5. Reciprocal

64.3K 3.5K 490
                                    

Selamat malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat malam. Maaf updatenya agak lama, kemarin ada urusan penting di real life. Jangan lupa vote dan komen ya, kalau bisa 100 komen aku langsung update tanpa nunggu seminggu. Follow beeverse_ untuk info seputar project Wattpad aku. Selamat membaca!

.

Seperti baru saja menghirup kewarasan, otakku kembali dapat berpikir jernih. Merapikan bajuku secepat yang kubisa, aku ingin keluar dari tempat ini—menghilang dari tatapan Jeon dan segala dominasinya.

Sejak pelepasan kami beberapa menit yang lalu, Jeon tidak melepas perhatiannya dariku barang sejenak. Ia layaknya kamera CCTV yang meperhatikan semua gerakanku. Itu membuatku sedikit risih, terlebih kala menyadari bahwa aku tak dapat mengartikan maksud dari tatapannya.

Bukan hanya tatapannya, namun semua ihwal yang ia lakukan kala bersamaku. Tatapannya, perhatiannya, nada bicaranya, serta merta lontaran bait dari bibirnya sangat misterius. Dari sekian banyak pria yang pernah kutemui, Jeon-lah yang terumit.

"Jangan terburu-buru, kita masih bisa menikmati waktu bersama dengan bersantai." Suara Jeon mengalihkan perhatianku, ternyata ia sudah menyadari jika aku ingin segera pergi dari tempat ini.

Meniliknya sejemang, aku memperhatikan pakaian Jeon yang masih berantakan, ia enggan untuk membenahinya lebih cepat. "Dengan bersantai atau dengan ronde kedua?" ucapku dengan gamblang, disusul senyuman asimetris.

Kekehan Jeon terdengar memenuhi ruang dengan lembut, entah mengapa tawanya sangat renyah dan enak untuk didengar terus-menerus. Semacam candu? Tidak juga, belum sejauh itu. "Noona, kau semakin seksi jika berbicara frontal. Yeah ..., bisa jadi dengan ronde kedua, itu pun jika kau mau. Aku tidak akan melakukannya tanpa consent." Jeon menengadah dua detik sebelum kembali menatapku.

Aku salah fokus dengan panggilan 'Noona'. Jeon masih menggunakan panggilan tersebut setelah permainan panas kami, padahal aku mengira jika itu hanyalah pemanis dalam kegiatan seks kami.

"Diamlah dan rapikan bajumu sebelum ada orang lain yang masuk ke ruangan ini." Sejujurnya aku heran dengan pria yang duduk di hadapanku ini, ia mengajakku melakukan seks di sini dengan santainya tanpa mengunci pintu, dan sekarang tak langsung membenahi pakaiannya, padahal bisa saja seseorang masuk ke sini dan melihat bagaimana keadaan kami sekarang. Dan jika itu terjadi, maka sudah dipastikan kami akan menjadi topik utama dalam ajang gosip di kantor Jeon. Atau yang lebih buruknya akan menciptakan skandal yang dapat mengancam karirku.

"Tidak akan, ini sudah di luar jam kantor," jawabnya.

Aku merotasikan bola mata jengah. "Rapikan saja, aku tidak ingin melihat dadamu," timpalku.

"Memangnya kenapa? Karena takut terangsang lagi, ya?"

Baik, kekotoran otak Jeon memang tidak bisa tertolong lagi. Barangkali dibasuh air suci pun sudah tidak berpengaruh apapun. Ia selalu menyangkut pautkan segala perkataanku dengan hal-hal kotor yang tak pernah kuduga. "Dasar konglomerat mesum," ejekku nyaris seperti bisikan.

Noona Can We Play? [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang