udah bilang kalo dia bukan cewek. Tiap kali gue kenalin cowok dia kagak pernah mau, pantesan aja lama jomblonya.”

Untuk menghindari patah hati yang semakin mendalam, akhirnya Rama memutuskan untuk pamit dengan alasan kedai yang dia jaga akan buka. Florapun menerima pamitan itu dengan senang hati, karena sedari tadi ada hal yang mau dia katakana kepada Elang. Namun manusia satu itu menghambat keinginannya.

“Apaan? Gue tau dari tadi lo mau ngomong.” Kata Elang setelah teman baiknya suda hilang dari pandangan.

Flora tersenyum, senyum yang sangat menjijikan untuk seorang perempuan anggun. “Jadi temen lo yang jadi barista itu gimana?” tanyanya tanpa basa-basi.

Elang langsung memutarkan kedua bola matanya, sedari awal dia sudah dapat menebak siapa orang bernasib buruk yang akan menjadi incaran perempuan jadi-jadian itu. Siap-siap saja hari-harinya akan dipenuhi dengan gerutuan dan juga ocehan tak bermutu lainnya.

“Diajak ngomong malah diem aja, gue penasaran anjir!” desaknya membuat lawan bicara menghembuskan nafas pelan.

“Dia pinter nyanyi, udah gitu aja. Sisanya lo cari sendiri deh, kalo gue kasih tau semua gak akan ada kejutan. Cerita cinta lo juga nanti gak akan berwarna.” Jawab Elang malas.

Flora mendengus, menceritakan urusan cinta kepada temannya yang satu ini memang jarang sekali membuahkan hasil. Mungkin efek kejombloannya mempengaruhi kebahagiaan dia saat temannya memiliki belahan jiwa.

“Zayn Valentino, lahir tanggal 17 Agustus 2001.”

“Anjir dia seumuran sama gue? Mana lebih muda lagi, oh ghost! Masa gue harus jadi sama berondong sih? Tapi nambah pengalaman gakpapa kali ya? Siapa taukan jomblo,” gumam Flora sambil memperhatikan ponselnya dengan serius, sesekali dia tertawa, tak jarang dia menggerutu hingga Elang menatapnya ngeri.

Suasana di teras rumah hening, tidak ada yang memulai percakapan. Flora sibuk dengan kegiatan menstalk, sedangkan Elang sepertinya sedang disibukan dengan tugas kuliah. Tapi entah mengapa dia sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya. Mungkin saja dia masih menikmati cemilan yang dibuat sendiri oleh sang Ibu dari teman somplaknya itu.

“Eh eh bentar, jadi dia dulu kenal sama temen-temen SMK gue? Anjir ternyata dunia sempit banget, gimana kalo ternyata temen gue itu mantannya? Mau di taro dimana muka gue?” oceh Flora seakan lupa dengan kehadiran temannya.

Tanpa dia sadari, sedari tadi Elang memperhatikan gerak-geriknya. Ada tatapan yang sulit untuk diartikan, namun tak lama dia kembali menunduk. Fokus pada ponselnya dan berusaha untuk menghiraukan ocehan juga pertanyaan retorik dari temannya.

“Lang ada yang ngechat gue, lo ngasih nomer gue ke si Rama?” tanya Flora menghentikan aktifitas stalkingnya sebentar.

Elang mengangguk, “Sebelum kesini dia minta nomer lo, katanya kalo gak bisa jadipun dia tetep pengen temenan sama lo. Karena katanya lo asik, padahal kalo tau aslinya gue yakin dia bakal nyesel ketemu spesies kek lo.” cibirnya di akhir kata.

Flora berdecak, “Lo bisanya cuma sirik aja kalo gue dapet cengceman tuh, lagian gue gak akan suka ke Rama. Dia cocoknya gue jadiin temen, kek lo deh pokoknya.”

Teman. Sepertinya kalimat sederhana itu memiliki reaksi sendiri di hati pendengarnya, karena sejak perkataan itu terlontar Elang jadi lebih banyak diam. Tidak ada lagi inisiatif untuk memulai percakapan, bahkan dia seringkali dibuat kesal saat Flora tiba-tiba teriak lalu kembali cengengesan tidak jelas.

“Udah ah gue pulang dulu,” kata Elang sambil membereskan piring-piring cemilan ke atas nampan.

Flora hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangan, mungkin saja kali ini dia menginginkan Elang segera pergi agar kegiatan stalkingnya tidak diganggu.

“Ra, gue gak pernah ngelarang lo suka sama siapapun karena itu emang hak lo. Tapi kali ini gue gak akan ngebantu lo, karena gue gak mau lo ngedatengin gue sama air mata gak berguna lo.”

Setelah mengucapkan kalimat itu Elang langsung berpamitan kepada orang rumah dan meninggalkan Flora yang masih mencerna kata-katanya. Tetapi yang tidak Flora sadari adalah perkataan Elang tidak pernah keliru. Semua ada maksud tersendiri, dan entah kapan semua itu akan terjadi.

°°°

Wadidaw, maksud Elang apaan tuh? Bikin diriku ini penasaran aje😪

Readers : Kan lo authornya ogeb!

Author : Iya deh emang gue selalu salah dimata kalian:(

Ya syudahlah lebih baik sekarang kita pencet tombol bintang dan komen masal skuy😚

See u💜

Sweet Picollo Latte [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang