22. Societal Stigma

27.7K 2.3K 553
                                    

selamat pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

selamat pagi. baru sempat update nih, semalam ada kerjaan mendadak huhu ㅠㅠ. kalau lama ga up, kalian kangen ga si? ㅠㅠ

aku mau ngucapin terima kasih buat lovre, terutama yang udah pantengin cerita ini, dan rajin vote komen. aku sering bacain komentar kalian, jujur itu naikin mood banget. makasi banyak ya, ga bisa berkata-kata lagi. intinya sayang banget sama lovre.

di bagian akhir nanti ada author note, dibaca ya, lov. 💞

challengesnya 3,5k views, 650 vote, 360 comments.


happy reading!

.


Kehangatan ini bukan lagi menjadi suatu hal yang baru. Impresi menggelitik yang diciptakan oleh lengan bertato pada gumpalan daging di zigomatikku pun tak lagi menyita reaksi waspada. Kelaziman malam ini sama seperti yang telah kami lalui pada malam-malam sebelumnya, tentang kehangatan dari tubuhnya yang menemaniku pada sepanjang taburan kartika.

"Aku belum ingin tidur," ucapku sambil menyingkirkan tangannya dari pipiku. Pria berwajah setenang air telaga ini selalu tahu hal-hal kecil yang kusuka, seperti mendapatkan usapan lembut pada pipiku sebelum terlelap.

Sayup-sayup kerling maniknya tertempa cahaya rembulan. Sedikit sayu dengan beberapa helai rambut yang berjatuhan pada area dahinya. "Belum mengantuk, Noona?" Suara beratnya menyatu dengan helaan napas ringan.

"Sudah, hanya saja masih ingin mengobrol denganmu," jawabku seraya menarik selimut hingga menutupi dadaku, mencoba meraih kehangatan lebih pada momen ini.

Tangannya berpindah tempat, kini mengusap suraiku. "Baiklah. Ingin mengobrol tentang apa, hm?"

Oh astaga, bahkan aku bisa berdebar hanya karena suara beratnya.

"Mungkin tentang keluargamu, itupun kalau kau mau." Jemariku menari di atas tulang selangkanya, membentuk abstrak secara perlahan pada dada bidangnya.

Kudengar Jeon menghela napas gusar, itu adalah reaksi atas sentuhan sensual yang kuberikan. "Kau tahu aku tidak pernah bisa menolak permintaanmu, Sayang," ujarnya dengan suara berat.

Noona Can We Play? [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang