Prologue

187K 7.5K 971
                                    

Paris, Prancis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Paris, Prancis.

Kota Mode menjadi pelarianku dari penghakiman dunia yang terasa tak adil. Hasrat bahagia yang kurangkap pada masa kecil tentang indahnya kehidupan dewasa lenyap termakan problematika. Tak seindah yang dibayangkan, tak sebahagia yang diharapkan. Apa yang kutangkap pada usia belasan tahun ternyata penuh dengan bualan.

Sayangnya jarum jam tak bisa berotasi ke kiri, semuanya maju dan berjalan tanpa henti. Mau tak mau harus menjalani, dipaksa tegar dan menerima apa yang telah digaris bawahi.

Sering kali daksa ini letih.

Tak ingin mati, hanya saja tak ingin hidup seperti ini.

Manakala telapak kakiku mengentak pada tanah kota yang menjadi pusat fashion international, aku merasa baru saja menghirup udara segar. Tak ada kamera yang mengikuti, tak ada wartawan yang mengejar. Rasanya benar-benar bebas. Terkadang menjadi seorang superstar tak selamanya dapat dinikmati.

Menyewa sebuah kamar di hotel Royal Monceau Suite cukup membuatku merasa menjadi ratu disebuah kerajaan megah. Mewah, berkelas, dan elegan—tiga hal yang kusuka. Tentunya kini aku mendapatkan itu semua dengan kerja kerasku sendiri, bukan mengemis pada sugar daddy.

Aku mengistirahatkan tubuhku di atas hamparan benda empuk itu, melenyapkan kesadaran seraya menunggu bulan di langit Paris menyambut kedatanganku. Bangun dengan keadaan yang segar, aku segera pergi membersihkan diri, memanjakan tubuhku dengan wewangian cinnamon, lotion, dan taburan kelopak mawar.

Jemari lentikku memeta setiap inchi lapisan epidermis pada kulitku, sesekali memejamkan mata menikmati aroma dari lilin yang terletak tak jauh dari bathup. Sudah lama aku tidak berendam selama ini, terakhir kulakukan seminggu sebelum debutku menjadi seorang aktris.

Menjadi robot agensi sangat melelahkan, segalanya diatur bahkan untuk karakterku sekalipun.

Jarum jam telah bergeser lebih dari 180°, lantas aku segera menarik diri dari bathup dan memakai bathrobe. Keluar dari kamar mandi, kaki jenjangku melangkah mendekati koper-koper yang berjejeran, membuka sebagian, lalu menarik beberapa dress yang kurasa cocok dikenakan untuk malam ini. Butuh sepuluh menit untuk menentukan pilihan, sampai akhirnya aku menjatuhkan pilihanku pada sebuah dress berwarna merah.

Aku mengenakan dress itu, berdiri di depan cermin dan berputar untuk melihat keseluruhan penampilanku. Seperti yang duga, dress ini sangat cocok di tubuhku. Warna merah memberi kesan gairah dan energik, panjangnya selutut, dan pada bagian samping kanan terdapat belahan ke atas—memperlihatkan bagian tubuhku yang lain. Seksi dan elegan.

Setelah siap dengan segala hal, aku melesatkan mobil mewah yang kurental ke sebuah klub malam berjarak tiga kilometer dari hotel. Bukan tak mampu membeli mobil lagi di sini, hanya saja aku merasa itu terlalu boros untuk aku yang hanya menetap tak lebih dari seminggu di Paris.

Noona Can We Play? [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang